Mohon tunggu...
Anton Priyanto
Anton Priyanto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Waspada! Trik-trik Kotor Pengungkapan Kasus Siyono

15 April 2016   18:39 Diperbarui: 15 April 2016   18:46 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus kematian Siyono, terduga teroris yang meninggal saat pemeriksaan oleh Densus 88, telah memasuki babak baru, hasil otopsi yang dilakukan oleh tim dokter Forensik telah di publikasikan melalui media massa dan hasilnya pun sangat mencengangkan,  tim Forensik yang dibentuk oleh organisasi Islam Muhammadiyah  Komnas HAM dan Kontras mengumumkan bahwa  kematian Siyono disebabkan karena adanya  lima tulang dada yang patah yang mengarah ke jantung, hasil forensik ini bertentangan dengan keterangan polisi yang menyatakan Siyono meninggal karena kelelahan akibat melawan polisi saat penangkapan, pada kejadian itu pula kepala Siyono sempat terbentur bingkai jendela mobil, dan terjadi luka dalam dibagian kepala, terus bagaimana dengan patah tulang dada yang dialami Siyono,  siapa yang melakukan dan berapa orang yang melakukannya, itu yang harus kita ketahui dari pihak kepolisian. Bayangkan begitu kejamnya tindakan Densus 88 Mabes Polri ini, seorang yang masih terduga meninggal dengan keadaan yang mengenaskan, hanya karena ingin memperoleh informasi tentang keterlibatannya dalam organisasi neo jamaah islamiyah dan itu belum tentu almarhum lakukan.

Kasus kematian Siyono yang banyak menyita perhatian publik saat ini, haruslah menjadi perhatian kita semua, karena dengan kasus ini kita dapat mengetahui begitu kejam dan teganya aparat yang notabenenya mempunyai kewajiban untuk melindungi dan menganyomi masyarakat dengan perangkat yang ada, tapi kenyataannya mereka melakukan tindakan diluar batas prikemanusiaan. Apapun alasan yang diungkapkan oleh pihak kepolisian saat ini sebenarnya adalah sebagai suatu pembelaan dan itu adalah hal yang wajar. Sebelum adanya pemeriksaan oleh pengadilan. Dan itu yang seharusnya diterapkan Densus 88 dalam melakukan pemeriksaan, yaitu mengutamakan prinsip kemanusiaan dan praduga tidak bersalah.

Tim Advokasipun saat ini telah disiapkan untuk menuntut kekerasan yang dilakukan Densus 88 Mabes Polri karena dianggap sudah melanggar hukum dan juga HAM dalam menjalankan tugasnya sehingga menyebabkan korban jiwa, dan ternyata dari hasil catatan  Komnas HAM tindakan Densus 88 ini tidak hanya kepada Siyono saja tapi juga terhadap 121 korban meninggal lainnya yang dicurigai karena kekerasan dan penembakan, kesemuanya itu tidak diproses hukum. Penyelidikan terhadap kasus meninggalnya Siyono akan menjadi awal yang baik bagi proses hukum dinegara kita, bahwa siapapun warga negaranya jika melanggar hukum harus diusut dan diperiksa dan jika nantinya terbukti bersalah mereka harus diberikan sanksi yang setimpal atas apa yang telah meraka lakukan seperti pemecatan dan hukum penjara, karena mereka adalah aparat hukum yang mengerti sekali tentang hukum harus mendapat hukum yang lebih berat.

Yang harus  diwaspadai, terhadap pengungkapan kasus ini adalah cara-cara lama yang akan dilakukan oleh aparat kepolisian, baik halus ataupun kasar, kita ketahui bahwa dengan meninggalnya terduga teroris Siyono, pihak kepolisian dalam hal ini Densus 88 berusaha untuk menempuh jalan “damai” kepada pihak keluarga Siyono, yaitu dengan memberikan 2 gepok uang kepada istri Siyono yang diketahui jumlahnya sebesar Rp 100 juta, uang ini diberikan  sebagai uang duka atau uang biaya pemakaman. Untungnya saja uang itu ditolak, karena jika diterima maka akan dijadikan sebagai barang bukti bahwa pihak keluarga telah menerima cara  damai dari pihak polisi, dengan demikian kasus akan dihentikan. Cara-cara intimidasi juga dilakukan oleh kepolisian seperti tidak dibolehkannya pihak keluarga untuk mengganti kain kaffan, larangan untuk melakukan otopsi dan bentuk-bentuk provokasi kepada warga Klaten untuk menolak segala bentuk terorisme dalam bentuk spanduk-spanduk.

Muhammadiyah,  Komnas HAM dan Kontras juga harus waspada terhadap trik-trik kotor yang akan dilakukan oleh pihak kepolisian dalam rangka menjengal kasus Siyono. Kita masih ingat terhadap kasus dugaan korupsi Komjen polisi Budi Gunawan yang diperiksa oleh KPK, sehingga yang bersangkutan gagal menjadi Kapolri saat itu. Kemudian polisipun tidak mau kalah, mereka melakukan penyelidikan dengan mencari kesalahan terhadap Ketua KPK saat itu, Abraham Samad dan wakilnya Bambang Widjojanto, akhirnya mereka dicopot dari jabatannya. Terus akankah kasus Siyono ini juga akan bernasib sama, dimana polisi akan  mencari kesalahan bagi para pimpinan Organisasi tersebut? Mudah-mudahan saja hal ini tidak terjadi.

Semoga saja kasus ini menjadi evaluasi terhadap kinerja BNPT, Polisi dan Densus 88, sehingga kedepan kasus seperti ini tidak terjadi lagi, ingatlah wahai polisi bahwa mereka adalah manusia yang juga mempunyai hak untuk hidup dan dibina, bukan  untuk dibantai dan dibinasakan seperti binatang. Kita ini negara hukum yang memiliki institusi pengadilan untuk menentukan salah atau benarnya seseorang. Negara pun mempunyai kewajiban untuk ikut bertanggung jawab terhadap kasus kemanusiaan ini, berapa banyak korban mati akibat ulah dari pasukan yang dikatakan elit ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun