Kalimantan Barat ada berita viral mengenai kriminalisasi peladang di Kabupaten Sintang yang mungkin berita tidak terekspos keluar daerah, Tetapi disini menjadi pembahsan masyarakat lokal, terutama Dayak.
Pembicaraan hal ini menjadi topik baik di dunia nyata maupun grup-grup media sosial. Sebenarnya proses pengadilan terhadap peladang juga terjadi hampir di seluruh Kalimantan.
Tetapi proses pengadilan di Sintang menjadi yang paling ramai  karena gelombang demo untuk memprotes kriminalilasi peladang karena dianggap sebagai penyebab karhutla (kebakaran hutan dan lahan) tidak perna berhenti  selama sidang berlangsung. Puncaknya pada Tanggal 9 Maret 2020 saat vonis dibacakan. Beragam elemen masyarakat terutama Dayak datang menuju Sintang.
Menurut teman-teman di lapangan menyatakan bahwa masyarakat Dayak dari seluruh Kalimantan hadir di Sintang sebagai aksi solidaritas. Teman saya dari DAD (Dewan Adat Dayak)Kalimantan Tengah memberi tahu via telepon mereka sudah mempersiapkan anggota hadir sebagai rasa solidaritas tetapi saya mengatakan mohon maaf tidak bisa mendampingi karena sedang merawat istri yang baru kecelakaan.Â
Menurut cerita nenek kami bahwa berladang dengan cara membakar lahan sudah terjadi sejak ratusan tahun sebelum dia lahir. Orang Dayak sudah memiliki pengetahuan tentang lahan yang layak untuk dibakar.
Mereka menghindari lahan gambut untuk dibakar, karena mengandung air yang tinggi dan sulit dipadamkan jika terbakar. Mereka memilih tanah merah atau tanah kering dan dibuat pembatasnya sebelum membakar.
Jika mereka tanpa batas maka mereka akan dikenakan denda adat yang tidak sedikit karena membahayakan anggota masyarakat yang lain. Masyarakat adalah masyarakat guyub dimana proses pembakaran harus melibatkan banyak orang.
Paguyuban gotong royong untuk bertani pasti ada adalam setiap kampung Dayak. Biasanya berbentuk arisan kerja dimana anggota yang terdaftar harus ikut kerja, jika berhalangan hadir maka diharuskan membayar dalam bentuk uang. Setiap proses berladang adalah hajatan bagi orang Dayak.