Mohon tunggu...
Suryani Amin
Suryani Amin Mohon Tunggu... -

Penyuka jalan jalan dan tulisan tentang perjalanan. Sosiolog, bekerja sebagai Konsultan untuk Adaptasi Perubahan Iklim di lembaga bantuan pembangunan Internasional di Jakarta. Menulis fiksi dan mendokumentasikan perjalanan adalah minatnya diluar pekerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dangdut Indonesia: Dari Soneta Grup hingga Goyang Drible

23 Maret 2015   22:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:11 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_404959" align="aligncenter" width="620" caption="Raja Dangdut Rhoma Irama/Kompasiana(kompas.com)"][/caption]

Dangdut  adalah genre musik otentik Indonesia. Meskipun sejatinya mengadopsi rupa-rupa aliran. Terutama musik Hindustan, Arab dan Melayu. Perpaduan semuanya, melahirkan cengkok dangdut Indonesia. Dahulu, dangdut identik sebagai musik kelas bawah . Banyak cap miring dipasangkan. Sebut saja cap sebagai musik kampungan, norak dan seronok.  Penyuka dangdut banyak diolok-olok. Meskipun, diam-diam, alam bawah sadar sebagian besar orang, menikmati hentakannya. Sensasi seperti hendak berjoged, efek dari tabuhan gendang dan alunan seruling.

Belakangan, dangdut semakin mendapatkan tempatnya.  Citra nya sedikit bergeser. Naik kelas. Meskipun sebagian kecil, masih malu-malu mengakui kesukaannya pada musik dangdut. Padahal jempol tangan dan kaki bergoyang, tidak bisa berbohong. Media , terutama televisi  membuka peluang bagi musik dangdut untuk terus berkembang memperluas pasar nya.

Suka tidak suka,  harus diakui, musik dangdut memang membius. Coba tanya diri sendiri,  jenis musik mana yang mampu mengumpulkan massa terbanyak karena daya tariknya. Dangdut pastinya. Kampanye partai politik,  kenduri dan  peristiwa lain yang bermaksud memancing kerumunan orang banyak, pasti nya menggunakan musik dangdut sebagai pengundang massa.

Dangdut memiliki keunggulan karena  kelenturannya untuk dikawinkan dengan berbagai  genre musik lain. Maka muncullah sub-aliran seperti  rock dangdut, pop dangdut  dan disko dangdut atau kerap disebut house music. Di zaman setelahnya,  dangdut  terus berevolusi. Sesudahnya, dikenal dangdut campursari - pencampuran  dangdut  dengan elemen bunyi-bunyian tradisional. dengan Di Pantura,   muncul  sub-aliran  dangdut yang disebut dangdut koplo – jenis yang menonjolkan semakin menonjolkan unsur tradisional dalam iramanya.

Konon,  musik dangdut mulai bertumbuh di  tahun  1940-an. Saat musik melayu mulai diperkenalkan. Namun baru mendapatkan formula yang pas sekitar  akhir tahun  1960-an hingga awal  1970. Saat itu, siapa tak kenal nama-nama besar sperti A. Rafiq, Rhoma Irama, Elvie Sukaesih, Mansyur S dan sederet nama lainnya.

Di era 1980-an , sebutlah Meggi Z, Evi Tamala, Itje Tresnawati dan Ikke Nurjannah sebagai  jajaran baris pertama pelantunnya. Menyusul, bintang dangdut 1990 an seperti Cici Paramida dan Iis Dahlia . Inul Daratista dan Dewi Persik adalah dua nama yang mewakili generasi dangdut awal 2000-an.

Setelah  itu , dangdut melaju tak terbendung. Daftar biduannya, semakin panjang.  Jadi sulit menyebut nama yang  menonjol. Begitu banyaknya nama. Berbagai kontes, melahirkan pedendang dangdut anyar.

Bersamaan  merebaknya  pelantun dangdut,  variasi dangdut semakin beragam. Dari banyak sisi. Dangdut tidak lagi identik dengan  baju dan gaun  tebal, panjang, berenda,  berlapis-lapis dengan  gaya busana berlebihan. Tapi satu hal yang tetap sama, dangdut mesti dipasangkan dengan  gerakan joged. Dangdut pasti berjoged Sebaliknya  joged pasti menyertai dangdut. Demikian benang merah dangdut dari zaman ke zaman.

Perihal joged berjoged ini unik.  Sebelum 1980 an, gerakan berjoged nyaris seragam. Meskipun beberapa  pelantun,  dikenal dengan ciri khas nya. Katakanlah Rhoma Irama bersama  pasukan bergitarnya dibawah bendera Soneta Grup. Siapa tak kenal  petikan gitar  dengan gerakan menukik, ngikk. Jadi ikon sekaligus legenda pada zamannya.

Semakin kemari, gerakan  joged semakin bervariasi. Bisa jadi karena persaingan diantara bintang muda.  Pelantun dangdut usia muda banyak bermunculan.  Tidak lagi  dibedakan kelasnya dengan  biduan genre musik lain. Sama-sama muncul menjadi idola baru.

Generasi yang mengalami masa awal 2000 an  an pasti masih ingat, goyangan Inul Daratista yang digelari goyangan ngebor. Karena  berputar-putar pada satu poros menyerupai gerakan konstan alat  pembuat lubang bertenaga listrik. Haji Rhoma Irama, meluncurkan protes pada saat itu. Karena  gerakan ngebor Inul dituding  mencederai citra  dangdut menjadi sensual. Padahal, Inul bukan satu-satunya. Dibelakang Inul, ratusan  biduan dandgut lokal terlanjur menjadi buah bibir dalam  kenduri tingkat kampung. Karena menawarkan  joged yang erotis   dalam balutan busana  minim. Membius mata pencinta dangdut.    Inul pun lahir dari kawah candradimurka  yang sama – melalui pentas dangdut di pelosok. Dangdut dituduh menjadi  salah satu faktor penyebabmerosotnya moral generasi muda. Namun tidak sedikit,  kelompok pembela Inul buka suara. Perseteruan yang melambungkan nama Inul Daratista.

Setelah  orang sudah mulai lupa. Melaju lah dangdut Indonesia. Dangdut dengan gerakan  jogednya. Mulai dari jenis dangdut sopan, diisi pedangdut berbusana tertutup dengan  gerak joged secukupnya sampai  pedangdut berkostum semakin minin dan terbuka. Kelompok kedua, menawarkan goyangan khas masing-masing. Setelah goyang ngebor Inul, ada goyang ngecor milik Uut Permatasari, goyang patah-patah ala Anisa Bahar,  Dewi Persik dengan goyang gergaji nya. Ada lagi goyang kayang milik Putri Vinata dan goyang itik yang jadi trade mark nya Zaskia Gothik.  Di barisan pedangdut muda, sebutlah Cita Citata dengan goyang dumang alias duyung mangap. Beberapa nama terakhir,  melejit namanya dengan   kehidupan kontroversialnya.  Untunglah masih ada goyang Caesar yang tidak berpusat pada  tubuh.

Era penyanyi  duo  hingga grup  juga memberi julukan goyangannya masing-masing. Diantaranya goyang pinguin oleh Duo Walang Sangit. Kemudian, Trio Macan, yang meskipun tidak menggelari secara spesifik gerakannya, jelas menonjolkan sensualitas yang memancing hasrat kaum lelaki. Yang terbaru, duo serigala mempopulerkan goyang drible-gerakan yang terinspirasi ayunan bola basket. Dengan sengaja, berporos pada buah dada keduanya yang   sengaja dipamerkan sebagai daya tarik.  Tak pelak, menimbulkan histeria penggemar  goyang dangdut sensual.

Sekali lagi, dangdut memang unik.  Mungkin hanya di musik dangdut, penyanyinya bisa  mengalunkan lirik getir  sambil  bergoyang tubuh. Dangdut juga mengakomodasi banyak sisi ketertarikan. Bagi penyuka joged, silahkan menikmati goyangannya. Bagi  yang tak bisa berjoged, cukup nikmati hentakan musiknya. Yang   tidak bisa berjoget dan bermusik,  silahkan menghayati  liriknya. Dangdut  jadi share of joy bagi semuanya.

Entah akan kemana lagi arah evolusi  (revolusi ?)  dangdut tahun-tahun kedepan. Sebagai penonton, mari berharap dangdut terus eksis. Terus jadi kebanggaan Indonesia. Namun berkembang secara positif. Bukan jadi media baru untuk eksebisi tubuh. Jayalah  dangdut Indonesia. (one")

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun