Kadang aku berfikir Kok lebih tau orang di televisi itu dibandingkan kami yang mengalami langsung ya... padahal orang yang ditelevisi itu tinggal di propinsi yang tidak terkena asap. Kok mau mereka mencari asap ke tempat kami. Sedangkan kami ingin sekali menghindari asap. Tapi itulah kekuatan media sebagai sarana komunikasi. Mereka bekerja keras untuk mencari informasi dan memberikannya pada masyarakat.
Sepengetahuanku daerah di sekitar kampungku tidak ada pembakaran tetapi mengapa asap pekat itu merajalela memasuki celah-celah rumahku. Bahkan sampai memasuki tubuh-tubuh kami. Sehingga kami merasa sesak ketika bernafas. Batuk yang tiada henti , radang tenggorokan yang menyerang.
Tiada terkecuali, baik tua, muda, bahkan balita pun turut merasakan dampaknya. Sungguh kejadian yang biasa dikatakan luar biasa.
Yang paling kusedihkan adalah aku tidak dapat lagi menatap ceria wajah-wajah siswaku. Sudah sebulan ini mereka di rumahkan mengikuti kebijakan pemda kami. Kebiasaan mereka menyapaku setiap hari terasa hilang . aku kehilangan sapaannya... kehilangan senyumannya... kehilangan canda tawanya... dan aku kehilangan proses pemberian ilmu yang tak dapat ku teruskan.
Sebulan... ya sebulan sudah kehampaan hidup karena tidak berjumpa dengan siswa-siswaku. Sebulan sudah makin berkurang ilmuku karena hanya diam dan tidak menularkan ilmu. Sebulan sudah aku sendiri melakukan aktifitasku.
Dari televisi juga kudengar pemerintah kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk menghilangkan api. Bahkan sampai mendapat bantuan dari negara negara lain. Namun hasilnya masih belum kurasakan . si abu-abu masih tetap menggerangsang memasuki semua tempat. Bahkan tiada tempat untuk berlindung sedikitpun.
Sampai akhirnya rahmat dari Allah itu mengucur pada kami. Siraman hujan mematikan seluruh api di lahan gambut. Langit biru kembali terlihat pohon-pohon tidak lagi abu abu tapi telah hijau kembali, dan yang paling penting keceriaan anak-anakku ku lihat kembali. Berbondong-bondong mereka datang kesekolah. Langkah semangatnya kembali membuatku semangat. Sapaan selamat pagi kembali terdengar. Senyuman serta candaan sesama mereka menghiasi hari-hariku kembali. Lengkap lah sudah kebahagiaanku sebagai guru hari ini.
      Sejak kejadian itu aku dan siswa ku bertekad untuk memelihara alam. Kami harus mulai dari diri kami dulu... memulai dari yang terkecil.. memulai untuk lingkungan sekitar kami. Dimulai dari menambah tanaman pohon di sekitar kami. Terutama lingkungan sekitar sekolah. Dari sayuran, buah-buahan menjadi andalan kami. Tak ku pikirkan lagi si abu-abu yang akan datang tahun depan. Kini yang tampak hanya hijau, hijau tanamanku, hijau sekolahku, hijau lingkunganku, hijau indonesiaku, dan hijau bumiku.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI