Mohon tunggu...
surya hadi
surya hadi Mohon Tunggu... Administrasi - hula

Pengkhayal gila, suka fiksi dan bola, punya mimpi jadi wartawan olahraga. Pecinta Valencia, Dewi Lestari dan Avril Lavigne (semuanya bertepuk sebelah tangan) :D

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengukur Pendidikan

27 Desember 2019   12:16 Diperbarui: 27 Desember 2019   12:33 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Reformasi yang dilakukan Mendikbud Nadiem Makariem dalam bidang pendidikan adalah dengan mengganti format Ujian Nasional (UN) dengan format baru bernama merdeka belajar yang salah satu pointnya adalah dengan Asesment Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang akan dilakukan tidak pada akhir jenjang pendidikan, tetapi justru di tengah jenjang pendidikan, yaitu kelas IV, VIII, dan XI sehingga para guru punya waktu setahun untuk mengevaluasi hasil Asesment tersebut.

Selama ini, keberadaan UN memang menjadi momok sendiri bagi para guru dan murid. Kemunculan pertama UN dengan penggunaan nilai minimum sebagai salah syarat kelulusan tentunya membuat streotipe negative dimana penentuan kelulusan seorang siswa hanya di tentukan dalam hitungan jam. Seolah sia-sialah sudah 3 sampai 6 tahun pendidikan yang selama ini mereka enyam jika mereka gagal dalam di hari H. Padahal kegagalan di hari H bisa di sebabkan banyak faktor, baik itu faktor internal seperti gugup sehingga lupa materi, materi yang dipelajari tidak keluar, hingga faktor eksternal seperti tidak terbacanya jawaban siswa di lembar jawaban computer yang dulu dilingkari dengan pensil 2B.

Setiap tahun, standar nilai minimum pun mulai dinaikkan perlahan dengan berbagai perubahan lain tentunya, menyesuaikan keadaan dan situasi di lapangan agar bisa mencapai titik yang idel dan berkeadilan baik bagi siswa dan guru di seluruh pelosok Indonesia.

Dalam tulisannya pada kompas jumat 20 Desember 2019, mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Moh Jusuf Kalla mengatakan UN adalah cara untuk memperbaiki mutu dan pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia agar Indonesia memiliki standar pendidikan yang sama. Dengan UN, siswa tentunya akan di tuntut dan di dorong untuk belajar lebih keras agar bisa lulus dan melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Arti Pendidikan

Saya disini bukan sebagai pakar pendidikan. Tapi ketika membaca artikel tersebut saya mulai bertanya dan menelaah, apa sebenarnya arti dan goal dari sebuah pendidikan.

Apakah pendidikan hanya soal angka yang di tulis dengan pulpen berwarna merah atau hitam diatas buku rapot ??

Apakah pendidikan hanya mengenai lulus dan tidak lulus, nilai minimum, dan deretan angka di atas kertas atau buku rapot ?

Bagi mereka yang pernah merasakan system caturwulan, mungkin tidak asing dengan pelajaran PPKN hingga PLKJ. Ketika saya seolah dulu, saya ingat ada soal-soal teori yang seperti menekankan pada kehidupan kita secara social dan moral.

Misalnya gambar seorang nenek yang hendak menyebrang, lalu pertanyaannya "apa yang akan anda lakukan jika melihat hal tersebut ?" atau "Apa yang akan kita lakukan jika menemukan sebuah dompet di jalan?"

Sumber: pinterest.com/annisa_d
Sumber: pinterest.com/annisa_d

Apakah pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa dinilai secara kuanitatif ?

Bisa..

Tapi pertanyaannya, bagaimana dengan praktiknya ?? Toh data-data kuanitatif yang tersaji hanya berdasarkan teori di atas kertas kan ?

Dalam pandangan saya, pendidikan adalah bagaimana membentuk manusia dengan moral dan karakter yang baik sehingga mereka dikemudian hari tidak akan kesulitan berbaur di masyarakat. Belajar menghargai, toleransi, menghormati, kerja sama hingga bekerja keras. Kesemuanya adalah karakter yang harusnya meresap masuk kedalam diri seseorang, bukan hanya sekedar teori yang diajarkan namun tidak pernah dipraktekkan.

Pendidikan juga adalah bagaimana membentuk sebuah lingkungan yang positif. Ingatlah bahwa kita adalah hasil dari lingkungan dimana kita ditempatkan. Membentuk lingkungan yang positif dengan memberikan contoh langsung secara praktik adalah hal terbaik yang bisa dilakukan oleh para pendidik dalam hal ini guru ataupun orang tua untuk bisa membentuk karakter anak-anak mereka.

Lingkungan yang positif tentunya akan membentuk anak-anak menjadi pribadi yang baik, percaya diri dan mampu mengenal bakat dan kemampuan diri dengan baik, sehingga tahu kemana harus melangkah untuk jenjang selanjutnya dan bisa memberikan berdampak pada orang banyak. Toh, sekolah bukan hanya soal angka kan ? 

Kecerdasan secara intelektual/teoritis tanpa dibarengi dengan karakter yang baik hanya akan menjadi hal yang membahayakan. Pemimpin yang otoriter, pemuka agama yang sesat, hingga terorris adalah contoh nyata bagaimana kecerdasan tanpa karakter baik hanya akan membentuk generasi yang salah.

Mengelola pendidikan memang tidak bisa sembarangan. Seperti kata Jusuf Kala, kekeliruan dalam pengambilan kebijakan di bidang pendidikan akan merugikan masa depan puluhan juta generasi penerus bangsa.

Terakhir sebagai penutup, saya ingin menuliskan kembali status yang katanya seorang wali kelas yang belakangan ini viral dimedia social.

Ujian anak anda telah selesai

Saya tahu anda cemas dan berharap anak anda berhasil dalam ujiannya

Tapi, mohon diingat.

Ditengah-tengah para pelajar yang menjalani ujian itu,

Ada calon seniman yang tidak perlu mengerti matematika.

Ada calon pengusaha yang tidak butuh pelajaran sejarah dan sastra.

Ada calon musisi yang nilai kimianya tidak akan berarti.

Ada calon olahragawan yang lebih mementikan fisik daripada fisika.

Ada calon fotografer yang lebih berkarakter dengan sudut pandang seni yang berbeda yang tentunya ilmunya bukan dari sekolah ini.

Sekiranya anak anda lulus menjadi yang teratas.

Tapi bila tidak, mohon jangan rampas rasa percaya diri dan harga diri mereka.

Katakan saja 'tidak apa-apa, itu hanya sekedar ujian'.

Anak-anak itu diciptakan untuk sesuatu yang lebih besar lagi dalam hidup ini.

Katakan pada mereka, tidak penting berapapun nilai ujian mereka, anda mencintai mereka dan tak akan menghakimi mereka.

Sebuah ujian dan nilai rendah takkan bisa mencabut impian dan bakat mereka. 

Berhentilah berpikir bahwa hanya dokter dan insinyur yang bahagia di dunia ini

Hormat saya, wali kelas.

gbr : 1 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun