Mohon tunggu...
Suri dwi Maharani
Suri dwi Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka retorika

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Konsep Perlindungan Hak Cipta Dalam Penggunaan Artificial Intelligence (AI)

15 Desember 2024   03:16 Diperbarui: 15 Desember 2024   03:16 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh:

Nama: Suri Dwi Maharani 

NIM: 222111005

Kelas: HES 7E

Guna Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)

Dosen Pengampu: Nur Sholikin, S.H. M.H

Berkembang nya zaman membawa peradaban yang semakin maju dan canggih, terlebih dalam hal teknologi. Saat ini kita tengah berada di revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan kecerdasan teknologi AI yang mampu menciptakan dan menyelesaikan tugas-tugas layaknya manusia. Bahkan dalam hal pembuatan gambar, teknologi AI mampu menciptakan hampir mirip dengan ciptaan aslinya. Namun hal ini memicu adanya perdebatan khusus dalam bidang hukum, terutama dalam hal kekayaan intelektual. Disamping manfaatnya yang dapat membantu setiap pekerjaan manusia dalam berbagai bidang, hal ini juga bisa berimbas pada pelanggaran hukum. 

Hal yang menjadi kekhawatiran ialah mengenai kepemilikan hak cipta dari karya yang dibuat oleh AI tersebut tidak memiliki dasar dan hanyalah atas perintah manusia sebagai pemrograman atau pemberi instruksi tugas kepada AI. Meskipun telah ada Undang-undang tentang Hak Cipta yakni UU No.28 Tahun 2014 namun belum mengatur secara spesifik mengenai karya dari teknologi AI.

Dalam Pasal 6 ayat 1 UU tentang Hak Cipta dijelaskan mengenai subjek dari pencipta adalah seseorang yang telah menghasilkan karya, sehingga atas ciptaannya itu seseorang memiliki hak cipta atasnya. Karena AI juga bisa menciptakan karya pertanyaan apakah AI juga pencipta?

Kemudian dalam Pasal 1 ayat 3, mengenai subjek hukum meliputi pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait. Sedangkan dalam hal ini AI masih belum ada karena hanyalah teknologi yang masih dalam tahapan pengembangan.

Selanjutnya pada Pasal 40-42 UU tentang Hak Cipta telah disebutkan mengenai objek hukum hak cipta meliputi dalam hal seni, sastra, dan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini sebuah karya digital juga dapat mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan UU ini jika ada ke orisinalitas dalam bidang seni, sastra, maupun ilmu pengetahuan.

Ini berarti karya yang dihasilkan AI bisa mendapatkan perlindungan hukum apabila memenuhi syarat orisinalitas dan relevansi dengan bidang-bidang hak cipta, walaupun Undang-undang tidak secara khusus mengatur tentang AI.

Apabila terjadi pelanggaran dalam hak cipta, maka yang paling bertanggung jawab adalah pemegang hak cipta yakin pembuat dari teknologi AI karena disini AI juga merupakan hasil ciptaan yang diprogramkan untuk menjalankan instruksi yang diperintahkan manusia.

Dalam UU Hak Cipta juga dijelaskan bahwasannya definisi pencipta hanya mencakup manusia bukan teknologi. Namun dalam hal ini, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana fokus perlindungan hukum pada karya yang dihasilkan oleh AI? , hal ini AI tidak dapat diakui sebagai pencipta melainkan dapat dilimpahkan pada pihak-pihak yang terkait dalam penciptaan karya AI seperti pemilik dan pengguna kecerdasan buatan atau keduanya secara bersama-sama.

Sehingga untuk mempertimbangkan mengenai perlindungan hukum bagi karya hasil AI ada tiga kriteria, yaitu kriteria orisinalitas, kreativitas, dan telah terwujud dalam format digital apa saja yang dapat dinikmati oleh manusia yang bukan prototipe dan abstrak. Isu lain juga mengenai pertanggungjawaban hukum bagi karya hasil AI yang terbukti melanggar hak cipta.

Dalam hal ini regulasi hukum Indonesia belum ada yang mengatur mengenai hal tersebut , sehingga pertanggungjawaban nya masih ambigu apakah sanksi diberikan pada pemilik sistem atau pengguna dari sistem. Meskipun dalam UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta juga telah disebutkan saksi pidana dan denda nya tetapi perlu dipertegas lagi terhadap peran utama pada subjek yang melakukan pelanggaran. Kemudian juga dapat dibuat aturan khusus mengenai pelaporan pelanggaran hak cipta yang melibatkan sistem AI agar dapat menetapkan sanksi yang jelas dan sesuai.

Referensi:

Rafly Nauval Fadhillah, Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual Artificial Intelligence (AI) dari Perspektif Hak Cipta dan Paten, Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum dan Masyarakat, Vol.2 No.2 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun