Payung Kehidupan -- Surikin, S.Pd
Berjalan menelusuri getirnya kehidupan. Tanpa seorang ayah dan ibu juga saudara-saudaraku. Ku beranikan diri menatap masa depan meski kusadari bertanya rintangan.
Satu kekuatan hanya kalimat yang pernah terucap dari bibir mungil ibuku " Allah itu tidak pernah tidur Nak ". Satu kalimat yang sampai saat ini kujadikan penyemangat. Hal yang disampaikan tepat seminggu sebelum kepergiannya.
Masih teringat jelas ketika peristiwa itu terjadi. Saat kami sedang asyiknya menikmati cucuran rahmat Tuhan. Suasana malam hari yang dingin karena curah hujan. Ibu yang biasa kupanggil koki terhebat di dunia menyajikan makanan hangat untuk kami. Sepiring sayur genjer dan tempe goreng yang sangat luar biasa nikmatnya. Â
Tetesan air hujan diluar yang merintih pedih membuat hidangan di atas meja habis dalam hitungan menit. Kedua adikku bahkan berebut tempe goreng yang hanya tinggal satu. Sebagai ayah yang bijaksana ayahku membagi tempe tersebut menjadi dua bagian dan menyerahkan kepada kedua adikku.
Semakin lama tetesan air hujan semakin  tak berjarak.  Semenjak seminggu ini memang tiap malam turun hujan.  Kata ibuku hujan itu rahmat dari Tuhan. Jadi kita harus tetap syukuri. Ibuku memang sangat ahli dalam bidang bersyukur. Dia tidak pernah mengeluh sakalipun pendapatan ayahku sebagai petani tidak bisa diharapkan setiap hari. Ibuku selalu memperlihatkan senyuman manis dibalik guratan awan mendung diwajahnya. Beliau selalu mengangkat jemari untuk memohon kepada Illahi tentang perubahan nasib kami.
Aku sebagai putri tertua di keluarga tentu harus peka dengan keadaan ekonomi orang tua. Sebisa mungkin aku membantu ibu dengan mengerjakan pekerjaan sederhana di rumah. Sepulang sekolah aku meringankan ibu untuk menjaga kedua adiku. Sementara ibu pergi kekebun untuk membantu ayah walau sekedar menyiangi rumput di sela-sela tanaman.Â
Pekerjaan rumah selanjutnya menjadi tanggung jawabku . aku ingin selalu membuat senyuman di bibir ibu ketika dia pulang dari kebun. Aku merasa senang kalau melihatnya bahagia.
Sampai suatu hari peristiwa itu terjadi tepat dimalam ketujuh dimusim hujan dibulan desember. Setelah kegiatan makan bersama aku disuruh ibuku untuk membeli obat nyamuk bakar ke warung tetangga.Â
Warung yang jaraknya kurang lebih 20 meter dari rumahku. Dengan menggunakan payung usang  aku memenuhi perintah ibu. Kulangkahkan kaki ditengah gerimisnya malam.
Belum 10 Â meter kakiku berjalan aku mendengar ada dentuman keras yang sangat memekakkan telinga. Spontan aku mencari sumber suara .Â