Atau mungkin ada yang salah dengan rambutku? Telingaku? Atau senyumku?
Ah, air sungai terlalu kotor sehingga tidak bisa menampilkan kalau ada yang salah dengan diriku.
Di rumah aku mengambil kaca. Benda yang pastinya menampilkan wajahku dengan lebih jernih di banding dengan air sungai yang berhasil membuat tangaku pegal.
Beberapa saat aku kembali berkaca, namun tidak lama kacanya pecah.
Ibu berteriak lantang hingga suaranya memecahkan kaca
Ayah berteriak marah, lalu melempar kaca yang lainnya
Kaca yang dilempar ayah pun menjadi kecewa, bertanya kenapa ia yang malah menjadi korbannya..
Ia juga lalu berteriak, menangis dalam pertanyaannya..
Rumah ini kali ini penuh teriakan, hanya aku yang tidak berteriak. Aku tidak suka berteriak, cukup kupingku yang merasa sakit karena teriakan, jangan sampai tenggorokanku pun ikut sakit karena aku berteriak.
Aku lalu berlari ke bawah tempat tidur, bersembunyi. Menghindari tangisan kaca-kaca lainnya yang sepertinya sama kecewa seperti kaca yang pertama. Dan tetiakan ibu yang sepertinya mulai bercampur dengan tangisnya.