Mohon tunggu...
surya ramadhana
surya ramadhana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang saat ini bekerja di BPS Kabupaten Buru Selatan, Maluku

Badan Pusat Statistik

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ketika Data Masuk ke Ranah Politik

20 Oktober 2018   20:32 Diperbarui: 20 Oktober 2018   22:50 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam acara Rosi berjudul "Saling Serang di Panggung Politik" yang tayang 18 Oktober kemarin terjadi debat argumen antar dua kubu yang sangat menarik. Segmen awal Rosi sebagai moderator memulai 'panggung' dengan tema Winter Is Coming yang dikemukakan Presiden Jokowi tempo hari. 

Tercatat ada 4 tema yang dimunculkan dalam acara tersebut. Setelah tema pidato Pak Jokowi, Rosi mengangkat tema mengenai dibatalkan diskusi di UGM, lalu kasus Ratna Sarumpaet, dan yang terakhir pidato Pak Probowo.

Menariknya3 tema awal perdebatan masih hangat sampai akhirnya di tema keempat perdebatan semakin panas dan mencapai klimaks. Berawal dari "Make Indonesia Great Again" perdebatan bergulir ke ranah data BPS. 

Hal ini dipicu oleh pernyataan Dr. Gamael yang mengungkapkan fakta di balik angka kemiskinan BPS. Kubu pertahana pun tak terima begitu saja. Mereka meragukan data yang diungkap Dr. Gamael. 

" Itu data yang tidak betul", sanggah Johnny Plate Sekjen Nasdem. Argumen lebih baik dilontarkan oleh Sekjen PSI, Antoni. Bahwa tidak tepat membandingkan capaian 4 tahun Pak Jokowi periode pertama dengan Pak SBY di periode kedua.

Segmen selanjutnya Dr. Gamale mengungkapkan bahwa data disparitas dari oxfam dan credit suisse menujukan bahwa masih ada gap ekonomi yang melebar. Kemudian disanggah oleh Antoni lagi bahwa adanya ketidakkonsistenan rujukan data dari kubu opisisi. "Mereka hanya mengambil data yang mendukung argumennya", tutur Antoni.

Di akhir acara akhirnya kedua belah pihak sepakat bahwa debat politik harus memunculkan data-data yang substansial bukan membicarakan gimik politik semata.

Hal yang bisa dipetik dari tayangan Rosi kemarin bahwa politik Indonesia menuju ke arah yang baik. Baik oposisi maupun pertahana sudah jengah dengan gimik politik. Mereka ingin diskusi yang konstruktif dengan data. Meski sebenarnya tidak jelas juga siapa yang ingin memulai era diskusi data tersebut.

Perlu digaris bawahi bahwa dalam kaidah statistik data boleh keliru tapi tidak boleh berbohong. Statistik dibentuk dengan metode bukan opini. Di dalam statistik ada yang namanya error (kesalahan). 

Tingkat kesalahan statistik yang populer digunakan adalah 5%. Asalkan berdasar metode yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan, statistik memang menyediakan ruang perbedaan antara lembaga statistik. Sebagai contoh dalam perhitungan cepat lembaga survei tidak ada dua lembaga yang mengeluarkan angka sama persis, namun keduanya bernada sama.

Literasi statistik di tahun politik sangat diperlukan. Hal yang patut di beberkan di meja perdebatan bukan data saya benar, data kamu salah. Melainkan bagaimana metode statistik yang kita gunakan sebagai rujukan. Analogi sederhana, di Indonesia ada berbagai varian Soto. Secara umum rasanya sama tetapi sebenarnya ada resep tersendiri dalam membuat soto. Ada Soto Kudus, Soto Madura, Soto Boyolali, dsb.

Untuk itu sebelum sama-sama menyajikan 'soto' alangkah lebih baik jika kita mengetahui "resepnya". Lebih jauh para politikus juga seharunya dilatih untuk dapat membaca makna di balik angka statistik agar masyarakat juga tercedaskan dengan pernyataan politikus. 

Sependek yang penulis tahun kemiskinan jika sudah menyentuh satu digit akan sulit sekali menurunkannya lagi siapapun presidennya. Namun dari sisi pemertaan ekonomi masih bisa diusahakan lebih baik. 

Betul secara nasional kemiskinan nasional 9,82% persen tetapi di Maluku tempat penulis tinggal kemiskinan masih di angkan 18%. Hal-hal seperti itulah yang seharusnya muncul di meja debat politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun