Banyak orang berpikir, mendidik anak itu soal aturan dan hukuman.Â
Dulu, saya juga pernah berpikir seperti itu. Saya pernah merasa bahwa ketegasan dan aturan keras adalah kunci kedisiplinan. Tapi, seiring berjalannya waktu, saya mulai menyadari bahwa pendekatan ini justru sering mengikis kedekatan antara saya dan anak. Pernah suatu kali, saya marah ketika anak saya membuat kesalahan. Reaksi spontan saya adalah memarahinya, berharap itu akan membuatnya jera. Tapi yang saya lihat justru adalah ketakutan di matanya, bukan kesadaran atas apa yang salah.
Lalu saya bertanya-tanya: bagaimana Rasulullah membangun generasi terbaik tanpa kekerasan?
Di zaman sekarang, kita sering dihadapkan dengan fenomena parenting yang keras. Banyak orang tua merasa bahwa kedisiplinan hanya bisa ditanamkan melalui ketegasan, bahkan hukuman. Tapi, apa itu benar? Apakah cara itu justru mengikis hubungan batin antara orang tua dan anak?
Nabi Muhammad adalah teladan utama dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam mendidik anak. Apa yang membuat metode beliau begitu efektif, hingga generasi yang beliau didik menjadi generasi emas yang tak tertandingi dalam sejarah?
 1. Fenomena Kekerasan dalam Pengasuhan
Menurut data UNICEF, sekitar 75% anak di dunia pernah mengalami hukuman fisik dalam pengasuhan. Ironisnya, banyak orang tua yang masih berpikir bahwa kekerasan adalah solusi terbaik untuk disiplin. Namun, penelitian menunjukkan bahwa hukuman fisik hanya menghasilkan rasa takut, bukan kesadaran.
Rasulullah tidak pernah menggunakan kekerasan, apalagi terhadap anak-anak. Sebaliknya, beliau mendidik dengan kelembutan dan kasih sayang. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
"Barang siapa tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi." (HR. Bukhari)
Jelas di sini, bahwa metode kasih sayang Rasulullah membentuk generasi yang penuh cinta dan tanggung jawab, bukan generasi yang tunduk karena takut.
 2. Dampak Buruk Kekerasan terhadap Psikologi AnakÂ
Kekerasan dalam mendidik anak sering kali meninggalkan trauma jangka panjang. Dr. Laura Markham, seorang psikolog terkenal, menjelaskan bahwa kekerasan fisik dan verbal dapat merusak perkembangan otak anak. Anak yang tumbuh dalam ketakutan akan sulit membangun rasa percaya diri dan empati.