Menikah adalah sesuatu yang mudah diucapkan tapi sulit dilakoni. Menikah berarti menyatukan dua orang yang berbeda dalam satu rumah. Saat berpacaran atau saat mengadakan pendekatan perbedaan karakter dan sikap cenderung tertutupi atas nama cinta.Â
Saat sejoli sudah disatukan dalam satu atap dan satu ranjang, semua yang ditutupi terbuka semua. Saya sering menyaksikan pasangan muda (kerabat saya) yang menikah di usia muda, tahun-tahun awal menikah dipenuhi dengan konflik padahal saat berpacaran mereka dikenal sebagai pasangan yang ideal dengan segala kedekatan dan kekompakan serta kemampuan ekonomi. Misalnya yang pria tampan dan wanita cantik, Pria mapan-wanita anak orang kaya, sama-sama sudah punya usaha dan pekerjaan yang bagus. Tapi itu semua tidak menjamin pernikahan yang harmonis atau langgeng.Â
Menikah bukan sekedar teori atau impian jika menikah saya akan melakukan ini dan itu, tetapi menikah kita menikah itu kita naik kelas dengan segala sesuatu yang baru yang kondisinya berbeda dengan pacaran, artinya kita memulai semua dari nol.Â
Dunia rumah tangga bukan dunia yang selalu manis tetapi juga harus melakoni proses kepahitan, itu semua harus dijalani bersama karena kelas baru yang mengharuskan kerja kelompok dari dua manusia yang bernama pria dan wanita.Â
Rumah tangga adalah dapur peleburan dua manusia yang berbeda yang telah dijadikan satu oleh pernikahan. Dapur peleburan itu tempat yang panas yang akan melelehkan semua perbedaan dan ego untuk menghasilkan perhiasan yang indah. Proses pelelehan itu seringkali gagal yang disebut perceraian. Banyak hal yang mengakibatkan perceraian, saya tidak bisa sebutkan satu persatu.
Pernikahan bagi saya bukan untuk mencari yang ideal atau harmonis, bagi saya menikah adalah menyatukan dua manusia yang berbeda untuk saling belajar. Saya menikah usia 37 tahun dan istri usia 29 tahun, saat ini usia pernikahan kami baru masuk usia 9 tahun dengan satu anak. Selama berumah tangga, kami tidak segan untuk belajar dan bertanya kepada yang lebih tua jika mengalami masalah dalam pernikahan.Â
Menikah juga kita harus mengecilkan ego saat sedang tertekan atau marah, karena kita juga tidak tahu perasaan pasangan kita jika sedang kondisi tidak nyaman karena pada dasarnya kita manusia yang berbeda dengan latar belakang berbeda.Â
Menyelesaikan masalah dengan kepala dingin selalu saya lakukan jika bermasalah dengan istri. Jika saya berada dalam tekanan baik pekerjaan maupun keuangan saya cenderung diam hingga bisa mendinginkan kepala dan berkomunikasi dengan kata-kata yang baik kepada istri.Â
Saya beberapa kali terkejut melihat kerabat kami yang mengajukan perceraian padahal usia pernikahanya di bawah kami, kami sering menasehati, ingat anak, jika kalian bercerai, apakah jika kamu bercerai akan dapat pasangan yang lebih baik, Apakah dengan bercerai anak dijamin akan diperlakukan baik dengan pasangan kita ?Â
Lebih baik dengan yang sekarang karena adaptasinya sudah berjalan, jika dengan yang baru harus adaptasi lagi. Bukan hal mudah adaptasi dengan pasangan baru.Â
Jika sedang dalam kondisi susah ya dilakoni sebagai proses serta terus beri semangat kepada pasangan untuk tidak menyerah. Kondisi susah secara ekonomi itu adalah sebuah keniscayaan, jalani saja karena pasti akan menemukan jalan keluar pesan ibu saya asala saling menopang.Â
Dalam berumah tangga, hal kecil bisa memancing keributan besar, apalagi hal besar. Tapi saya selalu ingat nasihat nenek "jika menikah itu jangan cari siapa yang salah tapi cari jalan keluar dari masalah" maka pernikahanmu akan langgeng. Artikel pernikahan dari orang yang sedang belajar berumah tangga.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H