Mohon tunggu...
Surya Darma
Surya Darma Mohon Tunggu... Guru - Surya Darma mahasiswa PBA

Surya Darma kelahiran 30 Agustus 1998 bertempat tinggal di kampung lubuk damar, kecamatan seruway, kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh. Baru mulai belajar menulis mohon saran dan keritikan supaya menambah wawasan terlebih-lebih agar supaya tulisan yang sudah ada bermanfaat bagi khalayak banyak. 🙏 No hp: 081397541246 No wa: 082370113418

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menggapai

8 April 2021   19:00 Diperbarui: 8 April 2021   19:04 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENGGAPAI

Dari balik jendela hujan turun dengan deras dan lebat disertai petir dan angin, air hujan yang turun membasahi pohon-pohon rumbia di seberang jalan, seperti seorang wanita mandi segar, penuh semangat, bergairah, dan ceria. Pelepah-pelepah yang basah dan kuyup ibarat rambut basah lemas, tergurai, yang jatuh dipunggung, batang-batang yang bergoyang meliuk-liuk terhembus angin seperti tubuh yang melenggang penuh pesona. Ketika angin tiba-tiba bertiup sangat kencang pelepah-pelepah itu serentak mengikut arah angin yang berhembus seakan-akan bagaikan jari tangan seorang penari yang mengikuti irama musik.

Pohon-pohon rumbia itu tumbuh ditanah PT perkebunan sawit, yang tersisa hanya beberapa saja, selain pohon rumbia yang memberi kesan lembut, batang ubi yang lurus dan langsing menjadi garis-garis lurus tegak yang kuat.

Sementara hujan tetap turun dan angin makin kencang bertiup bahkan disertai petir tiba-tiba awan terhempas dan terbuka sehingga sinar matahari langsung menyorot dari sebelah barat. Dilangit biru kelabu, muncul lengkungan pelangi yang indah. Terlihat seperti seorang gadis yang menyelendangi tubuhnya dengan kain warna-warni.

Ketika dengan tiba-tiba matahari menghilang dari peredaran, suasana kembali gelap dan sejuk, apalagi hujan semakin menjadi-jadi meyusul dengan dentuman petir yang getar membahana. Angin kembali bertiup sehingga poho --pohon rumbia itu hendak terlentang ditanah. Maka ketika itulah dada Anto berdetak dengan kencang. Anto yang sejak lama memandang pohon-pohon rumbia diseberang jalan itu, hampir putus asa, bila hujan dan angin tak kunjung berhenti Anto tak mungkin bisa kesawah untuk merumput padi dan padi-padi yang ditanam pasti tumbang semua tertiup angin dan ini menimbulkan masalah baru.

Dari emper rumahnya Anto kembali mentap langit dengan harap hujan berhenti pada saat itu juga, tetapi apa mau dikata hujan masih turun dan deras mengguyur setiap pohon rumbia yang tinggi semampai itu. Anto gelisah dan cemas, bagaimana tidak cemas bagi Anto sawah adalah segalanya baginya dari situlah ia memperoleh rizki dan membiayai sekolahnya. Petir kembali mencetar dilangit kelabu itu dan hujan makin bertambah deras lebih deras dari sebelumnya. Hati Anto semakin lencuh dan kecut, mungkin hari ini Anto tidak diperkenankan untuk kesawah dan harus merelakan padinya tumbang dan tenggelam.

Sambil menjatuhkan pundak karena merasa hampir kehilangan harapan, Anto membalikan badan lalu masuk kerumah. Berdiri diruang tengah sambil membayangkan padinya yang rebah dan tenggelam oleh air hujan. Anto hampir terlelap di bilik bambu dalam rumah, tiba-tiba suasana berubah. Hujan benar-benar berhenti, bahkan matahari yang kemerahan muncul dibalik awan hitam. Semangat petani sejati membangunkan Anto, ia segera bangkit dan keluar dari bilik tidur.

" Buk pak hujan dah redah Anto izin kesawah yaa...

" buhahahahah mau ke mana mas ? Kesawah ahaha haha...

" eh ribut kali ni bocah bikin sebel !

"  oalah le le kamu ini sadar apa ngelindur sudah jam berapa coba lihat.

" ya Allah buk buk kenapasih gak mau ngebanguni Anto bapak juga sih diam-diaam saja.

" batokmu! Bapak sama ibu udah bangunin kamu tapi kamunya tidur macem kebo meteng!

" hahahaha bapak ibu bisa saja ya sudah tidak papa

" ya sudah! Eh harus kamu ngerti le susah dibangunin tidur berarti jodoh susah dateng.. hahahah

" ni lagi ibu ngacok, dah lah Anto mau mandi.

