Siapa yang tidak mengetahui film anak remaja yang sedang naik daun sekarang, tentu saja Dilan. Tidak bisa ditampik lagi bahwa film Dilan telah menarik perhatian hampir seluruh pasang mata di Indonesia, khususnya remaja. Disini saya akan membahas tentang anggapan saya setelah membaca Novel dari Pidi Baiq yaitu Milea suara dari Dilan. Hal yang membuat saya tertarik untuk membacanya adalah kisah cinta yang dihadirkan dalam novel ini yaitu antara dua insan yang sudah jarang terjadi di zaman sekarang. Saya akan memulai dengan latar yang diceritakan oleh Pidi Baiq, latar yang sangat sering di hadirkan di dalam novel ini adalah kota Bandung pada tahun 1990-an, Dimana tempat yang sangat sering dipakai oleh tokoh utama yaitu jalanan,
"Lia memelukku seperti ingin terus begitu selamanya, melewati jalan Bengawan, melewati jalan laswi, melewati jalan galunggung, jalan jalan palasari, jalan talaga Bodas, dan kemudian tiba di jalan Banteng, didepan rumahnya."(Halaman 163)
 "Zaman itu jalanan belum ramai oleh banyak kendaraan, sehingga masih terasa leluasa untuk anak remaja macam si Akew menjalankan motornya dengan cara zig zag didepan kami yang tertawa melihatnya."(Halaman 73)
Hal yang menarik didalam novel ini selain latar tempat yang dihadirkan tetapi latar waktu yang sangat mencerminkan Dilan sang pelaku utama. Malam, itulah waktu yang di tunjukan dalam novel ini. Hal ini terdapat dalam aktivitas yag dilakukan oleh pelaku. Hal ini dicantumkan oleh pengarang,
"Malam itu, Engkus yang akrab dengan Anhar sengaja datang ke taman Centrum untuk mencegahku yang akan melakukan balas dendam ke si Endi."(Halaman 91). Latar lingkungan juga menarik perhatian saya sebagai pembaca, situasi yang di munculkan oleh pidi baiq adalah kehidupan anak muda pada tahun 90an di Bandung, dimana menceritakan sekumpulan siswa yang tergabung dalam Geng motor dan dengan lingkungan yang sangat kekeluargaan.
"Dijalanan aku merasa seperti tidak sedang sekolah, tapi aku banyak medapat pelajaran."(Halaman 51). Dilan dan Geng memang tampak tidak rajin dalam hal pelajaran, tetapi dengan bersenang-senang dijalanan, mereka juga bisa memahami cara hidup dari beberapa kalangan atau yang lainnya, mereka bisa mempelajari bagaimana hidup secara langsung di dunia yang keras. Dijelaskan penulis dalam Novelnya yaitu,
"Disana, kami bisa membuktikan kepada dunia bahwa kami bisa menghibur diri sendiri hanya dengan membahas lipstick buk Sri yang tertalu tebal."(Halaman 54)
Dari dua kutipan novel ini dapat kita ketahui bahwa kehidupan sosial yang dialami oleh pelaku utama adalah kehidupan yang mungkin bagi sebagian orang adalah hal yang negatif untuk dilakukan, tetapi berbeda dengan apa yang dimaknai oleh Geng motor Dilan, mereka berkumpul dalam suatu wadah untuk mencari kehidupan yang menurut mereka dapat dilalui dengan canda tawa dan nongkrong di warung Bi Eem.
        Alur yang mencakup semua isi novel ini adalah alur maju. Si pengarang menceritakan kisah dari awal kehidupan Dilan sampai kehidupan Dilan setelah berpisah dengan Milea. Pengarang juga menambahkan tentang penyesalan dan ingatan tentang kejadian yang telah dilakukan oleh Milea dan Dilan. Sebenarnya Novel ini memilkik alur yang cepat dan meloncat-loncat, hal ini bisa dimaklumi karena Novel ini hanya sebagai pelengkap dari dua Novel sebelumnya.  Diawal Cerita, Dilan memperkenalkan keluarganya mulai dari dirinya sendiri kemudian tentang ayahnya dan ibunya.
        "Sekarang, tentang ayhaku. Dia lahir di Bandung."(Halaman 22)
"Asal tahu saja, ibuku, Si Bunda itu adalah Pujakesuma, tetapi bukan bunga, melainkan akronim dari putri jawa kelahiran Sumatra karena lahir di Aceh,tepatnya di kota Sigil, ibu kota kabupaten Pidie."(Halaman 18)
Kutipan lain yang menunjukan bahwa Novel ini memakai alur maju adalah kutipan yang menjelaskan tentang sejarah pendidikan Dilan dari SD kelas 5 sampai SMP kelas 3, artinya pengarang menceritakan secara beurutan dari si tokoh kecil hingga dewasa.
"Waktu kelas 5 SD aku mulai sekolah disekolah SD negeri yang ada di wilayah komplek dekat perumahanku. Mengingat jaraknya tidak jauh dari rumahku, dulu aku pergi sekolah pakai sepeda, itu belangsung sampai aku duduk dikelas 3 smp." (Halaman 33)
Masalah pertama yang menandai bahwa Novel ini sudah masuk ke rangsangan peristiwa adalah saat Dilan dan teman-temannya ditangkap Polisi,
" Ya,benar,malam itu kami di tangkap. Dan, polisi membawa kami ke kantornya. Mereka bilang bahwa kami ditangkap karena lelah melakukan tindakan yang akan meresahkan masyarakat."(Halaman 96)
Puncak masalah yang sangat membuat saya sedikit jengkel adalah saat Milea menemui Dilan setelah Dilan ditangkap polisi, Karena tuduhan pembunuhan si Akew. Si Akew adalah teman Dilan yang meninggal karena di keroyok oleh beberapa Geng motor. Hal pertama yang dilakukan Milea adalah membeci Dilan, karena Milea beranggapan bahwa Dilan terlibat dalam kejadian ini. Pada hari itu, Lia menampar Dilan dan mengatakan sesuatu yang tidak ingin diucapkan oleh beberapa pasangan muda, yaitu putus,
        "Ketika aku tersenyum untuk mencairkan situasi, diluar dugaan, tiba-tiba Lia menamparku, Itu mengejutkan! Itu sesuatu yang besar bagiku karena aku tidak percaya Lia akan melakukanya. Dia menatapku cukup tajam, lalu menangis setelah dia bicara dengan intonasi yang cukup tinggi:" Kita putus!"(Halaman 213)
Di tahap akhir yaitu tahap penyelesaian dari Novel ini. Semua kesalahpahaman yang terjadi antara Dilan dan Milea sudah terjawab, ternyata setelah mereka putus banyak sekali kesalahpengertian diantara kedua belah pihak. Tetapi sesalan, hanyalah sesalan tidak ada yang bisa di kembalikan lagi, Dilan dan Milea hanya bisa menyesal dan memandang kedepan untuk kehidupan yang baru mereka bangun lagi. Dua belah pihak sudah memiliki pasangan sendiri-sendiri. Â Diakhir Novel, Dilan menempatkan kata-kata keikhlasan karena tidak bersatunya Dia dengan Milea.
        "Aku tahu bukan itu yang kita harapkan, tapi itu adalah kenyataan, Ini bukan hal yang baik untuk merasakan sebuah perpisahan, tetapi sekarang bagaimana caranya kita tetap akan baik-baik saja setelah itu. Menerimanya dengan ikhlas, akan menjadi lebih penting dari pada semuanya."(Halaman 354)
Alur cerita yang diusung oleh pidi baiq juga adalah non tunggal. Artinya didalam Novel ini tidak hanya terfokus dengan kisah cinta yang dijalin antara Dilan dan Milea, tetapi juga diselingi dengan kisah orang-orang yang ada disekitarnya. Buktinya diawal Novel Dilan juga menceritakan preman-preman yang berteman dengan ayahnya.
        "Saat itu, aku belum tahu bahwa Mang Saman adalah preman yang cukup disegani dan ditakutin."(Halaman 28)
Indikator yang paling utama dalam sebuah novel adalah tokoh dan penokohan. Didalam novel ini ada banyak sekali pemeran yang menghantarkan novel ini menjadi Best Seller, tetapi saya akan membahas beberapa saja yang sangat mendominasi cerita ini. Tentu saja tokoh utama dari novel ini adalah Dilan dan Milea. Pertama Dilan, perilaku Dilan adalah nyeleneh, brutal seperti anak SMA pada umumnya yang nakal, berpostur tinggi, berparas tampan. Bukti dari kenakalan Dilan adalah percakapan Dilan dengan Bibi, pembantu Milea,
"Aku satu sekolah sama Milea."
"oh."
"kepala sekolah belum tau aku suka sama Milea."
"Aku mendengar Si Bibi nahan ketawa." (Halaman 132)
Sedangkan bukti tingkah Dilan yang sangat romantis adalah,
"Kau tau siapa orang yang paling aku sukai di dunia?"
"Siapa?" Tanya Lia memelukku
"Aku."
"Karena?"
"Aku suka ke aku yang bisa bertemu denganmu," kataku.(halaman 168-169)
Selanjutnya Milea, dia adalah perempuan yang sangat cantik, mempunyai rambut pirang alami, panjang, suaranya lembut, hal ini telah dijelaskan oleh Pidi Baiq yaitu,
        "Bagiku Lia adalah perempuan yang memiliki semua yang aku sukai. Aku suka dia ketika dia ada. Aku suka ketika dia bicara."(Halaman 67)
"Waktu itu, aku setuju dengan yang lain bahwa Milea Adnan Hussain itu cantik, dan aku percaya ada hal indah lagi dari apa yag bisa kulihat selain dari rambutnya yang panjang dan tebal pirang alami."(Halaman 64)
Orang yang paling menonjol adalah orang tua Dilan, dari awal saya membaca Novel ini, saya sudah disuguhkan dengan penjelasan Dilan tentang Ayah dan Bundanya, tetapi yang paling banyak dijelaskan adalah ayahnya karena bunda Dilan sudah cukup banyak dijelaskan oleh Milea dibuku sebelumnya. Watak yang ditunjukan oleh Bunda adalah penyabar, pemberi nasihat dan tidak mengekang anaknya dengan aturan. Watak Bunda didukung dengan percakapan Bunda dengan Dilan.
"Bunda gak ngelarang kamu main sama siapa pun,"Kata si Bunda." Bunda gak akan ngekang kamu karena Bunda percaya kamu gak akan kebawa-bawa mereka."(Halaman 47)
Selanjutnya, Ayah adalah seorang Tentara Indonesia, jadi bisa ditebak bagaimana perilaku yang digambarkan oleh pengarang tentang Ayah dalam Novel ini. Tegas, sangat menyayangi keluarga.
"Selain sebagai seorang prajurit sejati yang lumayan cukup galak, ayahku bisa berubah menjadi sorang pria yang manis, dan juga romantis." (Halaman 23).
 Sambungnya lagi didalam Novel bahwa ayahnya juga bisa menjadi pria romantis dengan cara selalu menulis surat untuk keluarganya dimanapun Ayah Dilan ditugaskan. Disamping itu juga Ayah Dilan juga memiliki selera humor yang tinggi, buktinya adalah,
"Ayahku orang yang tegas kalau bicara, tetapi cepat untuk tertawa."(Halaman 23-24).
Kang Ewok adalah orang yang sudah lama mengenal Dilan, dia adalah pemilik pondok tempat tongkrongan Dilan dan teman-temannya. Kang Ewok adalah orang yang perhatian dengan lingkungan, senang berbicara dengan anak muda dan memiliki jiwa prihatin. Hal ini dijelaskan dibagian akhir Novel yaitu,
"Iya, Kang Ewok juga sedih pas tau Dilan putus sama Lia. Pasti merasa kehilangan, soalnya ke mana-man bareng terus..."(Halaman 324)
Burhan, dia adalah teman seperjuangan Dilan, dia juga yang menginspirasi Dilan untuk bergabung dalam Geng motor. Watak yang ditunjukan oleh Burhan adalah Anak jalanan, keras tetapi tetap baik hati kepada temannya,
        "Aku sudah kenal Burhan sejak masih duduk di kelas 3 SMP, sedangkan saat itu dia sudah kelas 3 SMA dan dikenal sebagai ketua geng motor terkenal yang ada di Bandung".(Halaman 36)
Orang yang menambah nilai jual Novel ini adalah tingkah centil Remi Moore, dia adalah teman Dilan ketika sedang nongkrong di pondok Kang Ewok. Dia bermimpi menjadi seorang perempuan. Dia juga sering menghangatkan suasana dan memberi saran ke Dilan. Hal ini terbukti dari percakapan diakhir Novel,
"Cowoknya yang harus ngerti. Tapi kamunya ya gitu, malah ngerasa gengsi mau ngehubungi dia, Itu kali ya, gara-garanya itu, Dilan-nya udah kadung nyangka Lia udah pacaran lagi. Coba kalau dulu enggak,"Kata Remi lagi.(Halaman 325)
Didalam Novel ini, si pengarang memakai sudut pandang orang pertama, yaitu 'Aku". Tentu saja Aku disini adalah Dilan. Dilan sebagai pembicara yang menjelaskan semua hal yang terjadi disekitarnya. Diawal Novel juga sudah terlihat sekali bahwa Dilan ingin bercerita tentang Milea dari sudut pandang Dilan, bukti dibawah ini adalah percakapan antara Dilan dan Pidi Baiq,
        "Dia juga ketawa dan bilang "Suara Dilan" itu adalah buku yang berisi kisah aku dan Lia, sama seperti buku "Dilan, Dia adalah Dilanku", tetapi bersumber dari sudut pandangku."(Halaman 15)
Bukti lainya juga ditunjukan dengan gaya bahasa Dilan yang dipakai dalam Novel ini.
        "Langsung saja. Namaku Dilan, jenis kelamin laki-laki, bernafas menggunakan paru-paru, sama seperti seekor paus."(halaman 19).Kutipan ini adalah contoh bahwa yang bercerita didalam Novel ini adalah Dilan langsung, Dilan juga selalu menceritakan teman-temannya, musuhnya dan hal yang terjadi disekitar tahun 90an di Bandung. Dilan menumpahkan lagi ingatan lamanya tentang kejadian yang tidak mudah untuk dilupakan dan menjadi sejarah hidup seorang Dilan.
Saya sudah menulis sejauh ini, tetapi saya melupakan inti sari dari Novel ini. Selama saya membaca Novel ini yang menjadi bahasan utama adalah Kisah percintaan. Kenangan Dilan tentang Milea telah ditunjukan di setiap bagian dari Novel ini. Salah satu contohnya adalah banyak sekali puisi-puisi singkat yang dibuat oleh Dilan,
         "HAI"
"Kamu memiliki semuanya,"
"Seorang gadis di hujan September"
"Tetap cantik meskipun bersin!"
"Tapi harus kamu yang mau ke aku"
"Seorang lelaki bergerak di atas tanah"
"Otaknya lebih besar dari simpanse "
"Semua milikmu untuk siapa, nona?"
"Untuk dia yang bisa membuat kamu senang"
"Karena dia yang aku maksud adalah aku"
"Jadi mari kita kerja sama"
"Untuk sebuah rencana asmara."(Halaman 126)
Isi dari Novel ini juga dipengaruhi oleh orang yang berperan di balik terbitnya Novel ini yaitu Pidi Baiq. Seperti yang sudah diketahui bahwa Pidi Baiq adalah seniman yang multitalenta, dimana sebelum menerbitkan Novel Dilan, Dia adalah Dilanku 1990, Dia Adalah Dilanku 1991, dan yang terakhir adalah Milea suara dari Dilan, Pidi Baiq juga menulis beberapa Novel yang bergendre Komedi dan nasihat. Gaya bahasa yang biasa ditorehkan Pidi Baiq didalam Novel-Novel sebelumnya adalah humoris. Didalam buku-buku yang ia tulis tak jarang membuat kita ketawa-ketiwi. Bahasa yang ia pakai didalam bukunya bukan juga bahasa baku seperti dibuku-buku yang lainnya. Ia hanya menulis apa yang ada di pikirannya. karena ia mengatakan bahwa saya menulis maupun bermusik bukan untuk menyenangkan orang lain tetapi untuk menyenangkan dirinya sendiri, dan nyatanya banyak orang yang terhibur karena tulisannya itu. Â Pidi sangat menjiwai isi cerita yang dia tulis. Pidi mengakui jika ia ikut menangis ketika harus menuliskan adegan-adegan atau menceritakan kisah yang haru. Ternyata karya yang besar memang hadir melalui penjiwaan yang dalam. Dari berbagai latar belakang diatas, kita mengetahui seseorang yang berjasa dalam menuliskan Novel Milea ini sampai seterkenal sekarang ini tentunya dengan pengalaman dan kemampuan yang dimilikinya.
Referensi:
Novel Milea Suara Dari Dilan
http://biografipn.blogspot.co.id/2017/02/biografi-penuilis-novel-dilan-pidi-baiq.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H