Mohon tunggu...
surya hadi
surya hadi Mohon Tunggu... Administrasi - hula

Pengkhayal gila, suka fiksi dan bola, punya mimpi jadi wartawan olahraga. Pecinta Valencia, Dewi Lestari dan Avril Lavigne (semuanya bertepuk sebelah tangan) :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Empat Kata

29 Juni 2018   16:49 Diperbarui: 29 Juni 2018   16:52 1122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: alvihadisugondo2016.blogspot.com

Hanya 4 kata, tapi cukup untuk membuatku gugup dan berpura pura sibuk dengan koran di tanganku yang kulebarkan tepat di depan wajahku, sehingga membatasi wajah kita berdua. 

Sambil berharap agar aku tak melihat wajahmu. Kata pertama adalah panggilan yang hanya kau tunjukkan untukku. Kata kedua dimana kau menyebutkan namamu bersambung dengan kata ketiga dan keempat yang merupakan dua kata yang jika di gabung menjadi satu akan menjadi sebuah kalimat permintaan. Empat kata, yang cukup membuatku menghentikan produksi kata kata dari mulutku.

Bukannya aku tak mau mendengar permintaan mu, hanya saja sulit bagiku untuk mengatakan iya, tidak, ataupun kalimat lainnya. Kamu tahu, lidahku serasa kelu. Aku mencintaimu lebih dari yang kamu pikir dan kamu tahu, walau mungkin kamu tak merasakan itu. 

Aku sadar, kadang bagimu mungkin aku hanya penganggu, seorang yang sering melarangmu untuk melakukan yang kamu mau, melakukan ini, atau itu. Tapi percayalah kalau aku benar benar mencintaimu, dan itu bukan hal palsu.  Dan aku yakin kalau aku adalah cinta pertamamu, satu hal yang sangat kuyakini yang nilai keyakinannya setara dengan keyakinanku pada Tuhan dan agamaku.

Banyak hal yang kutakutkan jika saja aku menjawab permintaanmu barusan, walau satu sisi terselip rasa bahagia ketika 4 kata itu keluar dari mulutmu. Aku takut, kalau aku kehilangan tangan halusmu yang dengan tulus selalu memegangku, aku takut kehilangan keningmu yang sering ku kecup untuk menyatakan bagaimana aku sangat mencintaimu. 

Ketakutan yang bercampur rasa bahagia yang cukup mengangguku, namun tetap membutku berpikir dengan jernih dan tak membuatku tuli untuk kembali mendengar suaramu yang kembali memanggilku..

Kata pertama itu keluar kembali..

Aku tak mungkin berpura pura tuli dan diam lagi. Aku menarik nafasku sedalam yang ku bisa, mempersiapkan hatiku untuk melihat wajahmu yang mungkin tampak kontras dengan wajahku yang agak kaku.

Tapi tidak..

Aku harus tetap tenang, dan memainkan mimic wajahku sebisa yang aku mampu. Aku tak ingin kau tahu kalau sejujurnya aku takut dengan empat patah kata yang tadi kau ucapkan. Kata kata yang mencampur aduk perasaankku yang semakin tak jelas dan tak karuan.

Aku lalu menurunkan sudut kanan koranku. Wajahmu yang tersenyum penuh dengan setengah lingkaran yang sempurna menyembul pasti, membuatku ingin cepat cepat melepas kacamataku agar aku tak bisa melihatmu. 

Kamu tahu, klau saat ini hatiku kacau balau melihatmu yang datang dengan empat katamu yang mirip yang lebih mirip mantra untuk mereka yang ingin sakit kepala.

Kamu tahu, kalau saat ini aku takut kehilangan senyummu ??

Kamu tahu kalau aku takut jika nanti aku tak bisa lagi bertemu denganmu ??

Aku tak bisa membayangkan jika ada 1 hari di mana aku tak mendengar kabarmu dan aku harus terbiasa untuk itu. Untuk membayangkannya saja aku tak sanggup apalagi menjalankannya, aku yakin pasti semuanya akan sangat berbeda. Tapi aku sadar, kalau  kita sudah terlalu lama.

Ingat sudah berapa banyak kita menghabiskan malam Natal bersama di gereja, dimana kita selalu menyalakan lilin pertama di banding jemaat lainnya dengan korek milikku yang berwarna merah ??

Ingat sudah berapa malam tahun baru kita lewati dalam doa setiap malamnya, berharap aku dan kamu selalu menjadi manusia yang lebih baik di tahun berikutnya ??

Ingat sudah berapa kali kita makan malam bersama, entah itu di restoran mahal, atau mungkin hanya di pinggir jalan yang rasa makanannya tak seenak kata orang.

Jujur, aku tak mau menghitungnya, entah berapa digit angka yang bisa kita dapat jika kita memetakannya dalam hari, jam, menit, atau detik.. ??

Kita sudah terlalu lama bergantian untuk saling menjaga. Aku tahu mungkin ada hari dimana bagimu aku menjadi mahluk yang menyebalkan dan membosankan. Hari dimana kamu hanya bisa diam dan tak berkata apapun. Enggan bercerita dan hanya menunjukkan semua ekspresimu melalui mimic wajah yang kadang salah ku terka..

Tapi percayalah, kamu tak pernah membuatku bosan dan sebal.

Tangamu lalu memegang ujung kanan koranku yang tadi kuturunkan sedikit, namun kini kau turunkan banyak, membuatku bisa melihat seluruh wajahmu yang sedang tersenyum manja. Wajah yang kukenal terlalu lama, wajah yang selalu ingin kujaga, dan menjadi motivasi terbesarku kala aku lelah bekerja.

Mata kita berpandangan beberapa detik, cukup untuk membuatku grogi, tak bisa membayangkan jika aku akan kehilangan mata itu nanti. Aku lalu mendorong kacamataku ke arah dalam dengan jari manisku, sebuah gesture yang kubuat untuk mengulur waktu sebelum kau kembali mengucapka empat kata sakti itu.

 "Kenapa .. ?" Sial aku tak berhenti memaki diriku sendiri dalam hati. Mengapa juga aku harus mengeluarkan kata ini kepadamu, sebuah kata tanya yang pasti akan membuatmu mengeluarkan kembali empat kata yang sedari tadi ragu untuk kutanggapi. Apalagi saat ini kau berada tepat di depan mataku, sehingga kesempatan untukku berkelit semakin sempit. Hampir nol persen.

"Pa, Catherine mau menikah.. " ujarmu pelan dengan senyum yang kembali mengembang.

Empat kata itu berdampak semakin hebat, berhasil membuatku tersenyum bahagia walaupun sejujurnya terselip rasa takut di sana. Tak ada yang bisa kulakukan selain memelukmu erat, mengecup kepalamu, dan membelai rambutmu yang hitam pekat. 

Bagiku kamu adalah pemberian terbaik dari Tuhan setelah ibumu yang pergi meninggalkan kita dulu setelah melahirkanmu.  putri kecilku..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun