Sejak dulu nenek moyang orang Dayak (khususnya Kanayatn) juga melangsungkan perayaan tahunan yang disebut Balala.Â
Tidak ada penjelasan yang pasti jejak sejarah Balala, sangat mungkin ada pengaruh dari Hinduisme karena Kerajaan Hindu tertua berada di Kalimantan dan beberapa kerajaan Hindu juga pernah berdiri di Kalimantan Barat.Â
Orang Dayak mempercayai Balala sebagai warisan nenek moyang.Â
Orang Dayak dari dahulu sangat menghormati adat sebagai pranata sosial yang bisa membuat hubungan vertikal dengan Jubata (Tuhan) dan hubungan horizontal (sosial) dengan sesama menjadi baik dan teratur.Â
Balala dimaksudkan untuk menangkal wabah penyakit. Biasanya dilakukan pada pertengahan tahun.
Saat pergantian musim kemarau ke musim hujan dimana banyak warga yang sakit. Mereka berasumsi mungkin jubata (Tuhan) marah karena dosa yang diperbuat manusia, misalnya karena tidak mengindahkan tempat-tempat sakral seperti hutan tua (hutan larangan) atau Kuburan tua (kuburan nenek moyang).Â
Bisa juga banyak terjadi perbuatan jahat terjadi dalam masyarakat, misalnya pencurian, perkelahian, perselingkuhan, dan lain-lain atau disebabkan kesalahan lainnya yang berupa pelanggaran adat seperti salah ucapan.Â
Kemarahan Jubata berwujud penyakit yang kemudian direspon warga dengan meminta maaf dalam upacara Balala. Ritual Balala berlangsung 4 hari. Satu hari penuh tidak boleh keluar rumah, tidak boleh ada yang keluar atau masuk kampung.Â
Sedangkan 3 hari berikutnya tidak boleh memetik tumbuhan apapun, mengambil buah. Tiga hari ini disebut "ngalayu". Prosesi upacara Balala ini dimulai dengan berdoa dari rumah ke rumah.Â