Mohon tunggu...
surya hadi
surya hadi Mohon Tunggu... Administrasi - hula

Pengkhayal gila, suka fiksi dan bola, punya mimpi jadi wartawan olahraga. Pecinta Valencia, Dewi Lestari dan Avril Lavigne (semuanya bertepuk sebelah tangan) :D

Selanjutnya

Tutup

Diary

Sepeda

21 Oktober 2022   18:13 Diperbarui: 21 Oktober 2022   18:38 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
deviantart.com/hawskovinic

Sebetulnya ada keraguan diawal ketika saya hendak membeli sepeda yang kini sibuk membawa saya berkeliling jalan-jalan di Jakarta. Saya ragu, apa iya uang yang saya keluarkan untuk membeli sepeda ini akan kembali jika saya berjualan keliling, saya ragu apa iya saya akan bertahan lama berkeliling dengan sepeda tersebut, takut kalau kalau semangat saya hanya akan menjadi semangat soda coca cola yang naik di awal dan turun di akhir.

Nyatanya entah sudah berapa minggu ini sepeda tersebut menjadi teman seperjalan saya, bukan hanya sebagai teman mencari rejeki, namun juga sebagai teman yang membantu saya melihat dan mulai memikirkan banyak hal yang saya temui di jalan.

Jalanan yang terkadang riuh karena suara sirine tidak jarang membuat saya berpikir, ada urusan yang se urgent apa sehingga terkadang mobil ber plat hitam dan mobil dengan plat berbintang memakai sirine,strobo, ataupun polisi pengawal yang berjalan zig zag di depannya ?

suara.com
suara.com

Apakah urusan yang memang berhubunan dengan nyawa, sehingga mereka memang layak diberi jalan ?

Apakah urusan yang memang berhubungan dengan kepentingan banyak orang seperti orang-orang yang mereka suruh minggir dengan suara sirinenya ?

Atau apa hanya karena mereka malas bermacet-macetan ? Malas bersesakan di jalanan yang semakin sempit karena poembangunan.  Merasa berdesakan hanya akan membuang waktu dan menyalahgunakan privilege atau uang yang mereka miliki ?

Ah, kq mereka culas sekali jika memang demikian.  

Sepeda mini yang mengajak saya melihat betapa banyak orang yang menggantungkan rejeki mereka dipinggir jalan dan bersiap menangis jika terjadi penggusuran.

Melihat berbagai macam kebaikan, kebersamaan mereka yang senasib dan sepenanggungan hingga pengangguran yang lebih suka rebahan beralaskan kardus dipinggir trotoar.

Pekerjaan bernama pembangunan membuka ekonomi mikro yang tidak terbantahkan. Banyaknya proyek membuat kopi menjadi minuman penghasil rejeki yang paling mumpuni. Tukang minuman berbaris disepanjang jalan dengan berbagai macam cemilan yang disediakan para pedagang.

deviantart.com/hawskovinic
deviantart.com/hawskovinic

Dan terakhir sepeda ini membuat saya sedikit melihat keikhlasan, membuat saya sedikit (IYA SEDIKIT) berpikir ulang tentang konsep pelit dan kaya atau sedekah dan berkah. Melihat bagaimana terkadang para PKL membayar lebih ketika membeli barang dagangan saya, padahal belum tentu juga mereka mampu membeli sepeda yang saya gunakan.

Agar tidak ragu untuk memberi ditengah keterbatasan :D

Jakarta 21 Oktober 2022

Follow me on instagram : @suryaa_hadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun