Mohon tunggu...
surya hadi
surya hadi Mohon Tunggu... Administrasi - hula

Pengkhayal gila, suka fiksi dan bola, punya mimpi jadi wartawan olahraga. Pecinta Valencia, Dewi Lestari dan Avril Lavigne (semuanya bertepuk sebelah tangan) :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Hujan

15 April 2016   08:06 Diperbarui: 15 April 2016   08:19 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 [caption caption="hujan"][/caption]Suara hujan yang jatuh di atap rumahku mulai berirama, layaknya metronome yang menggiring ketukan demi ketukan, mengetuk sebuah pintu yang tak pernah ingin kubuka yang bernama masa lalu. Ya, kamu itu hujan. Ingatkah kamu kalau kita di pertemukan oleh hujan ?? Hujan yang memaksaku menghentikanmu yang kala itu membawa dua payung di tanganmu dan memintamu menjadi ojek payung dadakan untukku.

“Tolong mas, hari pertama kerja. Nanti saya telat.. “ ujarku hari itu di tengah hujan lebat yang mengguyur di halte kecil di depan kantor. Adegan kecil yang berakhir penuh kejutan ketika semua orang di kantor menundukkan kepala melihatmu dan memanggilmu dengan sebutan ‘pak’. Hal yang sedikit membuatku terlihat bodoh ketika aku sedang mengambil uang dari dompetku untuk membayarmu. Ya, kaos putih dan celana pendek yang menempel di tubuhmu hari itu cukup untuk membuatmu terlihat seperti orang biasa yang sedang lewat, hingga berani untuk ku pegat.

“Maaf pak .. maaf.. “ ujarku pelan ketika tahu kalau kamu adalah anak dari pemilik kantor besar di mana aku akan memulai pekerjaan pertamaku. Tak ada jawaban darimu hari itu, hanya senyum yang mengembang yang di barengi dengan tepukan pelan di bahuku yang cukup untuk membuatku sedikit tenang. Kalau kamu tahu, detik itu aku benar benar ketakutan. Apa yang harus ku katakan pada ibu jika aku pulang dengan status di pecat di hari pertama kerja.

Dan, hujan pula yang mendekatkan kita, ketika ia datang setiap malam membasahi jalan, di mana aku memang harus lembur untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan,

“Kita searah kan ?? Bareng aja.. “

Ajakan yang langsung awalnya kutolak, namun apa daya jika ketika tawaran itu terus menerus datang, sama seperti hujan yang tak pernah jenuh untuk datang setiap malam, ketika kita pulang, hingga menjadi sebuah kebiasaan. Ya, hujan mendekatkan kita, membuatku jauh mengenalmu lebih dari gambaran seorang anak pemilik perusahaan yang di kantor yang terlihat dingin dan jarang berbicara, Padahal kamu lebih lucu dari seorang stad up comedian.

 

Aku masih di sini

Aku masih berdiri di sini

Saat waktu itu berlalu

Meninggalkan bekas hadirmu

Yang berdiri tepat di sisi

 

Kepergianmu ke luar negri untuk sekolah sejujurnya menyisakan nestapa, hanya saja apa dayaku ketika keinginanmu itu sudah menggebu. Hal lama yang memang selalu kamu inginkan jauh sebelum aku mengenalmu.

“Aku pergi ya… “

“Take care ya disana.. “ ujarku sambil memelukmu erat, sambil berharap pelukan itu dapat mengurungkan niatmu yang sudah sangat bulat.

 

Aku masih di sini

Waktu kau melangkah pergi

Dengan senyum penuh pesonamu

Berlari menembus waktu

 

Kata orang waktu adalah jawaban dari segala pertanyaan yang ada di muka bumi. Dengan perlahan namun pasti waktu akan menjawab semua yang pernah kita tanyakan pada Tuhan, pertanyaan yang akan muncul di setiap doa malam atau pagi hari. Dan, satu hal yang selalu kutanyakan adalah

‘Kapan kamu kembali.. ?? ‘

Pertanyaan serius yang selalu kamu jawab dengan candaan, dan lelucuon, yang membuatku tertawa dan kembali melupakan hal tersebut, apalagi ketika kamu mulai merubah arah pembicaraan hingga secara perlahan kamu mulai hilang dan tak ada kabar.

 

Ingatkah kau?

Hanya kita berdua Tanpa suara, tanpa kata

Hujan terus menetes dengan sejuta perasaan

 

Waktu dan Tuhan pun mulai menjawab doa yang selalu kupanjatkan. Hari itu ketika hujan aku melihatmu, dan aku yakin itu kamu. Kamu terlihat kaget dan terkejut, hanya saja laki laki berbadan besar yang mengenggam erat tanganmu itu enggan untuk melepaskan pegangannya.

Hari itu di tengah hujan kita saling melihat dan berpandangan, namun bungkam, kemampuan melucumu hilang seketika, tawaku pun lenyap, berganti dengan  kejutan yang seolah menyetrumku sebesar 5000 volt atau mungkin lebih.  Tak ada yang bisa di bicarakan. Yang berbunyi hanya suara hujan yang terus menerus jatuh dari langit, menyamarkan kebekuan dan keheningan yang ada. Suara hujan yang mengguyur lebat menjadi satu satunya suara yang ada. Diam itu ada, seolah menjadi pertanda kalau kita harus terlihat tak pernah kenal sebelumnya

 

Hujan mungkin tlah reda

Dan aku masih menunggu di sini

 

Dan aku sadar, menunggumu adalah sebuah kesalahan.

 

Gbr : disini

#JadiHomo #GwSadis #LGBT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun