Mohon tunggu...
Surya Novantina
Surya Novantina Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

Penulis pemula yang terus belajar. :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dampak Film Horor bagi Kebudayaan Indonesia

17 Mei 2022   00:23 Diperbarui: 17 Mei 2022   22:39 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konten Horor menjadi salah satu jenis konten yang banyak diminati oleh berbagai kalangan, baik dalam media sosial maupun dunia perfilman. Saya ambil contoh dalam film Kuntilanak (2006) dan KKN Desa Penari (2022). 

Keduanya booming pada masanya dan menuai berbagai macam reaksi, salah satu dampaknya adalah dari segi warisan budaya. Tidak dapat dibantah bahwa salah satu karakteristik dalam kebudayaan leluhur biasanya dikaitkan dengan hal yang berbau mistis. 

Baik dari segi tarian, alat musik yang dimainkan, maupun nyanyian khas dari kebudayaan tersebut. Hal itu berdampak bagi beberapa orang dalam mengambil sikap terhadap pelestarian kebudayaan leluhur.

Contohnya, ada seorang teman saya yang merasa merinding setiap mendengarkan langgam Jawa. Baginya, setelah ia mendengar lagu "Lingsir Wengi" dari film Kuntilanak, nyanyian langgam Jawa mendatangkan nuansa horor.

 Padahal yang saya perdengarkan saat itu adalah lagu "Yen Ing Tawang ono Lintang", langgam Jawa ciptaan Andjar Any yang berisi curahan hatinya sebagai seorang ayah dalam menanti kelahiran putri pertamanya di Rumah Sakit. 

Di sisi lain, ada seorang teman saya, setelah mendengar lagu "Lingsir Wengi" dari film yang sama, ia mencari tahu arti dari lagu tersebut dan menggali lebih dalam tentang kebudayaan Jawa itu sendiri.

Sama halnya dengan respons yang diberikan pada film "KKN Desa Penari". Selain pesan kentalnya dalam mengajak penonton untuk menghormati adat dan kebudayaan leluhur, film yang dikatakan sebagai film horor terlaris ini juga menjadi salah satu alat yang menghadirkan kembali nilai eksistensi dari kebudayaan leluhur bagi generasi muda saat ini.

Namun, sayangnya ada saja segelintir orang yang menghubungkan setiap tarian adat sebagai hal mistis yang dihindari dan bukan sebagai warisan budaya yang dilestarikan.

Terlepas dari konten horor, tentunya banyak juga generasi muda saat ini yang aktif melestarikan kebudayaan dengan banyak cara. Baik memperkenalkan tarian adat melalui konten-konten di sosial media, memadu padankan pakaian tradisional dan modern, mengaransemen kembali setiap nyanyian daerah, bahkan juga memperkenalkan kuliner khas Indonesia ke negara lain. Kecintaan mereka terhadap Indonesia terpancar dari karya-karya yang dihasilkan.

Setiap orang memiliki hak masing-masing dalam merespons, tetapi hendaknya kita juga tetap waspada agar tidak melihat warisan budaya dari sisi yang kurang tepat. Peran kita sebagai anak bangsa dan kecintaan kita terhadap Indonesia kiranya menjadi penyemangat dalam melestarikan budaya yang telah diwariskan untuk disampaikan kepada generasi selanjutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun