Diketahui dari hasil penelitian Microsoft dalam laporan berjudul 'Digital Civility Index (DCI)' menempatkan netizen Indonesia berada di urutan ke-29 dari 32 negara untuk tingkat kesopanan netizen se-Asia Tenggara.
Namun sebenarnya apa hubungannya antara tingkat kesopanan dan kebebasan berpendapat itu sendiri?
Salah satu media yang dapat dijadikan sarana mengemukakan pendapat yaitu media sosial. Berdasarkan data dari We Are Social mencatat jumlah pengguna media sosial secara global terus meningkat setiap tahunnya. Data pengguna media sosial Indonesia tahun 2021 terdiri dari 170,0 juta pengguna aktif  dan perubahan tahunan jumlah pengguna lebih dari 6,3% atau setara dengan 10 juta lebih pengguna.
Dari data tersebut kita mengetahui bahwa saat ini pengguna media sosial semakin banyak dan di dominasi oleh kalangan remaja. Namun seiring bertambahnya pengguna media sosial, kasus-kasus kejahatan seperti halnya cyber bullying juga meningkat.
Maka dari itu penting bagi pengguna media sosial mengetahui cara menyampaikan pendapat yang baik dan sesuai dengan etika. Kebanyakan kasus cyber bullying yang terjadi tanpa sebab yang menjadikan para pelaku menyangkal bahwa hal tersebut merupakan kebebasan mereka dalam berpendapat.
Lalu jika hal tersebut merupakan kebebasan berpendapat, apa yang membuat hal tersebut menjadi sebuah cyber bullying ?
Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjamin bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
Jika kita memahami dengan baik bahwa pada UU terkait Hak Asasi Manusia dalam Berpendapat baik secara lisan, tulisan (media cetak maupun media elektronik) harus disertai dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
Ketika pengguna media sosial mengungkapkan kebencian, ungkapan kejahatan, hinaan, ancaman, serta pelecehan maka hal tersebut sudah dapat dikatakan sebagai cyber bullying bukan lagi sebagai bentuk kebebasan berpendapat.
Lalu bagaimana cara berpendapat yang baik ?
Berikut beberapa tips menyampaikan pendapat yang baik :
- Memikirkan terlebih dahulu pendapat yang akan disampaikan. Penting untuk mengetahui tujuan pendapat kita serta manfaat yang akan diperoleh pembaca. Memang tidak semua pendapat dapat diterima dengan baik oleh pembaca oleh karena itu pemilihan kalimat dan bahasa yang tepat juga menjadi penentu pendapat tersebut sudah baik atau sopan jika disampaikan.
- Menghindari konten sensitif dan memicu konflik. Dalam hal ini kita harus berhati-hati karena banyak juga oknum-oknum yang sengaja menyebarkan konten yang dapat memicu konflik biasanya berhubungan dengan SARA. Ketika kita menemukan konten sensitif sebaiknya kita mempertimbangkan pengetahuan dan informasi yang kita peroleh berdasarkan data aktual dan fakta-fakta yang kita ketahui sebelum menyampaikan pendapat. Jika dirasa kita pendapat kita nantinya malah memperburuk masalah maka sebaiknya dihindari.
- Perhatikan siapa yang akan menerima pendapat kita. Penting halnya kita ketika berkomunikasi secara langsung, biasanya kita harus dapat membedakan tutur bahasa yang dipakai saat sedang berbicara dengan orang yang lebih tua, sepadan atau yang lebih muda. Munculnya kata-kata gaul saat ini dapat berdampak pada menurunnya penggunaan tutur bahasa yang sopan. Hal ini bisa terjadi secara sengaja maupun tidak disengaja akibat kebiasaan ketika menggunakan bahasa gaul. Maka dari itu kita harus lebih cermat membedakan bahasa yang digunakan saat menyampaikan pendapat pada orang lain.
- Bersikap Toleransi dan Positif Thinking. Menyampaikan pendapat harus di sertai toleransi. Pada hal ini ketika pendapat kita terkait kehidupan orang lain, jika tidak diterima maka kita tidak boleh memaksakan kehendak ataupun memicu ujaran kebencian (provokasi) karena bisa saja mereka mempunyai pendapat dan alasan tersendiri untuk kehidupan yang mereka jalani. Namun jika dalam konteks pendapat sebagai warga negara dalam menyampaikan pendapat pada pemerintah itu merupakan tugas pemerintah harus mendengarkan pendapat rakyat. Jadi kita harus dapat membedakan konteks mana yang kita gunakan dalam toleransi menyampaikan pendapat. Berpikir positif juga sangat penting bagi kita untuk menghindari prasangka buruk terhadap orang lain apalagi jika kita tidak mengenal orang tersebut sebelumnya atau hanya sekedar tahu dari media sosial.Â
- Altruisme dan Bertanggung jawab. Bersikap memperhatikan dan mengutamakan kepentingan dan kebaikan orang lain atau disebut altruisme juga harus dapat di bangun pada diri sendiri. Dalam hal ini kita harus dapat bersikap tidak egois ketika menyampaikan pendapat, jika memang pendapat kita membawa dampak buruk bagi orang lain maka kita harus dapat mengakui dan meminta maaf kepada orang lain yang merasakan dampak dari pendapat kita tersebut. Hal ini juga sekaligus berhubungan dengan tanggung jawab kita terhadap tindakan yang kita lakukan. Seperti pribahasa mengatakan lebih baik mencegah daripada mengobati. Maka sedari itu kita harus benar-benar memperhatikan pendapat kita sebaik-baiknya. Mengambil tindakan berserta konsekuensi yang akan diterima secara matang. Dalam berpendapat tentu saja kita sudah mengetahui konsekuensi atau respon timbal balik apa yang akan kita terima. Untuk itu ketika menyampaikan pendapat kita harus dapat menerima konsekuensi yang terjadi baik itu positif maupun negative pada diri kita.Â
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1999/39TAHUN1999UU.htm
Nama : Suriyanti
Prodi : Sistem Informasi
Universitas Bunda Mulia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H