Hambatan e-commerceÂ
Dari sisi produksi, e-commerce bukan penjual ia hanyalah tempat mempertemukan penjual dan pembeli. Penjual di pasar digital adalah pengusaha yang didominasi oleh UMK dan UMKM, sayangnya data angka dari Sensus Ekonomi Lanjutan 2016 menyatakan bahwa hanya 9,76% UMK (Usaha Mikro Kecil) yang menggunakan internet dalam usahanya.
Minimnya angka UMK yang menggunakan internet dapat diduga dibalik kemudahan menggelar lapak di e-commerce ternyata masih terdapat gap antara akses UMK dengan e-commerce. Ekosistem digital di lingkup UMK masih jauh panggang dari api.
Selain itu jalur distribusi barang juga merupakan tantangan yang dapat menghambat e-commerce. Memang e-commerce dapat menghilangkan agen-agen tengah pedagangan, namun tetap saja memelurkan agen kurir untuk mengantarkan barang pesanan. Besarnya wilayah Indonesia membuat distribusi barang menjadi kendala. Salah satu kendalanya adalah disparitas jumlah perusahaan kurir antar pulau di Indonesia.
Disparitas tersebut tergambarkan dalam data Sensus Ekonomi Lanjutan 2016 yang menyebutkan 66,3% berada di Jawa sedangkan sisanya 33,7% di luar Jawa.
Hal ini diperparah dengan naiknya biaya transportasi terutama kenaikan harga tiket pesawat yang terjadi akhir-akhir ini. Perusahaan kurir banyak yang mengirimkan barangnya antar pulau melalui pesawat untuk mempercepat proses pengiriman. Kenaikan harga tersebut tergambar pada inflasi bulanan bulan Desember kemarin yang mencatat inflasi bulanan sub kelompok transportasi sebesar 1,93%.
Kondisi tersebut yang akhirnya membuat beberapa perusahaan kurir menaikan biaya sebesar 10% untuk sejumlah daerah. Sudah barang tentu kenaikan akan berdampak pada semakin banyaknya biaya yang dikeluarkan konsumen untuk ongkos kirim barang di e-commerce.
Hal ini akan membuat konsumen berpikir ulang untuk transaksi di e-commerce. Meskipun sering kita temui promo potongan biaya ongkos kirim tetapi nilainya tidak cukup menutupi biaya ongkos kirim terutama ke luar jawa.
Dari segi konsumsi sedikit banyak dapat tergambarkan dari pertumbuhan ekonomi. Nilai pertumbuhan ekonomi yang cenderung stagnan di angka lima persen menggambarkan iklim ekonomi di Indonesia sedang 'mendung'.
Dirinci lebih dalam, laju pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga dalam tiga tahun terakhir tidak beranjak di angka lima persen. Berturut-turut dari tahun 2015-2017 sebesar; 4,96% , 5,01% , 4,95%.
Stagnanya pertumbuhan konsumsi rumah tangga bisa diduga dua hal. Pertama bahwa rumah tangga cenderung untuk menahan konsumsinya, dialihkan untuk menabung. Kedua rumah tangga tidak mampu membeli barang. Singkatnya, daya beli masyarakat sedang lesu. Sudah tentu hal ini akan berdampak ke seluruh aktivitas jual beli, termasuk jual beli di e-commerce.
Kesimpulan
Dibalik kecermelangan e-commerce dalam menangkap potensi internet di Indonesia terdapat tantangan dari hulu ke hilir distribusi barang.