Lebaran tinggal menunggu hitungan hari.Â
Sebentar lagi, umat muslim di seluruh dunia akan larut dalam kegembiraan idul Fitri. Mereka akan merayakan hari kemenangan setelah 30 hari menempa diri dengan menahan lapar, dahaga dan meredam hawa nafsunya.
Suasana perayaan mulai terlihat. Jalan-jalan sudah penuh sesak dengan kendaraan. Kemacetan mengular di mana-mana. Sementara, pusat-pusat perbelanjaan mulai dari pasar tradisional hingga mall dan plaza dibanjiri manusia.
Niatnya pun bermacam-macam mulai dari yang ingin ngabuburit sambil berbuka puasa di luar rumah, hingga mereka yang ingin berbelanja keperluan Lebaran.
Semua orang sepertinya larut dalam kebahagiaan dan lupa bahwa Ramadan belum lagi usai. Alih-alih berada di masjid atau rumah, kebanyakan orang malah tumpah ruah di pasar dan pusat hiburan.
Bagaimana dengan tempat ibadah? Obrolan dua orang bapak yang baru pulang salat tarawih dan saya curi dengar semalam menggambarkan suasana yang berbeda di masjid dekat rumah.
"Hari pertama tarawih masjid penuhnya kebangetan sampai ada yang pakai koran segala di lapangan. Eh, 10 hari terakhir Ramadan, shaf tarawih udah berkurang banyak."
Namun, lawan bicaranya menimpali lebih positif. "Iya, mungkin saja orang udah pada pulang mudik. Kan, kantor juga udah pada tutup".
Tidak mau kalah, bapak yang pertama membuka obrolan menimpali dengan canda. "Ya elah, emang udah begitu siklusnya, pak. Awal Ramadan ramai, pertengahan sepi, hari terakhir ramai lagi. Hahaha, keduanya kemudian tertawa.
Baca Juga: Ini adalah Ramadanku Tahun 1990
Lupa Merenung
Suka tidak suka, apa yang disinggung oleh dua bapak yang saya curi dengar perbincangannya adalah gambaran seperti apa cara kita beragama hari ini. Menjelang Lebaran (bagi umat Islam) dan hari-hari besar agama lainnya seperti Natal, orang Indonesia justru lebih disibukkan dengan keriangan dan hiruk pikuk kulit luarnya semata.
Jangan-jangan, waktu kamu habis untuk mengikuti hingar bingarnya acara Ramadan di televisi, acara bukber, wisata takjil, ngabuburit, urusan pakaian Lebaran dan tiket mudik.
Akhirnya, inti ibadah Ramadan pun terabaikan. Orang mulai meninggalkan salat tarawih, mengaji dan tadarus. Kamu pun tak punya waktu lagi untuk merenung dan mengintrospeksi diri. Padahal, malam Ramadan adalah waktu yang tepat untung merenung atau melakukan muhasabah.
Banyak hal bisa direfleksikan, mulai dari apakah kita benar-benar berpuasa seharian ini? Seperti apa tutur kata kita, sopan santun kita? Apakah kita berhasil menahan amarah, rasa iri, dendam dan dengki?
Dengan merenung, orang pun dapat memberi jarak pada dirinya sendiri sehingga mampu menilai diri secara obyektif. Dengan muhasabah kamu bisa bertanya pada diri, apakah yang kamu dilakukan pada hari ini sudah baik atau masih butuh perbaikan yang bisa dilakukan pada hari-hari puasa ke depan.
Kenapa Refleksi Dibutuhkan?
10 hari terakhir Ramadan sering disebut sebagai malam terindah di bulan Ramadan. Malam-malam ini sering disebut sebagai waktu yang paling baik untuk meraih Lailatul Qadar. Meski semua umat Islam menginginkannya, pakar tafsir, Prof Dr M Quraish Shihab seperti dikutip dari Republika mengatakan, sangat jarang orang berhasil menemukannya.
Menurutnya, Lailatul Qadar itu seperti seorang tamu agung yang berkunjung ke suatu tempat menggunakan pesawat terbang. Dan, ribuan orang sudah menunggu untuk menjemputnya di bandara. Namun, dia tidak akan datang ke semua orang melainkan hanya orang yang dia kenal, yang dirasakannya sudah siap untuk menyambutnya.
Lantas, bagaimana cara mendapatkannya? Menurut Quraish, Lailatul Qadar bisa direngkuh dengan menyucikan diri, memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri pada Allah SWT dalam perbuatan-perbuatan positif. Agar dapat melakukan hal-hal itu, kita juga diwajibkan untuk menyiapkan diri agar jiwa kita sesuai dengan apa yang dikehendaki dan diinginkan sang Lailatul Qadar.
Nah, agar bisa selalu positif, kita membutuhkan waktu untuk melakukan koreksi diri akan seluruh kekurangan dan kesalahan kita dalam beribadah puasa. Sudah saatnya kita bercermin pada diri sendiri, apakah laku kita sudah sesuai dengan apa yang dikehendaki sang tamu agung. Semoga Ramadan kali ini penuh dengan berkah rahmat-Nya.
Baca Juga: Mudik Lewat Pantura, Siap-siap Kenyang Kampanye Politik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H