Pilpres 2014 sudah lama berlalu. Ya, sudah 2 tahun lebih, tetapi pada gelaran Pilpres kali inilah  polarisasi para pendukung capres cawapres begitu sangat mengkristal. Bahkan setelah Jokowi dilantik dan bekerja sebagai Presiden Republik Indonesia 2014-2019 pun suara suara kritikan (yang ini sih perlu), celaan, pernyataan kebencian (hate speech) , ujaran ujaran menjurus fitnah maupun aktivitas lain berbau permusuhan seperti tidak pernah berkesudahan.Â
Mungkin saat masa kampanye pilpres  adalah hal yang wajar hal hal diatas dilakukan sebagai salah satu strategi menjatuhkan suara lawan politik, tetapi sangatlah aneh bahkan setelah Pilpres selesai untuk waktu yang lama negara ini seperti tak pernah akur. Tidak hanya di tingkatan elit, di level grass root atau pendukung dibawahnya pun konten konten kebencian masih sering menghiasi.  Berbeda dengan  pilpres 2004 dan 2009, sepertinya ribut ribut hanya di tataran elitnya saja (Koalisi SBY/Setgab vs PDIP dan Gerindra sebagai oposisi) tetapi di bawahnya sih adem adem saja.
Pendukung Capres Prabowo Subianto yang dimotori oleh Gerindra dan PKS dalam koalisi Merah Putih (KMP) sampai dengan sekarang sering disebut di sosial media dengan istilah Panasbung (Pasukan Nasi Bungkus). Menurut saya kebanyakan berisi kader dan simpatisan PKS dan Gerindra sedangkan pendukung Jokowi dan Partai Pendukungnya sering disebut istilah Panastak (Pasukan Nasi Kotak). Kebanyakan  menurut saya bukanlah orang orang partai  politik pendukung Jokowi tetapi mereka yang merupakan individu individu yang kesemsem dengan sosok Jokowi serta sukarelawan sukarelawan terorganisir sosial media yang mendukung Jokowi pada gelaran Pilpres 2014.
 Dan, walaupun sekarang peta politik telah berubah dimana Golkar, PAN dan PPP yang sebelumnya di KMP sekarang menjadi pendukung pemerintah (Demokrat menjadi penyeimbang), tetapi dikarenakan pendukung Gerindra dan PKS lah inti utama dari KMP (Panasbung), maka wajar Panasbung masih belum hilang dan perang belumlah usai, apalagi Gerindra dan PKS masih tetap menyatakan oposisi terhadap Jokowi.
Dengan keberhasilan Jokowi menjadi Presiden pada saat menjabat Gubernur DKI Jakarta, akan membuat medan pertempuran selanjutnya tentu akan muncul di Pilgub DKI Jakarta. Dari sisi elit  kita melihat para sesepuh politik pada turun gunung seperti Megawati, SBY, Prabowo bahkan Amin Rais muncul menjadi king maker di Pilgub Jakarta kali ini secara langsung. Tokoh tokoh ini sepertinya melihat bahwa gelaran Pigub DKI Jakarta adalah pintu untuk meraih tujuan tujuan selanjutnya pada Pilpres tahun 2019. Hal inilah yang membuat para pengamat mengatakan bahwa Pilgub DKI Jakarta seperti rasa Pilpres. Â
Panasbung vs Panastak Jilid II
Selain di tataran elit di tataran pendukung kandidat juga terjadi hal yang sama. Konfigurasi para kandidat Cagub dan Cawagub serta Partai politik pendukungnya semakin mempertegas bahwa perang Panasbung vs Panastak Jilid II akan kembali terjadi.Penyebab utamanya menurut saya kandidat yang merupakan petahana yang bernama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok!. Kenapa begitu?.
Pertama  Ahok adalah petahana Gubernur DKI Jakarta yang paling seneng bikin ribut (bikin rame). Seneng ribut sama DPRD (Partai Politik), ribut sama bawahannya (Yang dianggap ga beres dipecat pecatin), ribut sama menteri tertentu, ribut dengan tokoh tokoh politik dan lainnya. Bagi para maling maling APBD yang ada di DPRD dan Pemprov DKI, Ahok membuat periuk periuk emas mereka melayang begitu saja, padahal mereka biasa berpesta pora dengan uang uang rakyat dari APBD.Â
Selain itu Ahok seperti terbiasa berkata kasar ataupun mengungkapkan kemarahan di depan media.Hal ini  bertolak belakang dengan karakter orang Indonesia yang terkenal santun (katanya). Perangai dan aktivitas Ahok ini selalu menjadi makanan menarik bagi para awak media sehingga nama Ahok selalu menjadi pemberitaan berbagai media massa dan televisi. Wajarlah banyak yang pada akhirnya membenci Ahok.
Kedua, Ahok merupakan pendamping Jokowi saat menjabat Gubernur DKI Jakarta. Nama Jokowi sangat melekat dengan Ahok, maka wajar  siapa yang membenci Jokowi umumnya membenci Ahok. Apalagi sejak Ahok menyatakan keluar dari Partai Gerindra, Partai yang Capresnya menjadi rival Jokowi, maka kebencian terhadap Ahok seyogyanya adalah kebencian kepada Jokowi. Ditambah pada gelaran Pilgub kali ini terlihat posisi Jokowi yang berkepentingan atas menangnya Ahok.
Ketiga, Ahok berasal dari minoritas keturunan Tionghoa dan beragama Kristen. Ini yang menurut saya  menjadi penyebab utama konfigurasi partai politik pendukung Cagub dan Cawagub kali ini. Kenapa?. Lihat saja partai partai Islam yang sekarang menjadi partai partai mendukung Jokowi (kecuali PKS). Partai-partai menyatakan ada di blok yang berlawanan dengan Ahok. Saya membayangkan bila Ahok bukan keturunan Tionghoa dan beragama Islam, maka menurut saya dan tentu saja saya haqqul yakin, semua Partai Islam yang merupakan partai pendukung pemerintahan Jokowi sekarang akan mendukung Ahok karena potensi memenangkan Pilkada yang lebih besar dan mudahnya Jokowi meyakinkan Partai pendukungnya untuk mendukung Ahok.Â
Tidak akan ada koalisi kekeluargaan, dan andaikata Ahok bukan keturunan Tionghoa dan beragama Islam (minimal menjadi mualaf), saya yakin konfigurasi hanya akan ada dua calon yaitu Ahok dengan Partai partai pendukung pemerintah vs kandidat Gerindra dan PKS dengan Partai Demokrat akan kembali menyatakan sebagai penyeimbang (alias penonton saja) dan tidak mengajukan calon karena hanya ada 10 kursi di DPRD DKI Jakarta hingga tidak akan muncul nama Agus Harimurti Yudhoyono dan Slyvia Murni (SBY, Prabowo dan Megawati merupakan kutub yang selalu terpisah)
Ya, karena Ahok keturunan Tionghoa, konfigurasi kandidat di Pilgub DKI Jakarta menurut saya akan kembali memunculkan para haters dan lovers. Ahok lovers adalah mereka yang juga kebanyakan Jokowi lovers, pun begitupun Ahok haters adalah Jokowi haters. Maka saya berkeyakinan bahwa selain negative campaign dan black campaignisu isu seputar SARA masih akan menghiasi sosial media pada gelaran Pilgub DKI Jakarta kali ini kendatipun sekarang Polri sudah menyatakan akan memantau cuitan berbau SARA dan ucapan kebencian (hate speech) di sosial media. Jokowi yang notabenenya beragama islam saja saat kampanye Pilpres dulu sering diserang dengan isu agama, apalagi Ahok yang jelas jelas minoritas Tionghoa.   Â
So, selamat datang kembali panasbung dan panastak!..Jadilah pendukung yang cerdas dengan kritikan, dan hati-hati, jangan sampai ditangkap polisi gara gara cuitan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI