Mohon tunggu...
suryana asep
suryana asep Mohon Tunggu... -

nongkrng

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Utamakan Panja daripada Pansus, RI Kecolongan Lagi

12 Februari 2016   14:54 Diperbarui: 12 Februari 2016   15:34 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiga bulan sudah kasus “Papa Minta Saham” bergulir dan menjadi fokus pengusutan oleh Kejaksaan Agung. Tetapi, sampai saat ini kasus tersebut belum ada kemajuan walaupun Setya Novanto sudah dua kali datang memenuhi panggilan Kejaksaan Agung. Kejaksaan Agung seolah buntu untuk memecahkan kasus yang sampai saat ini hanya memiliki satu alat bukti, yaitu keterangan dari Maroef Sjamsuddin, mantan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia.

Apabila kita amati perkembangan kasus yang menjerat Setya Novanto saat ini, seharusnya tidak perlu lagi DPR mengusung Panja guna menyelamatkan Setya Novanto, walau bagaimanapun kasus yang menjerat Setya Novanto minim alat bukti, jadi masih kecil kemungkinan untuk menjerat Novanto menjadi tersangka apalagi menjadi terdakwa. Saat ini status Setya Novanto masih saksi, dan prosesnya pun masih dalam tahap penyelidikan. Tahap penyelidikan saja sudah sulit mencari alat bukti, jadi akan makin sulit untuk ke tahap selanjutnya yaitu penyidikan. Hal yang akan terjadi justru malah kasus ini ditutup karena sudah melewati batas waktu penyelidikan.

Sebenarnya untuk apalagi DPR sibuk mengurus Panja penyelamatan Setya Novanto, lebih penting yang seharusnya menjadi fokus DPR adalah pembentukan Pansus untuk membongkar mafia-mafia Freeport yang sebenarnya. Akibat dari DPR sibuk mengurus Panja, pembentukan Pansus menjadi terabaikan. Selain itu, gerak-gerik Pemerintah dalam menangani Freeport menjadi tidak ada yang mengawasi, karena DPR sedang sibuk menyelamatkan rekan sejawat mereka. Alhasil, Soedirman Said dengan leluasa mengeluarkan perpanjangan izin ekspor konsentrat bagi Freeport, meskipun Freeport belum memenuhi 2 syarat yang diajukan oleh Pemerintah. Syarat pertama yaitu Freeport harus menyerahkan uang sejumlah US$ 530 untuk pembangunan fasilitas pengelolaan dan pemurnian atau smelter. Syarat kedua,  Freeport Indonesia harus membayar biaya bea keluar sebesar 5%.

Untuk ke sekian kalinya Indonesia kecolongan lagi, izin ekspor konsentrat dikeluarkan oleh Kementrian ESDM tanpa ada feedback dari Freeport untuk Indonesia, bahkan dua syarat yang sebelumnya diminta pemerintah pun tidak dipenuhi Freeport hingga izin ekspor itu keluar. Sungguh miris melihat kondisi seperti ini, andai saja DPR mengutamakan pembentukan Pansus daripada Panja, mungkin RI tidak akan kecolongan lagi karena setiap hal yang menyangkut Pemerintah dan Freeport diawasi dengan seksama oleh Pansus.

 

Source:

Satu Dua

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun