Sampai sekarang sudah tiga kali Kongres Diaspora Indonesia diadakan: Kongres Diaspora Indonesia I diselenggarakan di Long Angeles, Amerika Serikat, pada 6-8 Juli 2012; Kongres Diaspora Indonesia II diselenggarakan di Jakarta pada 18-20 Agustus 2013; dan Kongres Diaspora Indonesia III juga digelar di Jakarta pada 12-14 Agustus 2015. Iven ini akan dilanjutkan secara periodik pada tahun-tahun mendatang.
Diaspora Indonesia termasuk sepuluh besar di dunia. Jumlah mereka diperkirakan ada sekitar 8 juta orang, kurang lebih 3% dari total penduduk Indonesia.
Pemerintah, sejak tahun-tahun terakhir masa pemerintahan Presiden SBY, mulai menyadari pentingnya diaspora Indonesia untuk dimanfaatkan dan diajak bekerja sama membangun negara Indonesia. Hal ini memang agak terlambat dibanding India, misalnya, yang sudah lama memanfaatkan para diasporanya untuk membangun negara terbesar di Asia Selatan itu. Begitu juga dengan Cina, Vietnam, Korea Selatan, dll.
Ada yang berkata: mereka tidak penting-penting amat, masih banyak tenaga dalam negeri yang lebih hebat; nasionalisme mereka dipertanyakan; mereka hanya akan membawa masalah, menjadi orang-orang pengeluh dan minta dilayani dengan fasilitas yang lebih baik jika sudah dipanggil pulang ke tanah air; dan banyak lagi pendapat-pendapat negatif lainnya.
Pandangan seperti itu merefleksikan kecurigaan pihak-pihak tertentu di dalam negeri terhadap diaspora Indonesia, yang boleh jadi disebabkan oleh ketertutupan dan kepicikan pikiran dalam memaknai hidup berbangsa dan bernegara.
Sudah lama pula muncul isu bahwa seringkali status quo di dalam negeri merasa terganggu dengan kepulangan diaspora Indonesia lantaran mereka membawa inovasi-inovasi dan efisiensi dalam administrasi, kebijakan, dan juga keuangan di lembaga-lembaga tempat mereka dipekerjakan.
Dalam kaitannya dengan hal ini, kita juga telah membaca di media tentang pendongkelan Arcandra Tahar dari jabatannya yang dihubung-hubungkan dengan gebrakannya selama minggu pertama dan kedua menjabat sebagai menteri ESDM, yaitu mengefisiensikan nilai kontrak beberapa proyek di bidang migas, yang konon membuat beberapa pihak yang selama ini diuntungkan merasa terancam.
Demikianlah umpamanya, Presiden Jokowi bermaksud memanggil pulang 74 profesor Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat. Presiden meminta bantuan mereka untuk memacu pembangunan di Papua. Namun, segera pula muncul komentar-komentar yang bernada ketidaksetujuan. Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmanto Juwana, misalnya, mengingatkan Presiden Jokowi untuk tidak buru-buru memanggil pulang para profesor itu. Menurutnya orang kampus yang hanya terbiasa dengan penelitian murni tidak selalu cocok dan bisa bekerja dalam birokrasi pemerintahan (oke.zone.com; dikunjungi 20-08-2016).
Kemarin, seorang teman di Amsterdam menghubungi saya untuk meminta kesediaan saya dimasukkan dalam daftar diaspora Indonesia di Belanda. Teman tersebut diminta bantuannya oleh KBRI Den Haag untuk mendata diaspora Indonesia yang bergelar master dan doktor yang bekerja di Belanda.