Istilah era 4.0 tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita, era yang sangat menekankan pada digitalisasi. Semua informasi bisa didapat dengan mudah dari Smartphone yang anda genggam. media cetak dan elektronik pun nampaknya sudah tidak terllalu menarik bagi masyarakat terutama yangtinggal dibagian kota. tidak hanya itu, saat inipengambilan atau pertukaran data juga bisa mudah dilakukan dari internet.Â
Namun tentunya dibalik kemajuan sebuah teknologi, akan selalu adanya kemunduran di suatu bidang. seperti misalnya media televisi. beberapa waktu lalu Ketua Komisi Asosiasi Televisi Indonesia ANTV mengatakan bahwa ada 40%anak muda saat ini tidak lagi menonton televisi melalui tv, tetapi lewat gadget yang mereka gunakan. pada tahun 2016 prioritas pertelevisian di Indonesia bersama kementrian informasi dan KPI bersatu dalam memberikan evaluasi-evaluasi terhadap dunia pertelevisian.
Ada beberapa faktor dari keruntuhan media masa, diantaranya :
1. Media sosial yang bersifat dua arah sementara pada media cetak dan elektronik hanya satu arah.
2. Informasi yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja
3. Â Aktivitas masyarakat semakin tinggi dan mengharuskan untuk mencari sebuah media yang cepat dan efisien.
4. Konten di media sosial jauh lebi beragam dari pada media cetak dan elektronik.
5. Semua masyarakat bisa menjadi jurnalis.
6. biaya kuota semakin murah, perangkat dan teknologi semakin murah pula.
Adapun pertumbuhan iklan surat kabar jauh lebih buruk. Data Nielsen menunjukkan belanja iklan surat kabar di Kuartal II 2015 mencapai Rp8,23 triliun. Jumlah ini menunjukkan penurunan 4 persen dibanding Kuartal II 2014 yang mencapai Rp8,59 triliun.
Situasi untuk industri media cetak memang lebih berat dengan adanya penyebab kedua. Yakni adanya migrasi pola baca sebagian masyarakat dari media cetak ke media online (internet). Penetrasi internet yang semakin dalam di kehidupan masyarakat Indonesia membuat keberadaan surat kabar semakin banyak ditinggalkan. "Ini membuat tiras penjualan surat kabar di Indonesia terus menurun," ujar mantan Sekjen AJI Indonesia tersebut.
Tampaknya apa yang dikemukakan oleh Baran dan McQuail tentang teori masyarakat massa, tengah berlangsung di Indonesia. Di mana masyarakat mudah dipengaruhi, media mempunyai kekuatan yang besar, sedangkan media banyak berperan disfungsional.Â
News judgement banyak ditinggalkan oleh media kita demi mengejar rating dan prestise yang bermuara pada satu tujuan "keuntungan". media tidak lagi bijaksana dan lupa bahwa mereka adalah institusi sosial yang punya tanggung jawab menjaga tatanan sosial, mendidik masyarakat, bukan sekadar memberikan informasi. tetapi tidak mendidik.Â
Mengacu kepada pendapat Peter Beroer dan Thomas Luckmann tentang realitas sosial sebagai sebuah konstruksi sosial, adalah benar bahwa kekerasan adalah sebuah realitas sosial.Â
Jika media berkilah bahwa mereka hanva menyampaikan realitas yang ada. Mereka juga lupa bahwa apa vang mereka lakukan dengan menayangkan beragam tindak kekerasan dengan frekuensi yang sering, mereka berinteraksi dengan khalayak, dan ini dapat mengkonstruksi realitas sosial yang baru, kekerasan-kekerasan yang baru.Â
Media mengangkat realitas kekerasan tetapi juga menciptakan realitas kekerasan. Namun yang menyedihkan adalah. bahwa terdapat kecenderungan bahwa media menciptakan kekerasan yang baru, dengan kekuatan mereka melalui isi dan kemasan pesan yang ditayangkan. Apakah hal ini disadari atau tidak, tapi terkadang ini juga menjadi sebuah dilema ketika media dihadapkan pada tujjuan utamnya sebagai lembaga bisnis.
Menurut bapak Abdul Khalik, S,Si., M.I.Kom. dalam Webinar Nasional IBI KKG (30/4/2021), bahwa khususnya media TV tidak akan mati tinggal tergantung bagaimana apakah TV itu bisa melakukan kreativitas dalam menghasilkan produk ke berbagai bentuk platform agar media TV masih bisa tetap eksis. Ada empat strategi yang bisa dilakukan media massa agar tetap bisa bertahan, yaitu Merger, Konvergensi, Diversifikasi ke media sosial, dan Layanan On Demand.Â
Namun meski begitu, media televisi tetap bisa bertahan karena adanya masyarakat pedalaman yang tinggal di desa memiliki tingkat minat dalam menonton televisi dan menggunakan media cetak lebih besar. pada moment ini media televisi harus bisa meningkatkan dan mempertahankan konten-konten tersebut. dan selalu bisa membuat inovasi yang kreatif
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H