Mohon tunggu...
Suryan Nuloh Al Raniri
Suryan Nuloh Al Raniri Mohon Tunggu... Guru - Pendidik, Penulis dan Pembicara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membuat senang orang lain

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Coaching dan Keterkaitannya dengan Pembelajaran Diferensiasi serta PSE

20 Maret 2023   20:37 Diperbarui: 20 Maret 2023   20:47 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses Coaching secara luring (sumber : dokumen pribadi)

Menjadi seorang guru harus menjadi prioritas pertama dalam berkarier, jangan dijadikan pilihan yang  kedua atau selebihnya. Karena guru merupakan karier yang mulia dan terhormat, sehingga setelah ada Undang-undang Guru dan Dosen dijadikan sebagai sebuah profesi. Konsekuensi sebuah profesi, maka pelayanan yang diberikan kepada murid haruslah yang professional dan berpihak pada murid. Salah satu upaya untuk memastikan pembelajaran berpihak pada murid yaitu supervisi akademik. Seperti apa yang dinamakan pembelajaran berpihak pada murid itu? 

Dalam Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa pembelajaran diselenggarakan dalam suasana belajar yang :  interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berperan aktif, dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik. Agar diperoleh pembelajaran seperti yang diinginkan oleh Standar Pendidikan Nasional, maka guru harus memiliki kompetensi pendidik, diantaranya kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional.  

Sehingga diharapkan dengan memilki empat kompetensi tersebut seorang guru akan melaksanakan pembelajaran secara holistik dan berpihak pada murid. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak semua guru memahami dan memiliki keempat kompetensi tersebut secara baik. Maka diperlukan suatu perbaikan untuk pengembangan diri guna meningkatkan kompetensi guru melalui supervisi akademik. Pada umumnya pelaksanaan supervise akademik, hanya dijadikan sebagai pemenuhan administrasi kepala sekolah saja, agar dikatakan sudah melaksanakan supervise. 

Belum menyentuh pada tujuan dilaksanakannya supervise tersebut. Bukannya memperbaiki dengan cara memberdayakan cara berpikir guru, malah yang terjadi adalah penghakiman antara benar dan salah saja. Sehingga membuat guru-guru menjadi tidak mau untuk disupervisi, karena resistan terhadap kebiasaan yang lama, bahwa pembelajaran guru dikelas adalah miliknya sendiri. Tidak boleh diketahui atau dilihat oleh orang lain, karena merasa malu apabila salah dalam penyampaian dan canggung apabila dilihat orang lain. Paradigma berpikir bahwa pembelajaran dikelas hanyalah miliknya harus dibuang jauh-jauh, karena akan mengekang dirinya untuk tetap stagnan berdiam diri.

Sekarang ada salah satu pendekatan untuk supervisi yang dapat memberdayakan cara berpikir guru yaitu coaching. Menurut Whitmore (dalam modul 2.3 PGP) diungkapkan bahwa coaching adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya. Bagaimana cara melaksanakan coaching? Apa saja kompetensi yang harus dimiliki seorang coach?.

Dalam penerapan coaching, ada yang berperan sebagai coach dan coachee. Coach adalah pemberi manfaat pada coachee dan pelaksana coaching. Sedangkan coachee adalah penerima kegiatan dan manfaat kegiatan coaching. Adapun coaching sendiri dilaksanakan dalam kegiatan percakapan yang menstimulasi pemikiran coachee dan memberdayakan potensi coachee. Tujuannya untuk menuntun coachee untuk menemukan ide baru atau cara untuk mengatasi tantangan yang dihadapi atau mencapai tujuan yang dikehendaki. 

Seorang coach harus memiliki paradigma berpikir coaching, yaitu coach harus focus pada coachee, seorang coach harus bersikap terbuka dan ingin tahu, seorang coach harus memiliki kesadaran diri yang kuat dan seorang coach harus mampu melihat peluang baru dan masa depan. Selain itu seorang coach harus memiliki prinsip, dianataranya coaching bersifat kemitraan, sehingga tidak ada jarak antara junior dan senior, seorang coach harus berproses secara kreatif dan memaksimalkan potensi coachee. Agar dapat melaksanakan coaching, seorang coach diharuskan memiliki kompetensi inti coaching, yaitu kehadiran penuh, mendengarkan secara aktif dan mengajukan pertanyaan yang berbobot.

Mendengarkan aktif jarang dimiliki oleh semua orang, kompetensi ini harus dilatihkan dan dibiasakan. Karena tabiatnya manusia, ingin selalu memotong pembicaraan rekannya apabila apa yang dimaskud sudah tertangkap. Ada strategi yang digunakan, supaya dapat memiliki kompetensi mendengar aktif, yaitu dengan RASA. Akronim RASA terdiri dari receive (menerima), Apreciate (mengapresiasi), Summarize (meringkas) dan Ask (menanyakan). Sedangakn dalam percakapan coaching, tujuan yang hendak dicapai harus secara terstruktur dilalui, alur dalam percakapan coaching disingkat menjadi TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana aksi, dan Tanggung Jawab).

Keterkaitan dengan materi modul sebelumnya :

Pada modul 2.1 mengenai pembelajaran berdiferensiasi, seorang siswa memiliki keberagaman dalam memahamai setiap materi pelajaran. Sehingga diperlukan pembelajaran yang berdasarkan kebutuhan murid. Kebutuhan murid ini terkait dengan tujuan pembelajaran, merespon kebutuhan belajar murid, menciptakan lingkungan belajar yang mengundang murid untuk belajar dan bekerja keras, manajemen kelas yang efektif dan penilaian berkelanjutan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun