Lanjut kepada pembahasan berikutnya. Lingkungan Sibuaya menurut penuturan beberapa keturunan warga lama hingga warga pembuka wilayah ini sendiri dikatakan bahwa pada awalnya yang kita kenal dengan Jalan Martinus Lubis paling ujung sekitar 6 km dari ujung Lingkungan Sibuaya saat ini merupakan wilayah pertama bermulanya dibuka lingkungan ini.Â
Tidak dapat diketahui dengan pasti mengingat sudah beberapa generasi, namun dapat diperkirakan bermulanya Lingkungan ini dibuka sekitar tahun 1940-50an atau bahkan lebih tua dari itu. Lingkungan Sibuaya berkembang hingga sekitar tahun 1960an dibuka wilayah bagian tengah sedikit keatas.Â
Jika kita melihat langsung ke wilayah ini ada sebuah masjid yang menjadi penanda adanya wilayah tengah yang dibuka. Selanjutnya pada sekitar tahun 1970an berkembang lingkungan Sibuaya dan di bukalah wilayah yang ke tiga. Atau masyarakat menyebutkannya dengan Sibuaya atas (Hulu) berdasarkan aliran sungai dan sibuaya bawah (Hilir) jika berdasarkan waktu pembukaan wilayah tergolong yang muda di bandingkan dengan wilayah bermula.
Beranjak kepada pembahasan berikutnya, hal yang juga sangat menarik penulis berkaitan dengan agama Islam sebagai agama masyarakat di lingkungan ini, hal ini dikutip dari penjelasan beberapa narasumber Lingkungan Sibuaya yang mengatakan bahwa lingkungan Sibuaya merupakan Lingkungan beragama Islam hingga beberapa tahun belakangan mulai masuk orang beragama non-muslim akibat dari dibangunnya perumahan Raja Habib yang wilayahnya sebagian masuk kepada Lingkungan Sibuaya.Â
Agama Islam sebagai satu-satunya agama yang ada dilingkungan yang dapat dikatakan cukup dekat aksesnya menuju kota ini bukan merupakan suatu bentuk hasil dari peraturan yang dibuat masyarakat. Melainkan kekerabatan dan memang tanah yang ada di wiyah ini turun temurun diwariskan dan jikapun dijual maka akan dijual ke kerabat yang ujung-ujungnya menempati tanah tersebut.
Hal itu jugalah yang menjadi salah satu faktor tidak adanya agama lain di lingkungan ini. Karena pemilik tanah dari bermula lingkungan di buka hingga ke kampung atas paling tidak memiliki ikatan kekerabatan maupun pernikahan. Pembelian tanah di wilayah Lingkungan Sibuaya bagian atas oleh pembuka wilayah menjadi titik akhir perpindahan kepemilikan tanah antar non kerabat. Selebihnya dari mulai dibuka wilayah Lingkungan Sibuaya Atas hingga saat ini, pemilik tanah pasti memiliki hubungan kekerabatan baik jauh maupun dekat ataupun hubungan yang terjalin karena pernikahan.
Hal yang menarik dari keislaman di lingkungan ini dikatakan masyarakat bahwa di samping masjid dulunya ada sebuat persulukan dengan Naqsyabandiyah sebagai corak tarekatnya. Walau sudah tidak ada bukti dari keberadaan atau tempat persulukan ini dan masyarakat sudah tidak melanjutkan persulukan ini lagi, namun dari pengakuan masyarakat lama mengatakan bahwa benar, Islamnya masyarakat di lingkungan ini keseluruhan mereka dapat terlihat dari pendirian tempat tarekat sebagai tempat  persulukan masyarakat dahulunya di lingkungan ini. Dikatakan juga persulukan ini di pimpin oleh dua orang guru, dimana salah satunya pernah belajar tarekat Naqsyabandiyah di Basilam/Besilam/Babussalam tepatnya berada di Kabupaten Langkat yang masih dapat kita lihat keberadaannya sampai saat ini.
Sungguh merupakan suatu kejutan yang luar biasa untuk penulis pribadi saat mengetahui akan sejarah ini, bahkan narasumber juga menyebutkan beberapa tempat bersejarah Islam lainnya yang ada di Kabupaten Labuhanbatu yang masih dekat wilayahnya dengan penulis dan yang sama sekali penulis tidak ketahui sampai saat itu.Â
Siapa sangka Lingkungan Sibuaya yang banyak buayanya kata orang zaman dahulu ternyata di huni masyarakat beragama Islam yang terbentuk bukan karena di sengaja melainkan akibat dari sistem kekerabatan pemilik tanah yang diwariskan turun-temurun hingga tidak memberi peluang bagi agama lain masuk atau berkembang bahkan ternyata pernah ada persulukan tarekat Naqsyabandiyah di lingkungan ini.
Sungguh merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi penulis pribadi bisa menelusuri kesejarahan lingkungan Sibuaya yang sebagian wilayahnya terletak di  pinggiran sungai Bilah ini. Dari sini penulis juga belajar akan pentingnya kenal dengan lingkungan sekitar. Karena bisa jadi informasi yang setiap orang dilingkungan sekitar miliki merupakan harta warisan terakhir yang dipunya berkaitan dengan identitas keberadaan suatu kebudayaan bahkan peradaban. dengan kita kenal maka kita bisa mengetahui dan bisa jadi penyambung lestarinya identitas warisan suatu kebudayaan bahkan peradaban. semoga kita semua senantiasa peduli, minimal peduli akan identitas kebudayaan asal daerah kita yang harus tetap lestari hingga ke generasi di masa depan.
Sampai ketemu di info sejarah lainnya...!