Murid Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal sebagai Sunan Gunung Jati ini menyadari, Cirebon adalah sebuah negeri multikultural di mana penduduknya tidak hanya berasal dari satu melainkan banyak etnis. Sebut saja orang Arab, Cina, Sunda dan Jawa.
Karenannya, dalam membangun masjid dan melakukan dakwah dia mementingkan akulturasi budaya dan penyesuaian.
Arab, Cina, Jawa dalam Arsitektur Masjid Abang
Keragaman budaya dapat langsung kita rasakan ketika mengamati gaya arsitektur masjid ini. Bahkan sebelum memasuki masjid, kita sudah menemukan tembok keliling -yang memisahkan masjid dan daerah di luarnya- berhiaskan gapura yang menunjukkan adopsi tradisi arsitektur Jawa-hindu.
Pintu masuk masjid ini juga unik karena berupa rongga berbentuk segi empat yang rendah. Pengunjung harus menunduk ketika melewatinya. Ini merupakan ciri arsitektur Arab yang memiliki makna filosofis bahwa mereka yang mau beribadah harus menunduk sebagai wujud permintaan ampun pada Allah SWT.
Tidak seperti pada masjid pada umumnya, di masjid ini kita dapat menemukan sebuah dinding di tengah-tengahnya. Dinding masjid Abang sendiri mencerminkan budaya Jawa tradisional yang fungsinya bukan untuk menyangga atap melainkan sebagai sekat pemisah ruangan.
Uniknya, baik pada tembok pagar luar maupun dinding masjid ditanam sejumlah keramik Cina sebagai hiasan yang mewakili kebudayaan Cina yang memang sudah mengakar lama di Cirebon. Inskripsi Arab yang dapat kita temukan di sana sini jelas mencerminkan budaya Islam-Arab yang dibawa oleh pendirinya.
Dari segi denah bangunan, masjid ini mengadopsi bentuk segi empat ala pendopo yang merupakan warisan bangunan tradisional Jawa.
Masjid Abang Panjunan tidak hanya merupakan peninggalan fisik yang berharga. Jauh lebih penting, masjid ini menyuarakan gagasan kemasyarakatan yang berkembang saat penyebaran Islam pertama di tanah Jawa.
Gagasan tersebut adalah keragaman. Kala itu orang Arab tidak merasa lebih superior dibandingkan orang Cina, begitu juga masyarakat lokal Cirebon tidak memandang dirinya sebagai pribumi yang berkuasa. Mereka dapat hidup berdampingan dengan harmonis dan tidak merasa terancam dengan agama dan kebudayaan baru yang datang.