Mohon tunggu...
Suratman Al Farisy
Suratman Al Farisy Mohon Tunggu... Konsultan - Trainer dan Konten Kreator

Trainer peningkatan kualitas sumber daya manusia dan memperkuat hubungan keluarga melalui pendekatan yang holistik dan Islami. Saya berkomitmen untuk membantu individu dan organisasi mengembangkan potensi terbaik mereka.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Mengapa Persiapan Menjadi Orangtua yang Baik Dimulai dari Sebelum Menikah?

21 September 2024   05:00 Diperbarui: 21 September 2024   08:02 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang berpikir bahwa menjadi orang tua adalah sesuatu yang otomatis terjadi setelah kita menikah dan punya anak. Tapi, apakah benar semudah itu? Mengapa begitu banyak orang tua yang kewalahan dan merasa tidak siap menjalani peran ini? Sebenarnya, kesalahan besar terjadi karena kita seringkali terlambat untuk mempersiapkan diri.

Kita hidup di masyarakat yang sering menganggap enteng soal persiapan sebelum menikah. Banyak dari kita fokus pada pesta pernikahan, dekorasi, bahkan baju pengantin, tetapi lupa bahwa kehidupan setelah menikah lebih kompleks dari sekadar acara sehari. Kita lupa bahwa menjadi orang tua adalah amanah besar yang perlu disiapkan dengan matang — jauh sebelum kata “ayah” atau “ibu” terpikirkan.

Kesalahan yang Dinormalisasi

Mungkin, kamu sering mendengar kalimat seperti, "Ah, nanti juga belajar jadi orang tua sambil jalan." Seolah-olah peran sebagai orang tua bisa dipelajari begitu saja saat anak sudah hadir di dunia. Faktanya, banyak pasangan yang akhirnya terkejut dan kewalahan menghadapi realita menjadi orang tua karena menganggap enteng persiapan.

Rasulullah ﷺ mengingatkan, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya..." (HR. Bukhari). 

Menjadi orang tua adalah kepemimpinan yang harus dijalani dengan ilmu, kesabaran, dan tanggung jawab. Bagaimana mungkin kita bisa menjalankan tanggung jawab ini jika sejak awal tidak memiliki dasar yang kuat?

Persiapan Dimulai Sebelum Ijab Kabul

Ketika seseorang memutuskan untuk menikah, ia seharusnya juga memutuskan untuk menjadi pembentuk masa depan anak-anak mereka. Allah berfirman dalam Al-Qur'an, “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...” (QS. At-Tahrim: 6). 

Keluarga tidak bisa dijaga dari hal-hal buruk hanya dengan niat baik; dibutuhkan pengetahuan, kesiapan mental, dan perencanaan sejak sebelum pernikahan terjadi.

Apa yang bisa dipersiapkan? Banyak hal, mulai dari pemahaman tentang konsep pengasuhan Islami, komunikasi yang efektif dalam rumah tangga, hingga penanaman nilai-nilai agama yang akan kita tanamkan pada anak-anak kita kelak. Semua ini tidak bisa dilakukan jika kita tidak mempersiapkannya sejak awal.

Hal yang sering saya jumpai

Di berbagai forum parenting, saya sering bertemu dengan banyak pasangan muda yang mengaku kaget dengan realitas pengasuhan anak. Seorang ibu muda yang mengeluhkan tentang betapa frustrasinya dia ketika anaknya mengalami tantrum di tempat umum, dan dia tidak tahu bagaimana cara menenangkannya. Saat ditanya apakah dia pernah mempelajari teknik pengasuhan anak sebelum menikah, jawabannya adalah "tidak".

Hal seperti ini sering terjadi, bukan karena mereka orang tua yang buruk, tetapi karena mereka tidak pernah diajarkan pentingnya mempersiapkan diri sebelum menikah. Kebanyakan dari kita hanya berfokus pada aspek romantis pernikahan, tanpa berpikir jauh ke depan tentang bagaimana kita akan membesarkan anak-anak.

Solusi dan Ide Perbaikan

Semua hal buruk di atas mestinya tidak perlu terjadi jika pemahaman tentang parenting ini sudah dikuasasi oleh setiap pasangan muslim yang akan menikah. 

Berikut adalah beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan agar meminimalisir konflik dalam pengasuhan anak:

  1. Pendidikan Pra-Nikah Islami: Pelajari bukan hanya tentang bagaimana menjadi suami atau istri yang baik, tetapi juga tentang menjadi orang tua yang bertanggung jawab. Ikuti kursus atau kajian tentang parenting Islami jauh sebelum pernikahan terjadi.

  2. Komunikasi dengan Pasangan: Bicarakan tentang visi pengasuhan anak sejak masa pacaran atau ta’aruf. Pastikan kalian berdua memiliki pemahaman yang sama tentang bagaimana anak-anak akan dididik nantinya.

  3. Mencari Sumber Ilmu yang Tepat: Bacalah buku-buku parenting Islami, hadiri seminar, atau dengarkan ceramah yang membahas peran orang tua dalam pandangan Islam. Seringkali, kita terjebak dengan tren parenting modern yang tidak selaras dengan nilai-nilai agama.

  4. Latihan Kesabaran dan Empati: Menjadi orang tua butuh kesabaran ekstra. Belajar mengelola emosi dan empati sejak sebelum menikah akan sangat membantu. Latih diri untuk bersikap tenang dalam menghadapi situasi sulit.

  5. Mengamalkan Doa dan Amalan Islami: Jangan lupa bahwa sebagai umat Islam, doa adalah salah satu cara paling efektif untuk memohon bimbingan Allah. Doa Nabi Ibrahim, “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang mendirikan shalat...” (QS. Ibrahim: 40), bisa menjadi doa harian kita agar anak-anak kita tumbuh menjadi pribadi yang taat.

Harapan setiap orang tua

Menjadi orang tua yang baik tidak akan terjadi begitu saja setelah pernikahan atau ketika anak lahir. Perjalanan ini dimulai jauh sebelum itu. Sebagai calon orang tua, kita harus sadar bahwa tanggung jawab mendidik anak adalah amanah besar dari Allah yang membutuhkan persiapan matang, baik dari segi mental, spiritual, maupun ilmu pengetahuan.

Jika kita ingin anak-anak kita tumbuh menjadi generasi yang kuat dalam iman, mulailah dengan mempersiapkan diri sejak hari ini. Tidak ada kata terlambat untuk belajar, tetapi lebih baik jika kita memulai sebelum waktu itu tiba

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun