Mohon tunggu...
Suriadi Kusna Putra SH MH
Suriadi Kusna Putra SH MH Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Titik Rawan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di BUMN

8 November 2022   07:00 Diperbarui: 8 November 2022   07:52 1916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, terus melakukan restrukturisasi BUMN antara lain dengan melakukan perampingan jumlah BUMN. Posisi per Maret 2022, jumlah BUMN sebanyak 41 BUMN. Jumlah ini belum termasuk anak-cucu BUMN. Total nilai aset BUMN saat ini sekitar Rp. 9.000 triliun. Dengan aset yang nilainya fantastik, maka BUMN akan menjadi sarang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), jika tidak dikelola dengan baik. Menurut ICW, kerugian negara akibat korupsi di BUMN pada tahun 2020 mencapai Rp17,4 triliun dan pada tahun 2021 meningkat menjadi Rp. 23,9 triliun. Kerugian BUMN ini adalah yang terekspos dan bisa jadi ini merupakan sebuah gunung es. Keberadaan BUMN harus dapat membantu menyejahterakan rakyat sehingga negara harus memastikan bahwa BUMN dikelola dengan baik. Terdapat beberapa  titik rawan KKN di BUMN, yaitu sebagai berikut ;

1.  Pengangkatan Direksi BUMN.

Hal yang pertama dilakukan untuk melakukan bersih bersih BUMN terkait dengan pemberantasan KKN di BUMN adalah melakukan pembenahan dalam proses penjaringan Direksi. Direksi BUMN memiliki peran untuk mencegah KKN di titik titik rawan KKN berikutnya. Jika pengangkatan Direksi BUMN dipenuhi dengan nuansa KKN, maka seperti efek domino, akan membuka kemungkinan terjadinya KKN pada titik titik rawan berikutnya.

Pengangkatan Direksi BUMN telah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) BUMN nomor per 11/MBU/07/2021 tanggal 30 Juli 2021 Tentang Persyaratan, Tata Cara  Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Direksi BUMN. Dalam Permen ini, mengatur juga tentang perangkapan jabatan, yaitu  pasal 17 ayat (6) yang memperbolehkan Direksi BUMN merangkap jabatan sebagai Dewan Komisaris di anak perusahaan BUMN/perusahaan terafiliasi BUMN. Perangkapan jabatan ini dapat menyebabkan Direksi menjadi tidak fokus terlebih jika suatu saat Direksi induk yang merangkap sebagai komisaris  tersebut, harus menjadi PLT Direksi anak perusahaan jika Direksi anak perusahaan  berhalangan.

2.  Pengangkatan Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN.

Seperti halnya Direksi BUMN, Dewan Komisaris BUMN dan Dewan Pengawas juga memiliki peran dalam pemberantasan KKN. Fungsi utama Dewan Komisaris BUMN adalah melakukan pengawasan. Pengangkatan Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas diatur dalam  Permen BUMN Nomor PER 02/MBU/02/2015 tanggal 30 Juli 2021 Tentang Persyaratan, Tata Cara  Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN juncto Permen BUMN Nomor PER 10/MBU/10/2020 tanggal 9 Oktober 2020.  Perihal rangkap jabatan diatur dalam bab V yang antara lain menyebutkan bahwa Dewan Komisaris dan Dewas Pengawas dapat merangkap jabatan sebagai Dewan Komisaris di perusahaan selain BUMN. Ketentuan ini dapat menjadi celah bagi Dewan Komisaris untuk merangkap jabatan sebagai Dewan Komisaris di beberapa perusahaan swasta. Perangkapan jabatan ini dapat menyebabkan tidak fokus dan juga dapat menimbulkan benturan kepentingan/conflict of interest. Transparansi dalam penjaringan Dewan Komisaris, juga sering menimbulkan pertanyaan dari berbagai kalangan. Menurut politikus PDI-P,  yang dimuat di Kompas.com pada tanggal 25 Juli 2020, menyebutkan bahwa, sebanyak 6.200 Direksi dan Komisaris BUMN adalah orang orang titipan. Terlepas dari benar tidaknya pendapat dari politikus PDI-P ini,  diharapkan menjadi masukan positif bagi Kementerian BUMN untuk terus melakukan pembenahan dalam rekruitmen Direksi dan Komisaris di BUMN.

3.  Pengangkatan Direksi dan Komisaris Anak Perusahaan BUMN.

Peluang terjadinya  KKN dalam pengangkatan Direksi dan Komisaris anak perusahaan BUMN, akan lebih terbuka jika pengangkatan Direksi  induk perusahaan BUMN di penuhi dengan nuansa KKN (Efek Domino). Dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-03/MBU/2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara juncto  Nomor PER-04/MBU/06/2020 disebutkan antara lain bahwa, proses penjaringan calon Direksi dan calon Komisaris dilakukan oleh perusahaan induk. Untuk selanjutnya calon tersebut diusulkan kepada pemegang saham/Kementerian BUMN. Meskipun penjaringan calon calon ini dilakukan oleh tim evaluasi yang dibentuk oleh Direksi induk dan atau diserahkan kepada lembaga profesional untuk melakukan penilaian, namun Direksi Induk dapat berperan dalam menentukan calon calon ini. Perlunya dilakukan revisi PER-03 untuk menghindari/meminimalkan timbulnya KKN dalam proses penjaringan ini.

4. Pengangkatan Staf Ahli.

Staf ahli dibutuhkan perusahaan karena spesifikasi keahlian yang dimilikinya. Berdasarkan Surat Edaran  Menteri BUMN Nomor SE-9/MBU/08/2020 tanggal 3 Agustus 2020 tentang Staf Ahli Bagi Direksi  BUMN, intinya disampaikan antara lain, Direksi BUMN dapat mempekerjakan staf ahli sebanyak banyaknya 5 orang. Jika penjaringan staf ahli dilakukan dengan benar, diharapkan dapat membantu meningkatkan produktivitas perusahaan BUMN. Namun sebaliknya, jika pengangkatan staf ahli dipenuhi permainan patgulipat maka hanya akan menjadi beban keuangan perusahaan dan menimbulkan kecemburuan bagi pegawai organik.

5.  Pengelolaan anak-cucu BUMN.

Pada laman BUMN, tidak diketahui jumlah anak-cucu BUMN namun diperkirakan pada angka ratusan. Umumnya, setiap BUMN memiliki anak-cucu. Beberapa BUMN papan atas, memiliki anak-cucu hingga lebih dari 20 perusahaan yang bergerak di berbagai bidang usaha.  Arus kas akan berputar di kisaran induk dan anak-cucu dan dapat menyababkan timbulnya persaingan usaha tidak sehat yang dapat dikategorikan pelanggaran  Undang Undang No  5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.

Kementerian BUMN telah menerbitkan Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-315/MBU/12/2019 tentang penataan anak perusahaan atau perusahaan patungan di lingkungan BUMN. Keputusan Menteri ini antara lain terkait dengan moratorium/menghentikan sementara waktu pendirian anak perusahaan/perusahaan patungan di lingkungan BUMN. Kita memberikan apresiasi atas terbitnya SK-315 sebagai upaya pembenahan. Namun demikian, sangat diharapkan adanya kebijakan lebih lanjut terkait dengan pengelolaan anak-cucu BUMN. Anak- cucu BUMN dapat menjadi sarang KKN dan sebagian besar umumnya hanya sebagai benalu dan dalam kondisi tidak sehat serta menghadapai permasalahan permasalahan  hukum yang menguras konsentrasi dan menyedot keuangan induk. Timbulnya permasalahan permasalahan pada anak perusahaan dapat disebabkan/diawali karena rekruitmen yang sarat dengan KKN (efek domino). Beberapa modus lain yang diduga sarat dengan KKN adalah pemberian pinjaman dari induk kepada anak-cucu yang pada akhirnya dijadikan penyertaan modal induk /debt to equity swap/DES.

Kementerian BUMN diharapkan dapat mengeluarkan kebijakan terhadap pengelolaan anak-cucu perusahaan, antara lain pembatasan jumlah dan  keharusan penutupan anak cucu BUMN yang merugi.

6.  Piutang Tidak Tertagih

Piutang tidak tertagih terjadi karena adanya perjanjian kredit antara perusahaan BUMN dengan mitra. Umumnya, perusahaan BUMN memiliki piutang tidak tertagih, khususnya BUMN perbankan. Timbulnya piutang tidak tertagih dapat terjadi karena kelalaian yaitu kurangnya kehati hatian dalam menilai bonafiditas mitra dan juga karena adanya faktor KKN dalam proses kredit. Piutang tak tertagih, baik karena kelalaian maupun kesengajaan ini menjadi beban perusahaan. Dalam anggaran dasar perusahaan BUMN, yang dibuat secara standar oleh Kementerian BUMN, pasal 11 ayat (10) disebutkan antara lain bahwa, penghapusan piutang tidak tertagih harus persetujuan pemilik saham. Meskipun penghapusan piutang tidak tertagih dalam pencatatan akuntansi tidak menghilangkan hak tagih/perdata, namun hutang yang telah dihapuskan dalam pembukuan akuntansi, dapat mengurangi niat/upaya BUMN untuk terus melakukan penagihan.  Permintaan penghapusan piutang tidak tertagih yang diajukan oleh BUMN kepada pemilik saham/negara harus lebih diperketat karena seharusnya piutang tidak tertagih ini dibebankan kepada pegawai hingga pimpinan BUMN dan bukan kepada negara.

7.  Rekayasa Laporan Keuangan.

Salah satu modus KKN di BUMN adalah dengan melakukan rekayasa laporan keuangan atau biasa disebut dengan window dressing seperti merekayasa pencatatan pendapatan dan biaya pada periode tertentu yang tidak benar atau mencatat piutang sebagai pendapatan yang sebenarnya masuk kategori belum/tidak tertagih. Rekayasa laporan keuangan dilakukan secara berkelanjutan dari tahun ke tahun sehingga tidak diketahui bahwa perusahaan BUMN tersebut sebenarnya dalam kondisi yang tidak sehat. Hal ini pernah terjadi di beberapa BUMN seperti PT Garuda Indonesia (GI), Asabri. Dalam kasus PT GI yang terjadi  pada tahun 2018 silam, PT GI disebutkan membukukan keuntungan hingga Rp 11 Milyar namun sebenarnya mengalami kerugian hingga lebih dari Rp 2 Triliun.

Rekayasa laporan keuangan dimaksudkan antara lain untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai saham , menarik investor dan untuk mempertahankan citra positif para pengurus perusahaan di mata pemegang saham.

Dengan laporan yang direkayasa ini tentunya dapat mengelabui masyarakat dan pemegang saham/negara yang seharusnya pemilik saham dapat segera melakukan evaluasi terhadap kinerja pengurus BUMN yang merugi  namun hal ini tidak dapat dilakukan karena BUMN tersebut dinilai masih sehat. Perbuatan rekayasa laporan ini adalah kejahatan by design, tindakan penipuan/fraud dan dapat dipidana dengan Undang Undang dan pasal yang berlapis, yaitu  melanggar KUHP pasal 378, Undang Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 tahun 1999 dan perubahannya, Undang Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (pasal 28/menyebarkan berita bohong) dan Undang Undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (pasal 55/kebohongan publik). Perlunya Kementerian BUMN mencermati laporan tahunan perusahaan BUMN, membuat parameter yang baik, menetapkan daftar Kantor Akuntan Publik yang kredible dan lainnya yang dapat mencegah pembuatan rekayasa laporan keuangan.

8.  Pengadaan Jasa Konsultan.

Pengadaan Jasa konsultan dapat berupa Jasa konsultan manajemen/bisnis, konsultan hukum (advokat), pajak , IT, SDM dan konsultan lain.

Keberadaan konsultan dibutuhkan oleh perusahaan untuk membantu  mencari solusi permasalahan yang sedang dihadapi, melakukan transformasi dan juga sebagai salah satu syarat yang ditetapkan oleh investor untuk melakukan pengembangan bisnis (go publik/ atau sebagai debitur). Pengadaan konsultan konsultan ini dilakukan dengan  menggunakan prosedur proses pengadaan barang dan jasa dengan benar yang berlaku di internal BUMN sehingga auditor eksternal dan para penegak hukum lainnya dapat membenarkan pengadaan konsultan ini. Titik rawan KKN dalam pengadaan konsultan ini berhubungan dengan metoda penunjukan (langsung) konsultan, penetapan harga dan hasil pekerjaan. Terkait harga, setiap  konsultan menetapkan harga yang berbeda terhadap pekerjaan tertentu yang sama. Penetapkan harga  ini sering dianggap tidak wajar, ratusan hingga puluhan milyar dengan pekerjaan yang terkadang tidak spesifik yang sebenarnya dapat dikerjakan oleh pegawai BUMN itu sendiri. Atau hasil kerja konsultan yang hanya sebuah laporan hasil kerja yang tidak implementatif. Pengadaan konsultan ini dapat menjadi  sarana terselubung dan merupakan tindak kejahatan yang  paling mudah dilakukan serta sulit dibuktikan oleh para penegak hukum karena dibungkus dengan peraturan internal perusahaan  yang dilakukan juga dengan baik. Kasus yang mengemuka akhir akhir ini adalah pengadaan konsultan yang dilakukan oleh  salah satu BUMN. Meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tuntutanya meminta hakim agar merampas uang negara sebesar ratusan milyar terkait dengan biaya konsultan namun hakim tidak mengabulkan dengan alasan bahwa pengadaan jasa tersebut telah dilakukan dengan benar melalui proses pengadaan hingga adanya kontrak. Perlunya pemahaman yang sama tentang terminology fraud diantara para penegak hukum. Kontrak yang dibuat atas dasar ketidakwajaran harga, tipu muslihat, kecurangan, niat jahat seharusnya dapat dibatalkan. Sangat diharapkan Kementerian BUMN membuat kebijakan terkait pengeluran biaya konsultan dan juga para penegak hukum terkait dengan terminology fraud untuk membongkar praktik praktik KKN dalam pengadaan jasa ini.

9. Penggunaan Metoda Penunjukan Langsung dan Metoda Pelelangan.

Kementerian BUMN telah menerbitkan Permen BUMN Nomor PER 08/MBU/12/2019 tanggal 16 Desember 2019 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa di BUMN. Dalam pasal 13 intinya menyebutkan bahwa, BUMN dapat melakukan penunjukan langsung kepada BUMN lainnya, anak perusahaan atau perusahaan terafiliasi BUMN. Jika dalam proses pengadaan barang/jasa, seluruh BUMN mempedomani pasal 13 ini, maka dapat dipastikan tidak ada perusahaan swasta yang akan mendapatkan pekerjaan/proyek dari pemerintah/BUMN. Permen ini berpotensi menimbulkan KKN dan  melanggar Undang Undang No  5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.

BUMN harus memahami filosofi pengadaan barang/jasa yaitu pelelangan adalah metoda tertinggi/terbaik diantara metoda lainnya. Dengan adanya Permen 08, tidak serta merta para BUMN tunduk dan menggunakan penunjukan langsung di setiap proses pengadaannya tapi harus mengutamakan metoda pelelangan terbuka. Dalam Permen 08 pasal 13, juga menggunakan kata “dapat”, yang artinya bahwa BUMN tidak harus menggunakan metoda penunjukan langsung. Namun sangat disesalkan jika dalam praktiknya, beberapa BUMN justru lebih nyaman menggunakan metoda Penunjukan Langsung, khususnya kepada anak cucu BUMN nya.

10. Penggunaan Sarana Elektronik Auction (e-auction) dalam Pengadaan Barang/Jasa

E-auction merupakan salah satu bagian dari electronik procurement. Beberapa BUMN telah menggunakan perangkat ini dengan maksud antara lain ; efisiensi, tranparansi dan meminimalkan terjadinya KKN dalam proses pengadaan barang/jasa. Namun, penggunaan e-auction ini belum dapat menjamin terbebas dari KKN. Persekongkolan dalam proses auction dapat terjadi pada saat pelaksanaan e-aucton yang dapat diketahui, antara lain, dari grafik bidding serta perbandingan persentase dengan Harga Perhitungan Sendiri (HPS). Persekongkolan terjadi, baik secara vertikal yaitu melibatkan peserta auction dengan petugas atau horizantal yaitu persekongkolan antar peserta auction. Membiarkan terjadinya persekongkolan yang dilakukan oleh vendor, dengan maksud untuk mendapatkan sesuatu atau tidak mendapatkan sesuatu sehingga menguntungkan pihak lain dan merugikan perusahaan, merupakan tindak pidana korupsi. Modus lain terkait dengan proses pengadaan adalah mengarahkan kepada vendor tertentu dalam menetapkan spesifikasi teknis, menggugurkan peserta lain dalam uji teknis dan menetapkan persyaratan persyaratan lainnya seperti administrasi dan pengalaman dengan maksud untuk mengurangi jumlah peserta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun