Mohon tunggu...
Anton Surya
Anton Surya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana

Pengelana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pencerahan Waisak, antara Biksu Tong Versus Sun Go Kong

28 Mei 2021   14:52 Diperbarui: 28 Mei 2021   14:57 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia sastra Tiongkok ada empat karya sastra termasyur sepanjang masa yang semuanya ditulis era klasik adalah : Kisah Tiga Kerajaan, Batas Air, Perjalanan ke Barat dan Impian dari Paviliun Merah. Kisah Sun Go Kong merupakan adalah tokoh dalam cerita Perjalanan ke Barat (Journey to West). Kisah Sun Go kong yang mengiringi Biksu Tong Sam Cong (Xuan Zang) menjadi sangat populer di dunia. Kisah ini sudah diangkat menjadi karya film yang ternyata juga banyak digemari penonton, tidak terkecuali penonton Indonesia.

Perjalanan ke Barat lebih dikenal dalam karya fiksinya dibanding kisah aslinya. Dalam kisah fiksi dimana Biksu Tong digambarkan sebagai seorang biksu lemah dan pendiam sehingga perjalanan perlu dikawal oleh tiga siluman yang memiliki kekuatan supranatural. Cerita fiksi itu sendiri mengaburkan karakater asli Sang Biksu. Kisah sesungguhnya adalah perjalanan seorang biksu dalam mencari kitab suci ke India (Nalanda). 

Karakter asli Biksu Tong adalah seorang mandiri, memiliki kemampuan berkomunikasi yang luar biasa, pembelajar yang tangguh, dan visioner. Xuan Zang dilahirkan dan dibesakan pada era dimana Tiongkok dalam kondisi chaos. Suasana kacau terjadi karena sedang terjadi pergantian dinasti Diaman Dinasti pada kekaisaran Tiongkok dari Sui menjadi Tang. Peperangan dan kelaparan mewarnai kehidupan sehari-hari. Selain itu perdebatan mengenai tafsir kitab suci (Buddha) juga tidak kalah sengit dikalangan para Biksu. Tong Sam Cong (dalam logat Hokian untuk Xuan Zhang) merasa perlu untuk mencari naskah asli dari kitab suci Buddha yang selalu menjadi perdebatan. 

Meski banyak rintangan yang menghambat seperti larangan dari Kaisar Tiongkok untuk melintas perbatasan barat negeri karena dikawatirkan akan menjadi informan bagi negara asing. belum lagi medan yang harus dilalui teramat sangat berat (dari panas ekstrim di gurun pasir hingga dingin ekstrim pegunungan Himalaya) tidak mengurangi tekad Sang Biksu.

Biksu Tong melakukan perjalanan sendirian, dengan tekad suci dia melakukan perjalan dengan menggunan ransel bambu seperti penggambaran dalam film. Latihan spiritual yang sering dilakukan membentuk pribadi kuat Biksu Tong.  Selama 17 tahun melakukan perjalanan sepanjang kurang lebih 10.000 kilometer yang melewati belasan kerajaan hingga akhirnya kembali ke negeri Tiongkok membutuhkan energi dan mental yang kuat. 

Serangan begal, kelaparan dan kecelakaan dalam perjalanan sering dihadapi Biksu Tong. Kemampuan berbicara yang baik dari Biksu Tong mampu membauat para penguasa lokal terpesona sehingga memudahkan perjalanan beliau, meskipun demikan, Dia tidak pernah meminta fasilitas yang istimewa meski banyak raja menawarkan. 

Setelah 17 tahun melakukan perjalanan, Dia kembali kenegeri Tiongkok dan masih harus meminta dan menunggu amnesti dari kaisar (Tang) atas pelanggaran melakukan perjalanan keluar dari negeri Tiongkok.  Sehingga akhirnya Kaisar memberi pengampunan dan memberi fasilitas kepadanya dapat melakukan peterjemahan kitab suci Buddha kedalam bahasa Tiongkok. 

Audiensi Biksu Tong di hadapan Kaisar dari Dinasti Tang mempunyai pengaruh yang luas. Pengaruh Biksu tidak sekedar mengambil dan menterjemahkan kitab suci tetapi juga membuka wawasan orang Tiongkok kepada dunia luar.  Dorongan agar Tiongkok bisa membuka diri kepada dunia luar semakin kuat sehingga jalur sutera yang selama ini tertutup menjadi terbuka. 

Efeknya Tiongkok memasuki era keemasan agama Buddha. Kemudian Tiongkok menjadi negara terbuka, maju dan terkemuka didunia saat itu tahun-tahun berikutnya. Selain itu buku yang ditulis sendiri oleh Biksu tentang perjalanan ke Barat menjadi rujukan tentang kondisi negara dan kota pada masa itu, bahkan hingga kini.

Meski di satu sisi sifat pengawal Biksu Tong adalah penggambaran sifat manusia, misalnya Sun Go Kong adalah perwujudan sifat manusia yang kuat, cerdas, memiliki banyak kemapuan, tapi memiliki sifat sombong, nafsunya untuk selalu menang telah menjerumuskan hidupnya. 

Sementara Cu Pat Kay adalah perwujudan sifat manusia yang sukses, berkarier cemerlang, bahkan mencapai puncak karier, namun sifatnya yang terlalu disetir oleh hawa nafsu terhadap wanita telah membuatnya terjerumus pada sifat Babi. Sedangkan Wu Ching adalah penggambaran manusia yang penurut, rajin, tidak memiliki ambisi selain pengabdian, namun bodohnya berlipat-lipat, akhirnya juga terjerumus dalam kesengsaraan. 

Karena kisah fiksi Perjalanan ke Barat lebih dikenal sehingga mengaburkan peranan seorang tokoh hebat yang bernama Tong Sam Cong (Xuan Zhang). Pencerahan buddhis yang dialami seorang Tong Sam Cong mampu membawa pengaruh baik pada dunia tidak sekedar menjadi seorang biksu tetapi juga menjadi diplomat perdamaian kepada dunia diluar Tiongkok. 

Semoga jalan hidup seorang Biksu di era Dinasti Tang dalam memberi teladan bagi kemanusiaan dan kegigihan berjuang untuk perdamaian membuat kita terdorong untuk melakukan hal yang baik, tidak hanya terbatas kepad umat Buddha tetapi kepada kita semua. Selamat hari  Trisuci Waisak buat kaum Buddhis Indonesia dan dunia.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun