SAYA tak kenal Rama Pratama. Aktivis 98 yang menggulingkan Presiden Soeharto. Saya hanya tahu lewat media. Kala itu.
Rama di barisan depan pasukan Jaket Kuning. Dia Ketua Senat Mahasiswa Universitas Indonesia. Rama yang membawa draf reformasi ke Ketua DPR/MPR Harmoko.
Sejurus kemudian, Rama menghilang tertelan bumi. Soeharto lengser setelah 32 tahun berkuasa. Rama sempat mendapat teror. Gerak geriknya dalam pantauan intelijen. Termasuk keluarganya. Tempat tinggalnya.
Saya baru ketemu Rama tiga tahun silam. Kami diskusi ringan. Soal politik, sosial, budaya,tata kota dan lainnya.
Rama masih seperti dulu: kritis dan idealis. Ketika dia mau maju sebagai calon Wali Kota Depok. Meski akhirnya mundur di pengujung jalan.
Satu dekade sebelum Rama muncul, ada sosok serupa. Di Kampus Tercinta IISIP, Lenteng Agung, Jakarta. Kami menyebutnya: LA 32. Dia sangat kritis dan berani.
Aktivitis mahasiswa itu bernama Fadil Syukri. Pemikiran Fadil yang kritis terbilang gemilang. Lantang suaranya. Aksinya menyita perhatian mahasiswa.
Saya tidak tahu apakah Fadil salah satu motor penggerak atau bukan. Pastinya, kala itu dia salah satu mahasiswa yang ikut acak-acak ruang sekretariat kampus.
Dia berani menunjuk hidung seorang dosen. Meski akhirnya dibalas saat sidang skripsi. Fadil dicecar dengan pertanyaan yang tajam.
Fadil sempat mendapat teror. Dari oknum tertentu. Pukul 03.00 dini hari, dia diciduk ke suatu tempat. 'Diadili' secara sepihak. Bahkan nyaris digebuki.