Mohon tunggu...
Suryan Nuloh Al Raniri
Suryan Nuloh Al Raniri Mohon Tunggu... Guru - Pengawas Sekolah

Penulis dan Conten Creator

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Antara Cireng, Bala-Bala, dan Inovasi

26 Juli 2024   20:49 Diperbarui: 27 Juli 2024   09:19 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana dirumah makan (sumber:dokpri)

Cireng merupakan makanan populer khas Sunda. Semua daerah ditatar Pasundan pasti mengenal jenis makanan ini. Cireng akronim dari Aci Digoreng. 

Bahan utama membuat cireng yaitu dari tepung tapioka (Aci) yang berasal singkong ditambah garam lalu diadonan dan digoreng menggunakan minyak panas. 

Jadilah cireng seperi yang saya nikmati hari ini disebuah kantin sekolah. Sungguh sangat sederhana dan mudah membuat cireng. Asal mula cireng belum ada bukti tertulis darimana asalnya, namun cireng mulai populer pada tahun 1970-1980 sebagai jajanan para pelajar.

Jauh sebelum itu, nenek moyang orang Sunda hanya tahu makan singkong saja sebagai makanan pokok pengganti nasi. Bahkan sampai dibuat tiwul dan direbus saja singkongnya atau dibakar. 

Apalagi menikmati singkong rebus ditemani kopi saat pagi hari tentunya nikmat sekali. Sambil ngeronda, tak luput dari singkong bakar. Begitulah zaman dahulu kala nenek moyang kita dalam memanfaatkan hasil alam.

Seiring dengan perkembangan zaman, naluri dasar manusia ingin menciptakan sesuatu yang baru, termasuk dalam dunia kuliner. 

Cireng yang dahulu hanya disajikan dengan cara digoreng dan bumbu yang minimalis. Kini, cireng dapat ditemukan dalam berbagai varian rasa dan isian. Mulai dari cireng isi daging ayam, sosis, kornet, bahkan sampai cireng pedas. Ditambah dengan saus asam manis atau saus pedas. 

Dan bentuknya pun beraneka ragam, seperti cireng bulat, kotak, dan cireng pastel. Harganya pun menyesuaikan dengan inovasi yang diberikan penjual cireng, dari mulai 1000 rupiah sampai 10.000 rupiah per satuannya. 

Pada awalnya cireng dapat ditemukan di pedagang kaki lima yang mangkal di pinggir jalan. Sekarang telah merambah ke restoran mewah di hotel bintang lima sekalipun. Penjualannya pun sekarang sudah berbasis online delivery, diantarkan langsung oleh penjual dalam paket mentahan yang siap digoreng.

Demikianlah, inovasi cireng dari masa lalu sampai masa kini. Saya meyakini, fenomena cireng yang begitu populer sebagai makanan camilan tidak akan berhenti sampai disini. Akan ada lagi inovasi terbaru dari para koki ahli dengan berbagai varian rasa dan bumbu tambahannya. Sehingga, cireng jadi naik kelas.

Cireng dan Bala-bala (sumber : dokpri)
Cireng dan Bala-bala (sumber : dokpri)

Bala-bala merupakan makanan berbahan dasar tepung yang dicampur dengan berbagai macam sayur-sayuran. Sayuran yang dimasukkan pada adonan tepung diantaranya kol, wortel, dan tauge. 

Bala-bala sendiri berasal dari Sunda dengan arti "bala" yaitu berantakan atau tidak karuan. Karena membuat bala-bala dengan cara digoreng yang tidak karuan bentuknya. 

Pada awalnya bala-bala berasal dari Tionghoa. Tetapi di negara Tionghoa namanya bakwan, "bak" artinya bola dan "wan" artinya daging. Sehingga kalau diartikan, bakwan itu bola daging yang digoreng. 

Karena terjadi akulturasi budaya dan pada saat itu di tatar Sunda untuk mendapatkan daging hanya orang-orang yang kaya. Maka masyarakat Sunda mengganti daging dengan sayur-sayuran seperti yang tersedia di alam.

Akan tetapi, dari zaman dahulu sampai sekarang. Bahan membuat bala-bala belum ada yang berubah dari segi inovasinya, masih sama seperti dulu. 

Ada kol dan wortel saja sebagai campuran adonan tepungnya. Dan penjualannyapun masih tradisional yang dijajakan oleh pedagang kaki lima dipinggir jalan serta warung makan atau kantin sekolah.

Apa hubungannya dengan pembelajaran?

Inovasi dalam pembelajaran sangat diperlukan dalam era disrupsi kali ini. Menghadapi murid generasi Z, tentu menyesuaikan dengan perkembangan zamannya. Sekarang bukan zamannya lagi seorang guru berdiri didepan kelas kemudian memberikan ceramah bertubi-tubi pada murid. 

Sekarang bukan zamannya lagi, seorang guru mengajar sesuai dengan urutan materi pada buku paket yang tersedia di sekolah. Seiring perubahan zaman yang terus bergerak dengan cepat. 

Perubahan cara mengajar menjadi sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari lagi. Perlu adanya inovasi dan kebaruan dalam strategi mengajar, supaya gurunya tidak ditinggalkan murid. Gurunya didepan kelas, muridnya malah tidur atau sering keluar kelas karena pembelajarannya membosankan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun