Mohon tunggu...
Suryokoco Suryoputro
Suryokoco Suryoputro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Desa - Kopi - Tembakau

Berbagi pandangan tentang Desa, Kopi dan Tembakau untuk Indonesia. Aktif di Organisasi Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara, Koperasi Komunitas Desa Indonesia, Komunitas Perokok Bijak, Komuitas Moblie Journalis Indonesia dan beberapa organisasi komunitas perantau

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Pendamping Desa diantara Asap Rokok dan Kopi di KOPI in TOWN #KompasianaDESA

10 Januari 2025   15:42 Diperbarui: 10 Januari 2025   15:42 948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mendengarkan dengan saksama saat Om Rudi melanjutkan, "Misalnya, pendamping profesional didorong untuk sertifikasi dan peningkatan kapasitas mandiri. Itu penting supaya mereka punya standar kerja yang jelas. Lalu, Gus Halim juga membangun jenjang karier, fokus penerimaan hanya untuk Pendamping Lokal Desa (PLD), dan kinerja mereka diukur dengan aplikasi. Kalau mau profesional, ya begitu caranya." 

"Jadi, kenapa penting hanya menerima PLD?" tanya saya, ingin tahu lebih dalam. 

Om Rudi mengangguk mantap. "Karena biaya pelatihan dan peningkatan kapasitas itu nggak murah, Cah Bagus. Kalau terus menerima orang baru, mereka butuh waktu lama untuk memahami desa dampingan. Padahal, desa itu punya karakteristik unik. Gus Halim sudah meletakkan dasar yang baik. Jangan sampai ini tidak diteruskan." 

Saya mencatat poin pentingnya dalam kepala, lalu menambahkan, "Seperti Presiden Prabowo, ya, yang komit meneruskan hal baik yang sudah dimulai Presiden Jokowi?" 

"Persis," kata Om Rudi sambil tersenyum. "Pak Prabowo paham pentingnya kesinambungan. Menteri Desa juga harus begitu." 

Kami berbincang hingga sore, ditemani secangkir lagi Kopi Mamaku Lampung. Pembicaraan ini bukan hanya soal kopi, tapi tentang bagaimana desa-desa di Indonesia bisa bangkit dan mandiri. Saat kami berpisah, saya merasa ada semangat baru untuk terus memperjuangkan desa dan pendampingnya. 

Di luar kedai, Jakarta mulai sibuk dengan lampu-lampu kendaraan yang menyala seperti kunang-kunang. Tapi di kepala saya, cerita tentang pendamping desa dan secangkir kopi tetap hangat, mengingatkan bahwa di balik setiap perjuangan, selalu ada potensi besar yang menunggu untuk diwujudkan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun