Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terhadap praperadilan kasus Bank Century benar-benar membingungkan. Â Belum ada dalam sejarah putusan kasus praperadilan di Indonesia yang memerintahkan institusi hukum untuk menetapkan tersangka pada seseorang atau sekelompok orang. Terlebih yang dipaksa-paksa adalah KPK, lembaga antirasuah yang selama ini kita sama-sama jaga independensinya dari tekanan-tekanan politik.
Padahal, yang namanya penetapan tersangka oleh KPK tidak sembarang. Harus lewat proses penyidikan. Perlu ada dua alat bukti, juga landasan ini dan itu. Jadi yang paling tahu sudah saatnya atau belum saatnya seseorang/sekelompok orang jadi tersangka adalah KPK. Lha, ini kok KPK dipaksa-paksa? Ngaco sekali!
Lagipula sidang praperadilan itu buat memutus proses hukum, lanjut atau putus, tersangka atau bukan?
Belum pernah ada praperadilan yang memerintahkan agar seseorang/ sekelompok ditetapkan sebagai tersangka. Makanya, PN Jaksel seolah-olah membikin norma baru.
Lucunya gugatan ini bukan gugatan baru. sebelumnya Boyamin Saiman dengan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) sudah menggugat hal yang sama. Tapi waktu itu, PN Jaksel langsung menolaknya. Lha, sekarang kok bisa mendadak PN Jaksel ini mengabulkannya? Apa gara-gara hakimnya sudah ganti? Masak hukum diputar-balik begitu? Kacau!
Akibatnya bukan cuma publik yang kaget. KPK juga kaget. KPK mengaku amar putusan PN Jaksel ini amat berbeda dengan keputusan-keputusan sebelumnya. Wapres JK juga ikutan kaget, geleng-geleng kepala. Putusan PN Jakarta Selatan itu ndak jelas, katanya.
Kita memang harus menghormati hukum, tapi hukum juga harus jelas PN Jaksel jangan lempar batu lalu kabur. Bikin polemik lalu ngibrit. Harus dijelaskan. Kenapa PN Jaksel seolah-olah bikin norma baru?
Saya pribadi malah curiga ada yang tidak beres. Ada udang dibalik batu? Pasalnya, yang mengajukan
praperadilan itu Boyamin Saiman, pengacara yang kesohor sebagai rajanya praperadilan.
Tengok saja rekam jejak Boyamin ini. Dahulu dia menjungkal Antasari Azhar dari kursi Ketua KPK, bahkan mendorongnya sampai dipenjara. Lalu mendadak Boyamin jadi saksi yang meringangkan Antasari, bahkan kemudian berstatus sebagai pengacaranya.
Kemarin, Boyamin teriak-teriak perkara Setya Novanto itu koruptor. Lantas, dia malah jadi kuasa hukum Firman Wijaya, pengacara Setya Novanto, yang waktu itu tersangkut hukum gara-gara memfitnah SBY.
Dari sini, tampak nyata oportunisme Boyamin. Bukan mustahil semua ini hanya setingan politik.Ini kerjaan mafia hukum yang berkongsi dengan aktor-aktor politik bermental penjahat. Â KPK mau digebuk, mau dijadikan kaki tangan buat manuver jahat. Targetnya mantan Wapres Boediono. Nah, nanti kalau Boediono sudah tersangkut-paut, mendadak isu ini akan digoreng buat menyerang SBY, buat bikin menggembosi Partai Demokrat
Lha, kita sama-sama tahu, aksi SBYTourDeJava itu benar-benar powerfull menarik aspirasi dan harapan rakyat. Ada fenomena rindu SBY yang bergelora di jiwa rakyat. Plus, Partai Demokrat sudah punya AHY, sosok muda yang bisa mengikat dan mendokrat semangat kader-kader Partai Demokrat.
Makanya SBY harus kembali dihabisi. Makanya Partai Demokrat mesti terus digembosi.
Harapan saya KPK harus tetap independen. Jangan terpancing apalagi ikut tekanan politik yang merasuk ke jantung penegakan hukum. Jangan mau diintervensi. Tetaplah lurus. Katakan yang benar itu benar, dan yang salah itu salah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H