Ramadan adalah bulan suci. Bulan yang paling dirindukan umat Islam ini menjadi suci lantaran disucikan oleh Allah SWT.
Itulah sebabnya bulan ini memiliki nama lain yakni Syahrullah yang bermakna bulan Allah. Mengingat betapa istimewanya bulan puasa, sudah jadi kewajiban umat Islam mempersiapkan diri dengan baik untuk menyambut datangnya Ramadan. Rasul SAW bahkan melakukan persiapan khusus, baik secara fisik dan rohani.
Seperti diriwayatkan Abu Hurairah RA, persiapan fisik dilakukan Nabi Muhammad dengan berpuasa pada Senin dan Kamis serta puasa hari-hari putih yakni pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan mulai dari bulan Syawal hingga Sya'ban.
Dengan menerapkan cara tersebut, umat dapat berlatih mengendalikan kekuatan perut dan membiasakan diri ketika harus berpuasa sebulan penuh saat Ramadan.
Sementara, persiapan rohani dilakukan Rasulullah dengan salat tahajud setiap malam dan melakukan zikir saat memiliki kesempatan. Tujuannya untuk semakin bersyukur dan mendekatkan diri dengan sang pencipta sehingga lebih mampu mengendalikan hawa nafsu.
Selain Nabi Muhammad, kita juga dapat meniru kebaikan-kebaikan yang diperbuat banyak tokoh Islam nusantara kala menyambut datangnya bulan penuh hikmah. Salah satunya adalah Pangeran Diponegoro.
Namun, sebelum lebih jauh membahas hal yang patut kita contoh dari bangsawan yang meninggal dalam pengasingan di Makassar ini, ada baiknya untuk mengetahui posisinya dalam sejarah Islam nusantara.
Diponegoro Sebagai Sayidin dan Penatagama
Pangeran Diponegoro lebih dikenal sebagai tokoh utama dalam Perang Jawa yang berkobar tahun 1825 hingga 1830. Namun, Diponegoro tidak hanya memiliki lakon sebagai pemimpin perang. Sosok kharismatik yang sangat dicintai rakyat jelata Jawa ini punya kedudukan istimewa dalam agama Islam.
Dalam buku Takdir, Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1885) yang ditulis sejarawan Peter Carey, kita dapat menemukan bahwa Diponegoro memiliki sejumlah gelar di antaranya Sayidin yang berarti pemimpin agama dan Penataagama yang bermakna penata agama.