Mohon tunggu...
surya hadi
surya hadi Mohon Tunggu... Administrasi - hula

Pengkhayal gila, suka fiksi dan bola, punya mimpi jadi wartawan olahraga. Pecinta Valencia, Dewi Lestari dan Avril Lavigne (semuanya bertepuk sebelah tangan) :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Tanya

12 November 2018   08:42 Diperbarui: 13 November 2018   19:16 1193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanya anak yang cerdas dan pintar. Ia adalah kebanggaan ibunya, seorang orang tua tunggal yang ditinggal mati suaminya yang tewas dalam tabrak lari yang melibatkan seorang petinggi polisi mabuk yang tidak pernah diadili. 

Tanya sering mengikuti lomba akademik di luar negeri, mewakili sekolahnya hingga namanya santer terdengar di antara para tetangga yang anaknya satu sekolah dengan Tanya.

Ibunya mendidik Tanya dengan keras, bayangan ketidakadilan yang menimpa suaminya selalu membekas dibatinnya dan membuat ibunya menyimpan benci dan luka yang tidak berkesudahan dan melampiaskannya pada Tanya kecil yang cerdas dan aktif bertanya. Tak jarang Tanya mendapat perlakuan kasar dari ibunya yang suka merokok dan frustasi berat dengan hidupnya.

Tanya kecil tidak tahu apa itu frustasi. Yang ia tahu adalah banyak hal yang tidak diketahuinya dan asing baginya seperti mengenai gulungan kertas yang suka menyangkut di bibir ibunya yang bisa mengeluarkan asap, mengenai pekerjaan rumahnya, siapa laki-laki yang suka ke rumah bersama ibunya, hingga pertanyaan-pertanyaan receh seperti apakah peri gigi benar-benar ada, atau mengapa kucing selalu menggali lubang sebelum membuang kotorannya.

"Jangan banyak tanya!" kata ibunya hari itu dengan nada marah ketika Tanya kembali bertanya mengenai ayahnya. Tanya diam, wajah ibunya terlihat kesal dan memerah. Padahal Tanya tidak meminta banyak hal, batinnya rancu apakah kata 'tanya' yang diucapkan ibunya merupakan namanya atau sebuah kata kerja yang berarti menyuruh Tanya untuk berdiam dan tidak banyak bicara.

"Diam dan jangan banyak bicara," begitu respon otaknya terhadap batinnya yang bertanya kala itu.

Sejak hari itu, Tanya enggan untuk bertanya, ia lebih memilih mencari sendiri jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berputar di kepalanya. Perpustakaan menjadi rumah keduanya, di mana ia berhasil menemukan berbagai jenis jawaban yang menggunung di kepalanya seperti pertanyaan mengenai bentuk bumi yang bulat atau datar, siapa  pemenang Grammy, siapa Susi Susanti, hingga harga baju yang disukainya. 

Walau mungkin ia tidak menemukan beberapa pertanyaan yang dianggapnya sebagai persepsi seperti lebih enak mana makan bubur diaduk atau tidak diaduk, pantaskah merusak ritual budaya atas nama agama, hingga asumsi berhala kepada mereka yang menyucikan benda mati. Pertanyaan-pertanyaan yang menurutnya hanya akan melahirkan jawaban berupa asumsi yang tidak memiliki kepastian layaknya 1 tambah 1 sama dengan 2.

Ketika tumbuh besar, ia mulai paham mengapa ibunya memarahinya ketika ia terlalu sering bertanya. Ketika ia SMP seorang  temannya yang satu kelompok dengannya mendapat bullying ketika ia menanyakan beberapa hal ketika kelompok lainnya sedang presentasi mengenai sebuah materi yang mereka sajikan.

"Sok pintar..."

"Cari muka... "

"Makhluk resek... "

Hingga akhirnya temannya lebih memilih diam pada presentasi selanjutnya yang dibawakan kelompok lainnya, dan mulai mengikuti jejak Tanya yang lebih memilih diam dan berakhir di perpustakaan untuk sekedar mencari jawaban melalui buku atau mungkin internet gratis yang ada di perpustakaan.

Bahkan dalam sebuah mata pelajaran mengenai hitung-hitungan, pertanyaan yang dilontarkan seorang temannya yang lain kepada gurunya tak jarang dijawab dengan ketus ketika temannya terus menerus memenuhi rasa ingin tahunya.

"Kamu itu bodoh sekali, tanya terus!"

Ketika Tanya dewasa pun, ia melihat hal lain yang semakin menguatkannya bahwa pertanyaan adalah hal terbodoh yang pernah dilakukan manusia dengan mulutnya yang menurut Kitab Suci mempunyai kuasa. Ia ingat ketika ia pulang agak malam, seorang pemuda memarahi ibunya yang hanya bertanya dengan nada lembut kepada anaknya tersebut.

"Kamu mau kemana?"

"Ah.. Jangan banyak tanya lah! " ujar pemuda tersebut dengan nada kasar dan berlalu dengan sepeda motornya dan meninggalkan ibunya yang sudah tua dan renta bersama dengan kepulan asap knalpot yang keluar dari motornya yang berisik.

Suatu ketika, Tanya tersesat ketika berada di luar kota. Handphone yang dipegangnya yang menjadi penunjuk arah baginya ketika ia dihadapkan pada keadaan yang sama hanya menjadi benda kotak yang tidak berguna ketika tidak ada signal yang berhasil didapatnya. Seorang pemuda seumuran dengannya lewat didepannya dan melihat Tanya yang tengah kebingungan.

Ia lalu menawarkan bantuan kepada Tanya untuk membawa Tanya ke kota terdekat menggunakan mobil yang katanya di parkir oleh pemuda tersebut didepan sana. Tanya lalu menerima bantuan orang asing tersebut tanpa banyak tanya.

Di rumah, ibunya sedang menceritakan dan membanggakan bagaimana hebatnya dia dalam mendidik Tanya kepada tetangganya. Ia masih ingat bagaimana ekspresi Tanya kecil yang dimarahinya ketika Tanya terus menerus bertanya yang sejak hari itu membuat Tanya tidak pernah lagi bertanya.

"Kalau saja saya lembek dan tidak keras dalam mendidik Tanya, mungkin ia tidak akan seperti saat ini," ujarnya bangga kepada salah seorang tetangganya.

Kepalanya membesar.

Dadanya terlihat membusung.

Sementara di lain tempat, Tanya merenggang nyawa.

Orang yang disangka mau menolongnya malah mencelakakannya.

Dalam sakitnya, Tanya teringat ayahnya, yang mungkin akan mengizinkan dia untuk sekedar bertanya...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun