Mohon tunggu...
Suryadi Maswatu
Suryadi Maswatu Mohon Tunggu... Jurnalis - Kita sama, kita satu, kita indonesia

Kemiskinan Sejati bukanlah semalam tanpa makan, Melainkan sehari tanpa berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gerakan Mahasiswa Makassar Ukir Sejarah Baru

25 September 2019   01:02 Diperbarui: 25 September 2019   01:50 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Kaka Yadhi-Mas (Mantan Parlemen Jalanan)

MAKASSAR - "Mahasiswa tidak selamanya selalu benar, mereka masih sedang belajar. Namun, mahasiswa bukan siswa biasa. Mereka sudah terbiasa lantang bicara dan berteriak di jalanan sebagai julukan parlemen jalanan," demikian pemikiran singkat untuk direnungkan bersama.

Mencermati kondisi sosial kehidupan bernegara saat ini. Berbagai elemen dan mahasiswa sudah mengepung persimpangan jalan demi  kepastian hukum.

Kondisi sosial saat ini juga, mahasiswa hadir sebagai "pahalawan akal sehat" memberikan solusi, agar mereka tidak terbelenggu menikmati indahnya ruang-ruang romantisme dan tidak terninabobohkan oleh keadaan.

Saat ini kesadaran kritis mahasiswa kini mulai membarah. Gerakan Demostrasi mahasiswa di Kota Makassar Sulawesi Selatan kembali akan tercatata dalam lembaran sejarah pergerakan mahsiswa di Indonesia.

Tepat tanggal 24 September 2019 menjadi saksi untuk masa depan generasi kaum intelektual muda. Dimana gelobang aksi terbesar pasca reformasi 1998, kini  terulang di seluru Indonesia. Meskipun usaha mahasiswa dengan berbagai tuntutan, dihalangi oleh aparat sebagai keamanan negara.

Gerakan maahsiswa yang dipelopori oleh aliansi Badan Eksekuti Mahasiswa (BEM) tiap kampus se-Sulsel. Dan Makassar pada khususnya, para mahasiswa dari elemen kampus kembali terun ke jalan dengan berbagai tuntutan sebagai bentut tuntutan aspirasi ke Pemerintah.

Dalam berbagai refrensi. Mahasiswa mememiki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mahasiswa menjadi bagian penting dalam memberikan solusi atau kritikan lewat suara lantang di persimpangan jalan.

Kita semua pahami. Harapan publik saat ini, mahasiswa lah yang menjadi bibit-bibit pejuang selanjutnya yang menjadi Agen of Change di segala bidang, dan menjadi Social Control yang akan terus menjunjung tinggi keterbukaan dan transparansi dalam melaksanakan pemerintahan agar lebih mensejahterakan rakyatnya dan meminimalisir tingkat konflik antara rakyat dan penegak hukum.

Banyak tinta emas mencatat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa.

Tangisan dan jeritan yang di alami rakyat sangat terdengar di berbagai penjuru negri, nmun tak seorang pun dari mereka mahasiswa yang mampu membendung. Kadang-kadang mahasiswa harus memilih turun ke persimpangan jalan sebagai solusi
atas ketertidasan

Dalam bahasa bijak, jika lisan tak mampu untuk menjawab opini yg berkembang, akal sudah tak mampu untuk melahirkan solusi,
maka hanya ada satu kata "SOLUSI" gerakan suara lantang mahasiswa.

Atas kesadaran inilah, ribuan Mahasiswa se-Kota Makassar turun ke jalan swcara berjamaah menggelar orasi terkait penolakan RUU KUHP dan KPK, Selasa 24 September 2019. Para mahasiswa yang berasa dari seluruh kampus di Kota Makassar terus bertahan dan memblokade jalan yang ada di Makassar.

Massa demonstrasi ini mengatakan jika mereka hendak bertahan untuk menduduki kantor DPRD Sulsel demi mendapat kepasrian soal aspirasi yang hendak disampaikan.

"Kami akan terus bertahan sampai kami tembus di kantor DPRD Sulse untuk menyampaikan tuntutan kami terhadap penolakan RUU KUHP dan KPK," demikian kutipan singnat salah seorang orator.

Awal Bentrok hingga Gempuran Gas Air mata:
Awal mulah bentrok Mahasiswa vs Polisi. Akibat dari pemblokiran jalan ini, sejumlah jalan di Makassar harus dialihkan demi menghindari kemacetan. Bahkan sejumlah ruas jalan protokol macet atau lumpuh total.

Akibatnya, aparat ingin jalan lancar harus menagamankan gedung DPRD agar mahasiswa tak boleh masuk. Namun, aksi demonstrasi ribuan mahasiswa Makassar didepan kantor DPRD Sulsel ricuh tiba-tiba dengan aparat kepolisian.

Mahasiswa yang hendak berorasi didepan gedung tiba-tiba terjadi cek-cok keributan dengan aparat keamanan. Sehingga saling melempar batu tak terhindarkan anatara dikelompok mahasiswa vs aparat kepolisian. Dan ratusan mahasiswa ditangkap.

Entah siapa terpancing emosi duluan, sejumlah polisi langsung menembakkan gas air mata ke arah demonstran, disambung water canon ke arah pendemo, otomatis massa aksi berhamburan.

Lantas inilah dimanfaatkan aparat membubarkan mahasiswa dengan cara represif bahkan ada beberapa oknum melempari mahasiswa dengan batu yang berlarian ke arah showroom mobil dan rumah warga berdekatan dengan lokasi bentrokan.

Saat sore juga terjadi blokade jalan di beberapa kampus. Bahkan hingga malam pukul 22.00 wita. Masih ada pihak aparat menyisir mahaiswa di beberapa kampus. Misalnya di UNM, UMI, Unismuh dan Unibos.

Wartawan jadi Korban kekerasan:
Kekerasan terhadap wartawan kembali terjadi saat meliput aksi mahasiswa di gedung DPRD Provinsi Sulsel, selasa (24/9/19). Sedikitnya tiga wartawan dari media online berbeda menjadi korban pada aksi yang berujung bentrok.

Ketiga wartawan yakni Muh Darwien (Antaranews.com), Muh Saiful Rania (Inikata.com) serta Ishak Pasibuan (Makassartoday.com). Penganiayaan terhadap wartawan diduga dilakukan oleh oknum aparat kepolisian yang berada di sekitar jembatan Fly Over Jl Urip Sumoharjo yang menjadi titik aksi para mahasiswa.

Peristiwa tersebut mengundang kecaman dan protes keras dari beberapa asosiasi wartawan, salah satunya datang dari Ikatan Wartawan Online (IWO) Sulsel.

Menurut Zulkifli Thahir, Ketua IWO Sulsel bahwa kejadian seperti itu sebenarnya tidak perlu terjadi lagi, oknum aparat harus sudah mengetahui keberadaan teman teman wartawan di lapangan saat meliput peristiwa.

"Selalu saja terjadi sepertinya aparat tidak bisa mengenali mana wartawan mana demonstran, kan bisa dilihat dari atribut dan ID Cardnya yang pasti digantung dileher teman teman wartawan kok tidak dikenali," geram Abang Chuleq sapaan akrab Ketua IWO Sulsel ini.

Lanjut Abang Chuleq menjelaskan kalau wartawan dalam bertugas itu mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana tertuang di pasal 18 dalam Undang-undang Pers No 40 tahun 1999.

"Wartawan dalam bekerja melalui pasal 4 poin ke 3 berbunyi, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi," jelasnya.

Dilanjutkan Ketua IWO Sulsel bahwa pasal 6 poin a, pers memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. Untuk sanksi, sebagaimana pasal 18 di UU Pers No 40 tahun 1999, pidana paling lama dua tahun penjara atau denda paling banyak 500 juta.

"Kami mengecam dan mendesak kapolda untuk segera mengusut oknum penganiaya wartawan dan diberi sanksi seberat beratnya agar bisa menjadi efek jera dan kejadian ini adalah terakhir kalinya," harap Abang Chuleq.

Sebagai penutup, bahwa mahasiswa sejatinya memikirkan masa depan juga basib bangsa. Sehingga apa menjadi perjuabgan mahasiswa perlu diapresiasi. Mahasiswa bukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang membuat makar sehingga dibarkan paksa, mereka mahasiswa adalah kaum intelektual.

Saatnya menanti kiprah Pesohor mahasiswa. Rakyat yang sudah lelah menunggu datangnya perubahan jangan terus dijanji-janji manis dan hiburan sesaat pengurang kepentingan.

dokpri
dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun