Pembuktian orang terlibat dalam kasus korupsi adalah adanya bukti nyata bahwa dia terima uang, contoh ada bukti transfer di bank, atau yang marak selama ini adalah tertangkap OTT. Dimana sejak KPK punya hak penyadapan, sejak itu banyak kasus korupsi yang terungkap melalui pintu OTT. Kalau tidak begitu, sangat susah menangkap orang korupsi, karena hanya koruptor yang bodoh saja menerima duit hasil korupsi melalui transfer bank.
Sifat manusiawi seorang manusia adalah untuk berusaha membela diri, walaupun dia tahu telah berbuat kesalahan. Apalagi manusia yang sudah cacat moral yang permanen. Contoh seorang maling, bila kepergok, mereka akan tega membunuh yang memergoki, karena dia ingin membela dirinya yang salah itu. Dari pada dia ketangkap dan dihukum, lebih baik membunuh orang yang memergoki agar tidak ada jejak sebagai bukti mereka maling, sehingga terhindar dari hukuman.
Untuk itu disarankan, kalau kita memergoki maling, lebih baik menghindar sambil teriak "maling...maling...maling".Â
Tapi dalam menghadapi pansus hak angket thd KPK ini, saya tidak menyarankan KPK untuk menghindar sambil berteriak minta tolong. Saya sarankan, untuk tidak menanggapinya, artinya kalau pansus minta agar KPK menghadapkan Miryam, jangan sekali kali mau mengikuti. Kemudian bila pansus hak Angket ini memanggil KPK, jangan sekali kali mau datang.Â
Begitu pula bila mereka ini (atas nama pansus) mau datang ke KPK, tentunya jangan dikasi. Pokoknya cuekin saja. Sayapun salah satu rakyat yang ikut memilih anggota DPR tidak menganggap keberadaan pansus ini, saya kira puluhan juta rakyat Indonesia juga sama dengan saya, makanya legitimasi pansus ini patut dipertanyakan. Karena tidak sesuai dengan aspirasi ratusan juta rakyat yang anti korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H