Pada malam yang dingin dan basah itu ibu membuat bandrek jahe dan ubi rebus. bandrek, ubi rebus sangat cocok dinikamati pada saat suasana seperti ini tubuh menjadi hangat dan nyaman. suasana semakin dingin dan menggigit ditambah dengan tiupan angin yang semilir sangat membuat tubuh menjadi kedinginan bahkan sampai menembus tulang. Dibarengi suara jangkrik dan kodok (katak) yang saling bersaut-sautan membuat malam yang dingin dan sepi ini menjadi ramai, suara jangkrik dan kodok itu seperti perpaduan irama musik yang mengiringi para penari, dahan dan ranting yang bergoyang tertiup angin bagaikan sang penari yang mengikuti alunan irama musik itu.

Sejuknya suasana malam membuat mata siapapun akan sayup dan mulut mengagah lebar mengeluarkan aurah letih yang amat sangat. Anto keluar dan duduk di teras bambunya depan rumah, masih saja ia terpikir bagaimana nasib padi-padinya kalaulah tahun ini ia gagal panen karena kebanjiran bagaimana untuk bayar sekolah apalagi sebulan kedepan sudah mulai UN pasti banyak sekali biaya yang keluar, cukup menguras kantong.

" mas dingin banget ya ? mas lagi mikirin apa sih?

" bocah cilik gak perlu tau diem aja

" huu dasar payah nanyak gituan doang gak dijawab pelit !

" hahaha biarin

" buk pak besok kita pagi-pagi kesawah ya...

" gak usah kamu pikirkan itu le, itu urusan ibu dan bapak kamu belajar aja yang rajin sebentar lagi kan mau UN, kejar cita-citamu.

" iya sih buk tapi kan ibu dan bapak sudah tua.

" eh to bapak ibukmu ini memang tua tapi jiwa kami mudah.

" mas masuk yuk ngantuk, buk pak yok

" dasar kamu bocah ngerusuin aja, yok pak buk masuk sudah malam ngantuk.

Malam yang sangat dingin itu tiba-tiba kelipan sinar petir menyala dengan jelas dan menghasilkan suara yang sangat mengejutkan. dibarengi dengan tiupan angin yang bergemuru diatas genteng jangkrik dan katak semakin menjadi mengeluarkan suara-suara yang amat nyaring bahkan lebih berisik dari sebelumnya seperti tangisan anak bayi yang tidak diberi asi ibunya.

Lemari terbuka Anto segera mengambil selimut untuk menghangatkan tubuhnya bersama adiknya si Japra, tubuh menggigil bulu badan pada jigrak semua, mereka segera menyelimuti badan mereka dengan kain, berbaring dibilik dengan kasur kapuk yang sudah agak usang, mata mulai sayup-sayup adiknya tertidur dengan pulas dibarengi dengan suara dengkuran yang sangat mengganggu ketenangan, Anto belum juga menutup matanya padahal sudah sangat letih dan sayup, matanya terbuka lebar dan rasa khawatir mulai menyelimutinya bagaikan selimut yang menutup seluruh tubuhnya. Anto masih kepikiran jikalau hujan turun lagi pasti tidak elak sawah akan menjadi lautan bukan hanya sawah sendiri tapi milik semua warga kampung, dan kalu ini terjadi bagaimana Anto membiayai pendidikannya ya walaupun ibunya pernah bilang bahwa itu bukan urusannya, hati nuraninya bergejolak kasihan terhadap orang tuanya yang bersusah payah mencari nafkah untuk membiayai anaknya, tapi apa daya itulah orang tua tidak mau melihat anaknya susah dan sengsara, biar baju usang asal anak baju baru, biar makan tempe dan tahu asal anak makan daging, biar kaki berlumpur disawah, keringat jatuh asal anak menjadi sukses.

Angin semakin kencang bergemuru diatas genteng, sibakan kilat menyala dan mencetar padu petir diatas Anto terkejut dan menutup mata " astagfirullah" menutup habis seluruh badannya dengan kain. Suara petir yang kedua itu rupanya memancing hujan turun, satu persatu butiran air mulai turun membasahi bumi membuat suasana semakin dingin dan suara katak dan jangkrik sudah agak meredup. Apa yang dikhawatirkan oleh Anto terjadi dan membuat anto menjadi resah dan gelisah, butiran air yang jatuh itu semakin lama semakin rapat berbarengan dengan itu terhembus oleh angin sehingga membuat butiran hujan tersebut kekanan dan kekiri seolah-olah kaki seorang penari yang sedang bergerak kesana dan kemari mengikuti arah alunan irama musik. Kilatan petir tak henti-hentinya menyala, angin bergemuru begitu kencangnya, butiran air semakin lama semakin kasar, semakin kasar, dan semakin kasar, mata mualai sayup dengan didukung oleh sejuknya suasana malam perlahan mata menutup rapat Anto terlelap walaupun dihatinya masih terlintas rasa kecewa dan putus asa, Anto mencoba untuk ikhlas menerima semuanya.

Petokan ayam jago yang bersautan dari setiap penjuru menandakan waktu pagi datang, Anto masih terlelap dipembaringannya.

" mas mas

" apa ???

" sudah pagi bangun shalat shubuh

" eeeemmm iya sebentar lagi

Japra adiknya yang bersusah paya membangunkan kakaknya menyerah meninggalkan tempat pembaringan berjalan menuju kamar mandi untuk berwudhu, selesai shalat shubuh japra kembali lagi ke kamar untuk membangunkan kakaknya, terlihat pulas dan nyenyak sekali si Anto, timbul pikiran jahil si Japra. " awas wae tak kerjani kui" gayung yang berisikan air diguyurkan oleh japra ke wajah Anto terkejut terbangun dan terengah engah

" banjir banjir tooolooong

" mas mas sadar ada setan lewat hahahaha

" japara naik prak keatas lemari banjir ni

" hahaha banjer apanya ni air kuguyur tadi kebadanmu susah kali dibanguni hahahah

" ooo bocah gendeng sontoloyo awas ya tengok aja nanti

" ada apa pagi-pagi kok sudah ribut?

"ini buk sijaprak bangunin orang pakek air megap megap anto

" bener prak

" iya buk lagian sih mas Anto dibangunin macam kebo bunting susah bangun

" hahaha Anto cepet sana ambil wudhu udah mau abis waktu shalat ni

" iya buk, awas kamu japrak!

" biarin hahahah wuueeek hahaha

Perpaduan suara sutil dan wajan ditambah dengan aroma masakan yang begitu menggoda membuat perut keroncongan ingin segera menyantapnya, suara desisan minyak yang mendidih membuat bawang yang masuk kedalamnya menjadi wangi, menambah kesan yang begitu nikmat dipagi yang sejuk ini. Nikmatnya aroma makanan disempurnakan dengan kicauan burung gereja yang mencirikan suatu pedesaan yang asri, damai, dan tentram.

Dinginya air mengguyur tubuh Anto dan Japra wajah yang tadinya tampak lesu berubah menjadi semangat bergairah bagaikan kura-kura yang dibakat punggungnya. Usai mandi Anto berpakaian seragam sekolah, hanya tinggal dua bulan lagi seragam sekolah ini dipakai dan melanjutkan apa yang sudah dicita-citakannya "kuliah di Maroco", dengan semangat percaya diri dan keyakinan yang teguh Anto percaya pasti bisa ditambah dengan dukungan ridha orang tua menambah semangat kepercayaan diri Anto semakin berapi-api.

Tetapi Anto masih saja kecut hatinya bagaimana tidak dia hanya seorang anak petani apakah bisa mewujudkan cita-cita ini, pikiran-pikiran ini sering kali terlitas dibenak Anto, apalagi kini padi yang sudah ditanam, dirawat, dipupuk tidak tahu bagaimana kabarnya, kalaulah tahun ini gagal panen jangankan ongkos untuk ke Maroco, biaya untuk UN saja belum terbayar.

" pak anak-anak sudah siap mandi dan berpakaian?

" tidak tahu buk?

" tolong panggilkan anak-anak pak makanan sudah siap

" Anto Japra kemari nak makanan sudah siap

" iya pak sebentar lagi pakai dasi dulu

" ya sudah kalau begitu bapak ibu menunggu

Selesai berpakaian Anto dan Japra yang memang sudah ditunggu ibu dan bapaknya menuju ruang makan untuk sarapan pagi, dimeja makan sudah disiapkan teh hangat, nasi putih, tempe goreng, tahu goreng, sayur bening, dan ikan sambal, hidangan sederhana yang membuat Anto selalu ingat kepada keluarganya terutama ibunya yang selalu menyiapkan sarapan pagi untuknya, walaupun terkadang tidak mengetahui jam berapa ibunya bangun untuk menyiapkan ini semua. Ingin rasanya Anto membantu ibunya yang telah melahirkannya, merawatnya, mengasuhnya sampai sekarang.

Dipandangnya wajah Ayah dan Ibunya rambut sudah memutih kulit sudah agak keriput, terkadang berlinang air mata Anto melihat itu semua, ia berjanji tidak akan mengecewakan mereka, karena tanpa kasih sayang keduanya sulit untuknya meraih semua ini.

"mas -- mas, mas Anto !

Anto tersentak.

"Eh apa apa ???"

"lah ngelamun ini dimakan makanannya mumpung anget"

"iya"

Dar ufuk timur Mentari perlahan menaik menyinari segenap penjuru desa, awan yang menghalangi sinarnya seketika menjadi merah jingga, burung bangau putih terbang diatas membentuk barisan yang indah, bagaikan lukisan tangan yang terpajang didinding. Sarapan pagi sudah disantap Anto dan Jafra bersiap pergi menuju sekolah, Ayah dan Ibu mereka pergi  kesawah untuk melihat padi kemungkinan besar tenggelam oleh air hujan malam tadi. Pedal sepeda dikayuh Anto dengan santai, sambil menikmati suasana pagi yang alami dan asri ini. Ditambah lagi dengan pemandangan hamparan swah hijau membentang dari ujung barat sampai ketimur, membuat jiwa merasa tenang, aman, tentram, dan bahagia kala melihatnya.

#sekian dan terima kasih#

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun