Mohon tunggu...
Surpi Aryadharma
Surpi Aryadharma Mohon Tunggu... Penulis - Dosen, Peneliti, Penulis Buku, Dharmapracaraka

Gemar membaca, Mencintai Negara, Mendidik Anak Bangsa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Orang Hindu di Pulau Dewata Pindah Agama?

12 Juli 2020   11:26 Diperbarui: 28 Mei 2021   15:25 5794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini merupakan hasil dari Penelitian ilmiah yang dilakukan selama tiga tahun di Bali dari tahun 2008-2010. Versi Lengkap ada dalam Buku Membedah Kasus Konversi Agama di Bali

Bali Pulau Indah Incaran Misionaris 

babtis-sanur-jpg-5f13b425d541df75a04ec2b2.jpg
babtis-sanur-jpg-5f13b425d541df75a04ec2b2.jpg
Keterangan Foto : Pembabtisan yang dilaksanakan di Pantai Sanur Bali

Bali merupakan sebuah pulau yang unik dengan berbagai julukan yang mengagumkan, seperti the morning of the world, the last paradise, the world best island, the island of God, the island of tolerance, the island of love, pulau seribu pura, pulau Brahman dan berbagai julukan lainnya. 

Julukan Bali sebagai pulau Brahman justru diberikan oleh seorang misionaris Tionghoa yang sukses mengkon-versikan ratusan masyarakat Bali, Tsang To Hang. Bali yang terkenal dengan keindahan alam dan budaya serta kehidupan religius masyarakatnya, sehingga Bali memiliki daya tarik tersendiri bagi dunia pariwisata. 

Bahkan, upacara-upacara keagamaan seperti ngaben, odalan atau melasti sering dipromosikan (diekploitasi) menjadi salah satu even untuk menambah daya tarik wisatawan. 

Dengan kata lain bahwa komponen budaya Bali telah dijadikan komoditas untuk dikonsumsi oleh para wisatawan sehingga menimbulkan kesan komersialisasi dan mungkin saja terjadi penurunan kualitas kebudayaan Bali terutama pada sakralisasi kesenian. 

Baca juga : Agama, Intelek, Debat dan Fenomena Konversi Agama

Di pihak lain, masyarakat dan pemerintah daerah Bali semakin gandrung membina dan mengembangkan kesenian ataupun melaksanakan upacara yang besar (Ardika, 2004:22). 

Tentu hal ini menjadi pertanyaan besar juga dalam hati, apakah dengan upacara itu umat Hindu akan mampu menyelesaikan persoalan mereka setelah kematian ini. 

Atau akan menambah beban hidup, karena upacara besar itu tidak urung juga menimbulkan keluhan setelah selesai upacara, karena banyak orang memaksakan diri membuat upacara besar yang berakibat banyak harta benda yang terjual serta diikuti oleh persoalan penyelesaian hutang karena melaksanakan upacara. Hal ini mestinya dicarikan solusi agar ritual tidak menjadi beban, tetapi justru keindahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun