Mohon tunggu...
Suryana Ependi
Suryana Ependi Mohon Tunggu... Guru - Belajar menjadi Guru

Belajar menjadi pengajar dengan banyak belajar. Sebagai insan yang mencintai semesta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nestapa Hidup si Miskin Ada Baliho di Gubuknya

2 September 2023   16:37 Diperbarui: 2 September 2023   16:38 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karikatur kemiskinan. sumber: nasional.kontan.co.id

Dalam salah satu lirik dikatakan bahwa "hidup hanya panggung sandiwara" kalau hidup ini hanya sebatas penggung sandiwara maka bersandiwara lah sebaik-baiknya. Melihat sandiwara yang sangat menggelikan sangat mudah untuk dipamerkan akhir-akhir ini. Semuanya bicara kemajuan dan pembangunan masyarakat untuk lebih maju tapi disamping lamunan sang bapak yang keroncongan.

Si miskin tertegun atas apa yang tertulis dalam baliho itu, sangat terpampang jela tertulis "demi kesejahteraan", "melanjutkan pembangunan", "atas nama bersama", "wakil kalian si miskin". Kalimat yang sangat indah itu tertulis sangat jelas di depan mata si miskin, ketika hendak tertidur pun baliho itu lah yang menjadi penghalang dari kerasnya angin malam. Kebahagiaan yang terpampang di baliho itu serasa beneran menjadi wakil bagi si miskin yang tiap hari dilanda kemurungan. Keadilan dan kesejahteraan merupakan kata yang indah terdengar oleh si miskin pada setiap musim tahunan.

Mungkin saja bagi sebagian orang berbicara soal kemajuan sangat lah masuk akal. Tapi sebagian orang yang sudah lama hidup penuh dengan kebocoran sosial kemajuan sangat lah pantas disebut sebagai khayalan. Setiap mata memandang kemiskinan terlihat bukan suatu hal yang asing untuk ditemukan, kemiskinan merupakan semacam makanan pokok yang sering dilahap secara bersamaan. Pertumbuhan itu merupakan keberhasilan dari cita-cita bersama yang mengatakan "kemiskinan harus dipelihara".

Kemiskinan juga bukan suatu masalah yang baru kita lihat, masalah kemiskinan seperti tumbuhan yang terus dirawat menjadikan tumbuhan selalu mekar membesar. Pertumbuhan kemiskinan itu lah yang membuat sulit untuk dihilangkan, karena akar pada tumbuhan sudah sangat mengakar. Seandainya kalau ada cita-cita bersama dengan keseriusan yang sangat tinggi dibantu dengan kejujuran dalam penyelasaian rasanya kemiskinan akan menghilang.

Kembali terlihat si miskin yang begitu nestapa atas apa yang terus dipertontonkan. Tersenyum wajah dari baliho membuat si miskin merasa bahagia karena ada yang mewakili atas kebahagiaannnya. Kesejahteraan merupakan cita-cita bersama yang dulu pernah dikatakan oleh pendiri bangsa kita dalam pidatonya "bahwa tidak ada rakyat miskin ketika kita sudah disebut merdeka". Ternyata kemerdekaan baru kita rayakan dengan seksama, seluruh lapisan ikut merayakan kebahagiaan kemerdekaa. Terlihat pada raut wajah perayaan kemerdekaan sangat bahagia dirasakan oleh seluruh lapisan.

Kemerdekaan yang sering dirayakan ternyata sudah melampaui setengah abad, usia yang bukan lagi muda untuk menunaikan cita-cita bersama. Tapi cita-cita itu tak pernah ingin diwujudkan, hanya terwujud dalam tulisan baliho yang dipamerkan setiap musim tahunan. Setiap orang memiliki keinginan untuk hidup sejahtera, kehidupan sejahtera harus diwujudkan bukan hanya sebatas angan-angan semata.

Si miskin dalam hatinya berbisik, kemiskinan seolah menjadi komoditas yang menguntungkan untuk dipamerkan. Menyadari bahwa dirinya sebatas komoditas para photografer yang akan di pamerkan di baliho-baliho jalanan. Kalau kemiskinan sebagai komoditas yang menguntungkan pada setiap tahunnya, pantesan kemiskinan harus dirawat tak boleh hilang.

Kemiskinan akan melahirkan generasi yang tak mampu mengeyam bangku pendidikan, ketidakmampuan itu juga akan melahirkan generasi yang memperlihatkan kualitas sumber daya manusia. Kembali dalam lamunan si miskin di samping gubuknya, melihat baliho yang terpampang melebihi besar dari gubuk miliknya. 

Tak ada yang perlu diharapkan dari baliho-baliho itu, hanya sebatas ganti orang saja yang terpampang pada poto itu. kemiskinan ini sangat menggiurkan untuk dipamerkan setiap musim, si miskin juga berpikir. Kalau kemiskinan dan kebodohan yang dihentaskan kenapa setiap musim harus kemiskinan yang harus dipamerkan.

Hal yang selalu dipamerkan pada baliho itu berpoto dengan kemiskinan selalu hal yang dipuji untuk dipamerkan. Setiap masa selalu ada jargon yang dipamerkan entah itu "perubahan", "kemajuan" dan jargon yang lainnya. Jargon perubahan dan kemajuan untuk memberantas kemiskinan selalu menjadi garda terdepan. Semuanya memamerkan kepada kepedulian yang diberikan kepada kemanusiaan. Apa jadinya kalau kemanusiaan juga harus dijual untuk mencari simpati bukan berjuang atas kemanusiaan sejati.

Si miskin kembali melanjutkan lamunan, apa yang ingin orang lakukan atas baliho itu, si miskin merasa tersinggung dengan setiap hal yang dipamerkan atas nama kepeduliaan. Lamunan yang tak tau kapan selesainya sandiwara ini selesai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun