Rintik gerimis mengiringi pelaksanaan asesmen sumatif semester ganjil. Air danau yang sudah semakin mendekat ke sekolah. Waktu itu semua murid sedang fokus menjawab soal asesmen yang berjumlah 30 butir soal. Hembusan angin yang semakin membesar, menambah gulungan awan hitam semakin pekat. Dari sebelah timur, terlihat kilatan petir yang menari-nari di angkasa.Â
Saat bel pulang berbunyi, segera serentak semua murid dan guru bergegas merapikan tas dan lembar jawabannya. Tak berapa lama, angin semakin membesar. Diperjalanan pulang yang melintasi gunung melewati lembah dan menerobos rimbunnya hutan, semakin menambah horor perjalanan pulang.Â
Ada sebuah gubuk ditengah hutan yang tidak ada siapa-siapa. Tanpa berpikir panjang, lumayan untuk sekedar berteduh dan memakai jas hujan. Cuaca semakin memburuk dan suasana menjadi gelap. Suara pohon yang bergoyang-goyang diterpa angin, semakin membuat bulu kuduk merinding. Pandangan yang memburam, daun-daun dan ranting yang berjatuhan. Petir yang menyambar seakan-akan di atas kepala. Gubrakkk, ada pohon sebesar betis kaki orang dewasa yang tumbang melintang di tengah jalan. Memaksakan untuk dilewati, tapi tidak mampu. Terpaksa terdiam terpaku menunggu orang lain melintas.Â
Tiittt, tiiittt. Nahh kebetulan ada mobil yang akan lewat. Sambil menyalakan lampu depan, mobil tersebut berhenti. Sang sopir keluar membawa golok panjang. Tass, tasss, ranting-ranting pohon ditebasnya, membuka jalan untuk sepeda motor. Hujan yang masih deras, membawa air bah coklat dari tebing bukit.Â
Akhirnya, semakin banyak orang yang mau lewat, memindahkan pohon besar itu ke tepi jalan. Dan, perjalanan pulang pun dilanjutkan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H