Ramadan selalu meninggalkan bekas berupa kenangan manis bagi setiap orang.Â
Beberapa kenangan di antaranya bahkan menjadi cerita abadi yang akan terus menerus diulang dalam setiap pertemuan keluarga.
Di keluarga saya, tokoh utama cerita nyaris selalu berkaitan dengan kakak laki-laki tertua. Tapi, buat kaka saya, cerita-cerita yang sangat populer dalam keluarga besar ini tidak bisa dibilang membanggakan karena tidak dihitung sebagai prestasi. Kisah-kisah ini merupakan cerita konyol dari si bocah yang bertubuh paling subur di keluarga.
Kakak saya memang terkenal badung saat kecil. Menurut cerita ibu saya, hampir setiap hari ada saja kelakuannya yang membuat gemas. Mulai dari hobi mengejar kucing hingga kabur dari rumah dengan memanjat pagar di usia 4 tahun.
Namun, karena kepolosan dan kekonyolannya, kemarahan ibu maupun ayah selalu lebur menjadi tawa terbahak-bahak.
Dari kumpulan kelakuan kocak yang dilakukan oleh abang saya ini, satu di antaranya terjadi ketika usianya belum menginjak 5 tahun. Cerita ini ditulis berdasarkan penuturan ibu  saya. Cerita ini terjadi pada saat Ramadan tahun 1984.
Abang saya tergolong dekat dengan ayah. Sewaktu masih bocah, abang saya suka sekali menggunakan barang milik ayah saya. Mulai dari berkeliling kampung menggunakan hanya sebelah sepatu kerja ayah hingga memakai peci yang tentu saja kebesaran.
Saat ayah saya masih muda, beliau suka sekali menggunakan minyak rambut ketika akan berangkat bekerja. Biasanya, sebagian minyak rambut yang masih tersisa di tangah dioleskan pada rambut abang saya. Hal ini sudah menjadi kebiasaan.
Kemudian, pada suatu hari ayah saya harus ke luar kota. Saat itu bulan puasa, ibu saya yang biasanya mengajar tinggal di rumah karena sekolah libur selama sebulan. Praktis di rumah hanya ada abang saya yang bandel itu dan ibu saya.
Seperti biasa, rutinitas pagi ibu dimulai dengan menyuapi abang saya yang tentu saja tidak berpuasa lantaran masih bocah. Selesai memberi makan, ibu kemudian memandikan abang saya. Semuanya berjalan lancar. Setelah badannya dikeringkan dengan handuk, abang saya dibedaki, dan bajunya diganti dengan yang baru disetrika.
Kelar mengurus abang, ibu kemudian mencuci baju di kamar mandi dan meninggalkan abang saya yang bermain sendiri di ruang keluarga. Menurut ibu saya, tidak seperti hari-hari biasanya, abang saya tidak rewel. Dia asyik sendiri bermain-main di ruang keluarga.