Dalam Tulisannya Jan Van Der Veken "The Future of Religion and The Religion of the Future" memulai kalimat pembuka dengan mengutip ramalan  Max weber  "bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi  pasti akan mengarah pada kehancuran agama" kalimat dari Max Weber ini sering disebut dengan teis sekuler. Selalu saja ilmu pengetahuan kita benturkan dengan agama. Apakah kemajuan peradaban itu hadir daripada kita meninggalkan agama? Tentu kita bisa katakan bahwa itu merupakan kekeliruan karena pernah lahir sebuah peradaban yang gemilang itu merupakan karena ada keserasian antara Ilmu pengetahuan dan agama.
Agama yang sering dikaitkan dengan sebuah takhayul hasil daripada imajinasi manusia tentang suatu hal yang supranatural. Sebagaimana dalam sebuah tafsir tentang agama dari seorang cendekiawan agama adalah bahwa kepercayaan akan takhayul, agama berperan menunjukan komitmen seseorang terhadap agamanya (Diamond, 2018:435). Â Sehingga dalam perkembangannya akan lahir sebuah agama yang disebut dengan agama rasional yang merupakan perlawanan daripada sebuah agama takhayul.Â
Kehidupan manusia yang terus mengalami sebuah evolusi dan revolus, diikuti dengan evolusi dan revolusi sebuah agama. Seperti yang dikatakan oleh Jared Diamond dalam bukunya  The World Untill Yesterday melihat sebuah evolusi keagamaan yang berawal memiliki sebuah fungsi sebagai sebuah penjelasan, penjelasan akan sebuah fenomemana alam sehingga perkembangannya penjelasan ini diambil alih oleh sains. Selain fungsi penjelasan agama juga dalam pekembangannya sebagai sebuah meredakan kecemasan.Â
Ketika orang-orang telah melakukan segala sesuatu yang secara realistis berada dalam kemampuan mereka, saat itulah mereka paling mungkin berpaling pada do'a, ritual, upacara, persembahan kepada dewa, bertanya kepada peramal dan dukun, membaca firasat, tidak melanggar tabu dan melakukan sihir (Diamond, 2018:439). Selain daripada itu kaum Positivis Logis semacam A.J. Ayer (1910-1991) bertanya apakah ada gunanya percaya kepada tuhan karena dengan ilmu alam merupakan satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat diandalkan karena dapat diuji secara empirik (Armstrong, 2021:555).
Selain daripada memjamur nya ungkapan para ilmuwan dan pemikir yang menyangsikan akan keadaan peran tuhan di bumi misalnya Sartre, Nietzsche, hawking dan masih banyak yang lainnya. Jan Van Der veken juga mengatakan kristen adalah agama yang membuka jalan menuju kontemporer situasi non-religius dan humanisme sekuler. Perubahan pandangan manusia yang begitu tajam dimana agama tradisional mengajarkan bahwa kita mesti menyesuaikan diri dengan gagasan tuhan tentang kemanusiaan untuk menjadi manusia yang utuh. Karena ada kesalahpahaman bahwa semakin manusia peduli kemanusiaan harus juga menjadi seorang ateis.
Agama yang selalu mengedepankan akan nilai-nilai yang terus menghilang karena perkembangan modernisasi dan  teknologi. Pembahasan mengenai modernisasi sudah sangat menjamur dalam dunia akademik dan tak lupa yang disertai dengan krisisnya. Tantangan yang terus berkembang dalam abad-21 menjadikan kita terus mencari sebuah solusi bagaimana mengatasi itu semua. Ilmu pengetahuan yang terus berkembang sehingga menciptakan beragam macam teknologi dalam memudahkan aktivitas kehidupan manusia.Â
Di dalam masyarakat Modern yang berteknologi tinggi, manusia menghadapai mekanisasi kerja. Alat-alat produksi baru yang dihasilkan oleh teknologi Modern dengan proses mekanisasi, otomatisasi, dan standarisasinya ternyata menyebabkan manusia cenderung menjadi elemen yang mati dari proses produksi (Kuntowijoyo, 2006:115) Teknologi menjadikan manusia kehilangan akan makna tentang dirinya, sehingga menjadikan manusia hanya sebatas seperti mesin modern yang hanya ada kehampaan. Manusia modern mengalami kehampaan spriritual, krisis makna, dan legitimasi hidup, serta kehilangan visi dan mengalami keterasingan (alienasi) terhadap dirinya sendiri (Haidar Bagir, 2006:54). Krisis itu hanya bagian terkecil dari sebuah krisis besar yang dialami oleh manusia.
Manusia yang tadinya merdeka yang merupakan sebuah pusat dari segala sesuatu kini telah mengalami kehilangan makna, itu semua akibat kehilangan harapan dari Renaissans. Cita-cita renaissans adalah mengembalikan lagi kedaulatan manusia yang selama berabad-abad telah terampas. Kehidupan ini berpusat pada manusia, bukan pada Tuhan (Kuntowijoyo, 2006:114).Â
Menurut Sayyed Husein Nasr Krisis-krisis eksistensial ini bermula bermula dari pemberontakan Manusia terhadap Tuhan. Kehidupan religius dapat dibagi kedalam tiga periode yaitu periode keimanan, pemikiran dan penemuan (Ikbal, 2021:239).
Jan Van Der Veken dalam akhir tulisannya menyimpulkan dengan wawasan yang dalam dan indah dari A.N. Whitehead: "Masyarakat yang tidak dapat menggabungkan rasa hormat pada simbol dengan kebebasan revisi, pada akhirnya harus membusuk baik dari anarki, atau dari atrofi lambat dari kehidupan yang tertahan oleh bayang-bayang yang tidak berguna". Kekristenan adalah satu-satunya agama yang tidak menghindari konfrontasi dengan Pencerahan agama yang merupakan sumber nilai, agama yesus merupakan agama cinta hasil daripada perwujudan sifat ilahi dalam cinta, dan dorongan yang dikomunikasian agama, hanya dorongan untuk dicintai dan mencintai (Menzies, 2021:441).