Merebaknya Virus Corona atau yang lebih di kenal dengan Covid-19 membuat resah banyak orang, termasuk orang Dayak. Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang mempunyai berbagai tradisi untuk menghadapi beragam masalah kemasyarakat.
Bagi Orang Dayak Adat harus didahulukan dalam menyelesaikan masalah sosial. Dalam menghadapi penyebaran Covid mereka berinisiatif mengadakan Balalak atau tutup kampung.
Ritual Balalak atau Basamsam sudah dilakukan sejak jaman nenek moyang. Tidak ada catatan resmi sejak tradisi ini ada. Menurut catatan seorang misionaris setidaknya ritual ini sudah hadir sejak 200 tahun lalu.
Hingga kini tradisi ini masih lestari terutama untuk sub Suku Dayak Kanayatn. Beberapa sub suku Dayak memang tidak mengenal tradisi ini.Â
Tetapi bagi orang Kanayatn, Balalak harus dilakukan jika ada kejadian luar biasa seperti merebak wabah penyakit yang menjangkiti manusia. Contohnya kini (21/22 Maret 2020) di Seluruh Kabupaten Landak dan beberapa daerah di Kalimantan Barat sedang diadakan Balalak.Â
Balalak itu sendiri tidak bisa sembarangan dilakukan, harus melalui persidangan atau rapat adat yang dihadiri oleh pemangku adat yang dipimpin oleh Timanggong (tumenggung). Semua yang hadir boleh berpendapat untuk menilai layak dan tidaknya Balalak diadakan.
Rapat seringkali berjalan alot antara pro dan kontra, tetapi bagi masyarakat Dayak yang sudah sejak dahulu sudah menjadi masyarakat egliter, perbedaan itu menjadi hal yang biasa. Kepemimpinan seorang Timanggong akan terlihat dalam menengahi perbedaan yang terjadi.
Setelah disetujui dalam rapat maka Balalak pun akan dilaksanakan. Balalak berarti melarang semua aktifitas diluar rumah. Setiap jalan kampung harus ditutup portal yang di tandai oleh pabayo.  Pabayo adalah bambu atau kayu yang diraut oleh pisau khusus (insaut).
Semua orang dilarang keluar rumah kecuali orang yang dipilih oleh rapat untuk menjadi "polisi adat." Jika ada yang kedapatan melanggar akan akan dikenai denda adat setelah melalui persidangan.Â