Ketika Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Dwi-Tunggal Soekarno-Hatta, bentuk administrasi wilayah Indonesia peninggalan Jepang dan Belanda tidak terus diambil alih begitu saja oleh kaum Republiken. Sebagaimana dapat dikesan dalam banyak laporan media lokal semasa (majalah-majalah dan surat kabar-surat kabar), sempat terjadi ‘kekacauan’ di banyak daerah lantaran terjadi pengambilalihan kekuasaan di berbagai level administrasi pemerintahan dari orang-orang yang diangkat oleh Pemerintah Kolonial Belanda (oleh karena itu mereka otomatis dianggap pro Belanda, meskipun dalam kenyataannya tidak semua begitu) kepada orang-orang yang dianggap berada dalam barisan Kaum Nasionalis.Â
Masalah lain yang dihadapi adalah karena masih kurangnya sumber daya manusia yang terdidik yang dapat mengisi berbagai posisi dalam pemerintahan. Sejak level paling atas sampai level paling bawah, di berbagai daerah dalam wilayah Indonesia yang sangat luas itu.
Salah satu level administrasi pemerintahan yang juga mengalami perombakan adalah provinsi (pada masa itu sering ditulis ‘propinsi’). Untuk menata kehidupan politik dan administrasi pemerintahan secepat mungkin, maka Indonesia yang begitu luas hanya ‘dikapling’ menjadi beberapa provinsi saja. Pulau Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi: Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Tengah, dan Provinsi Sumatera Selatan. Pulau Jawa juga dibagi menjadi tiga provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi Jawa Timur. Sementara Ibukota Jakarta bersatus sebagai kotapraja otonom yang dipimpin oleh seorang walikota (waktu itu belum disebut sebagai ‘Gubernur’). Pulau Kalimantan yang begitu luas langsung dijadikan satu provinsi saja: Provinsi Kalimantan. Begitu juga dengan Pulau Sulawesi, juga langsung menjadi satu provinsi: Provinsi Sulawesi. Sedangkan Kepulauan Maluku yang terdiri dari begitu banyak pulau menjadi satu provinsi pula: Provinsi Maluku. Sedangkan pulau-pulau Sunda Kecil dijadikan pula satu provinsi: Provinsi Sunda Kecil.  Irian (sekarang Papua) pada waktu masih dalam cengkeraman Belanda.
Esai ini menampilkan foto para gubernur yang dapat dianggap sebagai ‘pionir’ yang menakhodai provinsi-provinsi tersebut, termasuk Walikota Jakarta. Maksud ‘pionir’ di sini adalah mereka yang menjabat ketika Indonesia sudah merdeka dari penjajah. Akan tetapi mereka yang ditampilkan di sini bukan merupakan gubernur yang pertama sekali, tapi sudah gubernur yang kedua. Foto-foto ini berasal dari media yang terbit pada pertengahan 1950an. Dua Gubernur (Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Sunda Kecil) belum ditemukan fotonya. Sangat mungkin bahwa hampir tidak ada generasi sekarang yang mengenal nama gubernur-gubernur dan walikota 'perintis' ini. Mengenal nama-nama mereka saja tidak, apalagi mengenal wajah-wajah mereka. Semoga tayangan foto-foto mereka ini dapat menggugah kesadaran sejarah generasi kini dan semoga mereka menyadari betapa susah payahnya negara ini didirikan dan dipertahankan oleh para pendahulu kita.
Masih banyak yang perlu digali seputar periode awal pemerintahan dalam negeri Indonesia. Penulis sendiri belum mengetahui periode masa jabatan masing-masing hubernur dan walikota ini. Sejauh penelusuran kepustakaan yang penulis lakukan, biografi para gubernur ini belum pernah pula ditulis secara lengkap. Mudah-mudahan ada anak muda Indonesia yang tertarik melakukan kajian PhD mengenai dinamika pemerintahan dalam negeri Republik Indonesia pada periode 1940an-60-an yang tentunya terkait juga dengan pemerintahan provinsi pada masa itu. Pasti ini bisa menjadi topik disertasi yang menarik. Sumber data untuk itu sangat berlimpah, antara lain tersimpan di Leiden University Library, Belanda.
Menurut penulis, para gubernur dan walikota 'pionir' ini layak diangkat menjadi pahlawan nasional. Apakah sudah dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia atau belum? Mereka jelas sangat berjasa dalam menggerakkan roda pemerintahan daerah ketika Republik Indonesia masih seumur jagung, dan hal itu mestinya tidak dilupakan oleh bangsa ini. Mudah-mudahan di antara pembaca Kompasiana, khususnya dari generasi tua yang tentunya mengalami kehidupan Zaman Revolusi, dapat menambahkan berbagai cerita seputar gubernur-gubernur dan walikota 'perintis' ini.
Foto 1: Presiden Soekarno (Sumber: Majalah Aliran Islam. Suara Kaum Progresif Berhaluan Radikal, No. 52, Tahun Ke VII, Agustus 1953 [Nomor Madiun Affair]: 4)
Foto 2: Mr. S.M. Amin Nasution, Gubernur Provinsi Sumatera Utara (Sumber: Pesat. Mingguan Politik Populer; Suara Rakjat Merdeka, No. 4, Th. X, 23 Djanuari 1954: 13)
Foto 3: Ruslan Muljohardjo, Gubernur Provinsi Sumatera Tengah (Sumber: Pesat. Mingguan Politik Populer; Suara Rakjat Merdeka, No. 12, Th. X, 20 Maret 1954: 15)
Foto 4: Dr. Moh. Isa, Gubernur Provinsi Sumatera Selatan (Sumber: Pesat, Mingguan Politik Populer; Suara Rakjat Merdeka, No. 11, Th. X, 13 Maret 1954: 17)
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!