Mohon tunggu...
Irwan Surya Dhanny
Irwan Surya Dhanny Mohon Tunggu... -

Melawan arus agar tak bermuara di lautan || Pengajar di IAIN Raden Intan Lampung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Astagfirullah, Inikah Buntut Perbedaan 1 Syawal itu?

2 September 2011   06:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:17 3907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Blok Bencirong, Pantura-Indramayu.

Siang ini, ada yang aneh dengan apa yang saya dengar. Ada dua adzan bersahutan dari dua masjid yang berbeda. Mungkin bukan sesuatu yang aneh bagi Anda, tapi tidak bagi saya dan warga di sini. Hari ini adalah hari jum'at, dan setiap hari jum'at di daerah kami biasanya hanya ada satu masjid yang menyelenggarakan sholat jum'at. Tapi hari ini berbeda. Masyarakat (khususnya kaum laki-laki) terpecah, mereka pun akhirnya 'terpaksa' memilih, untuk mengikuti sholat jum'at di salah satu masjid.

Kejadian di atas adalah buntut panjang akibat perbedaan penetapan 1 syawal. Bermula saat masjid yang biasa digunakan kami untuk sholat jum'at (masjid yang paling besar) menyelenggarakan sholat Ied pada hari selasa. Sementara itu, pada hari rabu-nya sebagian masyarakat lainnya menyelenggarakan sholat Ied di masjid lainnya. Dan akhirnya, akibat dari perbedaan tersebut --entah siapa yang memulai-- penyelenggaraan sholat jum'at yang biasanya dilaksakanakan di satu masjid, akhirnya dilaksanakan di dua masjid. Padahal jarak satu masjid dengan yang lainnya hanya sekitar dua ratus meter dan jumlah penduduk di wilayah ini pun tak lebih dari seratusan kepala keluarga.

Mungkin bagi anda permasalahan perbedaan penetapan 1 syawal bukan sesuatu permasalahan yang harus diperpanjang. Tetapi anda bisa lihat, di akar rumput ternyata perbedaan tersebut bisa berbuntut panjang. Nuansa silaturahim yang seharusnya terjalin, tercoreng hanya karena perbedaan ini. Mungkin para pemimipin kita atau tokoh-tokoh di atas sana bisa saling menghargai dan memahami, tapi bagaimana dengan kami? Kami yang di bawah begitu merasakan gesekkan-gesekkan tersebut. Meski secara kasat mata tidak terlihat, tapi perasaan-perasaan tidak nyaman masih kami rasakan hingga saat ini.

Sahabat kompasianer, saya mohon doa anda semua, semoga permasalahan ini segera berakhir. Semoga pertemuan-pertemuan tokoh-tokoh dan ulama setempat bisa mencairkan kembali permasalahan dan mengembalikan suasana daerah kami seperti sediakala. Aamiin.


***

Satu pesan untuk mereka;

Wahai para pemimpin dan tokoh-tokoh umat, sampai kapan anda bersembunyi di bawah kalimat, "Perbedaan adalah Rahmat" yang biasa anda ucapkan di setiap kesempatan. Kami hanya butuh keteladanan Anda. Bukankah satu perbuatan nyata itu jauh lebih baik dari ribuan kata?


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun