Mohon tunggu...
Sur Aji
Sur Aji Mohon Tunggu... Ilmuwan - Environment, Conservation and Marine Planning Specialist

Bekerja membidangi: konservasi ekosistem dan pengelolaan kawasan konservasi perairan, konservasi keanekaragaman hayati, perencanaan ruang laut kawasan strategis nasional pada Kementerian Kelautan dan Perikanan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Capaian 2013: Pengelolaan Efektif KKP-3K Capai 3,647 juta Hektar, luasan KKP-3K bertambah 689 ribu hektar

7 Januari 2014   14:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:04 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

15,764,210.85

Sumber: informasi kawasan konservasi perairan indonesia, Dit. KKJI, 2013 (sebagaimana dapat diakses di kkji.kp3k.kkp.go.id) Dalam catatan Keterangan Pers di bilangan Cikini, Jakarta Pusat (31/12/2013) Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sudirman Saad percaya bahwa dalam 5 tahun lagi, pemerintah bisa mencapai target jangka panjang dengan memperluas wilayah areal konservasi laut komulatif sebesar 20 juta ha. Hal ini didukung dengan kinerja pemerintah serta respon pemerintah daerah dan masyarakat  lokal dalam mengelola kawasan laut yang bijaksana. “Komitmen janji kita 20 juta ha kawasan konservasi perairan. di tahun 2020,” ungkap Sudirman. Dengan semakin besar wilayah konservasi pemerintah pun bertemu banyak masalah, tentu upaya pengelolaan efektif kawasan konservasi untuk meningkatkan produksi perikanan dan mendorong pemanfaatan lainnya demi kepentingan kesejahteraan masyarakat lokal merupakan hal penting yang senantiasa terus dilakukan. “Kehadiran kita di kawasan konservasi bisa efektif dan tidak malah membunuh nelayan lokal,” jelas Sudirman. Pengelolaan Efektif Paradigma dan Pengelolaan kawasan konservasi perairan di Indonesia menapaki era baru sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Poin pertama, dalam hal Kewenangan pengelolaan kawasan konservasi, kini tidak lagi menjadi monopoli pemerintah pusat melainkan sebagian telah terdesentralisasi menjadi kewajiban pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut. Poin kedua, adalah pengelolaan kawasan konservasi dengan sistem ZONASI, Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan diatur dengan sistem ZONASI. Paling tidak, ada 4 (empat) pembagian zona yang dapat dikembangkan di dalam Kawasan Konservasi Perairan, yakni: zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya.  Zona perikanan berkelanjutan tidak pernah dikenal dan diatur dalam regulasi pengelolaan kawasan konservasi kawasan konservasi terdahulu. Pengaturan sistem zonasi dalam pengelolaan kawasan konservasi serta perkembangan desentralisasi dalam pengelolaan kawasan konservasi, jelas hal ini merupakan pemenuhan hak-hak bagi masyarakat lokal, khususnya nelayan. Kekhawatiran akan mengurangi akses nelayan yang disinyalir banyak pihak dirasakan sangat tidak mungkin. Justru hak-hak tradisional masyarakat sangat diakui dalam pengelolaan kawasan konservasi. Masyarakat diberikan ruang pemanfaatan untuk perikanan di dalam kawasan konservasi (zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, maupun zona lainnya), misalnya untuk budidaya dan penangkapan ramah lingkungan maupun pariwisata bahari dan lain sebagainya. Pola-pola seperti ini dalam konteks pemahaman konservasi terdahulu belum banyak dilakukan. Kini, peran Pemerintah pusat dalam konteks paradigma ini, hanya memfasilitasi dan menetapkan kawasan konservasi, sedangkan proses inisiasi, identifikasi, pencadangan maupun pengelolaannya secara keseluruhan dilakukan dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah daerah. Berkembangnya Paradigma dan era baru konservasi dalam dasawarsa terakhir ini, menumbuhkan puluhan bahkan ratusan inisiatif pemerintah daerah yang memiliki wilayah perairan (baik di daratan maupun lautan) berlomba-lomba membidani kelahiran kawasan konservasi perairan di wilayahnya. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah kepada dunia internasional yang disampaikan pada COP 6 CBD Brasil tahun 2006 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan komitmen pencapaian kawasan konservasi seluas 10 Juta Hektar pada tahun 2010. Tumbuhnya semangat ini kemudian disambut baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah bersama mawsyarakat untuk mewujudkannya. Hingga pada Forum APEC tahun 2007 di Sydney, presiden menyampaikan inisiatif kerjasama  6 negara dalam pengelolaan segitiga terumbu karang  (Coral Triangle Initiatives), komitmen untuk menggandakan target luasan kawasan konservasi menjadi 20 juta hektar pada tahun 2020 pun disiarkan kepada dunia internasional. selanjutnya, komitmen ini ditegaskan kembali tahun 2009, juga oleh Presiden SBY dalam World Ocean Conference dan CTI Summit di Manado, mengumumkan kembali komitmen pencapaian target 20 juta hektar luas kawasan konservasi perairan tersebut pada tahun 2020. Bertambah luasnya kawasan konservasi dan dinamikanya, tantangan pengelolaan kawasan konservasi bukannya menjadi berkurang malah cenderung semakin kompleks. upaya pembinaan, sosialisasi dan fasilitasi senantiasa terus dikembangkan untuk mendawamkan makna dan praktek konservasi yang sesungguhnya diseluruh level. Pada banyak kasus, komitmen kepala daerah dan partisipasi masyarakat lokal yang demikian antusias dengan semakin memahami makna konservasi untuk membangun kemapanan ekonomi lokal dan pemanfaatan sumberdaya ikan menjadi kunci sukses keberlanjutan pengelolaan ketimbang faktor lainnya. Dalam target pengelolaan efektif-KKP-3Knya, Renstra KKP yang dirancang tahun 2009 menyasar 21 lokasi fokus pengelolaan yang meliputi 9 Kawasan Konservasi Perairan Nasional dan 12 Kawasan Konservasi Perairan Daerah, dengan keseluruhan luas rancangan sekitar 4,5 juta hektar.  Dalam perkembangan selanjutnya, rencana pengelolaan efektif menjadi 24 lokasi, melalui pencadangan  TWP Kepulauan Anambas pada Tahun 2011 serta 2 lokasi kebijakan Blue Economyyakni Lombok Timur (NTB) dan Klungkung (Bali) pada rentang tahun 2011-2013. Pengelolaan berkelanjutan merupakan upaya yang dilakukan pengelola kawasan dengan memperhatikan kaidah-kaidah pemanfaatan dan pengelolaan yang menjamin ketersediaan dan kesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumberdaya yang ada. Adapun upaya-upaya pokok pengelolaan kawasan konservasi meliputi : koordinasi dan pembinaan, peningkatan infrastruktur, penyusunan NSPK, review dan implementasi rencana pengelolaan, sosialisasi, konsultasi public,Peningkatan kapasitas, operasionalisasi lembaga pengelola, Rehabilitasi kawasan, evaluasi pengelolaan, Pengawasan sumberdaya ikan dan sebagainya. Untuk menilai efektivitas pengelolaan Kawasan Konservasi, telah disusun sebuah instrumen sebagai patokan praktis dalam menakar efektifitas pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil. Alat Standar ini telah ditetapkan melalui Keputusan Dirjen KP3K Nomor Kep.44/KP3K/2012 tanggal 9 Oktober 2012 tentang Pedoman Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (E-KKP3K). Ringkas-nya tingkatan/level efektivitas pengelolaan berdasarkan E-KKP3K dimaksud adalah sebagai berikut: Level 1 (merah) :Usulan inisiatif, identifikasi dan inventarisasi kawasan, pencadangan kawasan; Level 2 (kuning) : Kriteria level 1 + Unit organisasi pengelola dengan SDM + Rencana Pengelolaan dan zonasi + Sarpras Pendukung pengelolaan + Dukungan Pembiayaan Pengelolaan; Level 3 (hijau) : Kriteria level 2 + Pengesahan rencana pengelolaan dan zonasi + standard operating procedure (SOP) pengelolaan + pelaksanaan rencana pengelolaan dan zonasi + penetapan kawasan konservasi perairan; Level 4 (biru) : Kriteria level 3 + penataan batas kawasan + pelembagaan + pengelolaan sumberdaya kawasan + Pengelolaan Sosial, ekonomi dan budaya; dan Level 5 (emas) : Kriteria level 4 + peningkatan kesejahteraan masyarakat + pendanaan berkelanjutan. pada level 1-3 (merah-hijau) seluruh perangkat pengelolaan diukur dan pada level 4 (biru) output dan sebagian outcome dalam hal tata kelola, biofisik-ekologis, sosial-ekonomi-budaya  terukur dan berjalan dengan baik, sedangkan pada level 5 (emas), kawasan konservasi telah mandiri dengan outcome pengelolaan kawasan konservasi yang telah berjalan dengan baik tersebut berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Menyoal berapa kurun waktu yang patut diduga untuk pencapaian masing-masing level pengelolaan efektif, para pakar mengungkap analisis dan kesepahamannya, yakni: Level 1 (Merah) dapat dicapai pada 3 tahun pertama pengelolaan; Level 2 (kuning) dapat dicapai pada 5 tahun berikutnya; Level 3 (hijau) pada 7 tahun selanjutnya; Level 4 (biru) pada 10 tahun berikutnya; dan level 5 (emas) merupakan output/outcome yang dicapai setelah lebih dari 10 tahun, atau sekurangnya satu periode jangka panjang rencana pengelolaan kawasan konservasi (20 tahun). Dengan demikian, pengelolaan efektif sebuah kawasan konservasi tidak bisa sekonyong-konyong dipaksa naik level/warna/tingkatan secara dramatis setiap setiap tahunnya. Namun, peningkatan prosentase capaian dalam sub-level/kriteria rinci menjadi perhatian, dan yang terpenting adalah pekerjaan rumah yang harus diimplementasikan oleh pengelola bersama masyarakat menanggapi pemenuhan level/warna/tingkatan secara bertahap sesuai tatalaksana yang tertib. Berikut uraian singkat hasil evaluasi efektivitas berdasarkan penilaian E-KKP3K tahun 2013 terhadap lokasi-lokasi kawasan (target) tersebut di atas. Status Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Secara Berkelanjutan No Lokasi

2012

(Lakip 2012)

2013

Target 2014 1 KKPN/TNP Laut Sawu, NTT Merah 100% Kuning 75% Merah 100% Kuning 100% Hijau 25% 2 KKPN/TWP Gili Matra, NTB Merah 100% Kuning 75% Merah 100% Kuning 100% Hijau 35% 3 KKPN/TWP Laut Banda, Maluku Merah 100% Kuning 75% Merah 100% Kuning 100% Hijau 25% 4 KKPD/Raja Ampat, Papua Barat Merah 100% Kuning 50% Merah 100% Kuning 100% Hijau 25% 5 KKPD/Sukabumi, Jawa Barat Merah 100% Kuning 100% Hijau 50% Merah 100% Kuning 100% Hijau 50% Biru 15% 6 KKPD/Berau, Kaltim Merah 100% Kuning 50% Merah 100% Kuning 75% Hijau 25% 7 KKPD/Pesisir Selatan, Sumbar Merah 100% Kuning 50% Merah 100% Kuning 75% 8 KKPD/Bonebolango, Gorontalo Merah 100% Kuning 25% Merah 100% Kuning 75% 9 KKPN/TWP P. Pieh, Sumbar Merah 100% Kuning 75% Merah 100% Kuning 100% Hijau 35% 10 KKPN/TWP Padaido, Papua Merah 100% Kuning 75% Merah 100% Kuning 100% Hijau 25% 11 KKPN/TWP Kapoposang, Sulsel Merah 100% Kuning 75% Merah 100% Kuning 100% Hijau 35% 12 KKPN/SAP Aru Tenggara, Maluku Merah 100% Kuning 50% Merah 100% Kuning 75% 13 KKPN/SAP Raja Ampat, Papua Barat Merah 100% Kuning 75% Merah 100% Kuning 100% 14 KKPN/SAP Waigeo, Papua Barat Merah 100% Kuning 75% Merah 100% Kuning 100% Hijau 35% 15 KKPD/Batang, Jawa Tengah Merah 100% Kuning 100% Hijau 35% Merah 100% Kuning 100% Hijau 35% Biru 15% 16 KKPD/Lampung Barat, Lampung Merah 100% Kuning 25% Merah 100% Kuning 50% 17 KKPD/Alor, NTT Merah 100% Kuning 50% Merah 100% Kuning 50% 18 KKPD/Indramayu, Jawa Barat Merah 100% Kuning 50% Merah 100% Kuning 50% 19 KKPD/Batam, Kepri Merah 100% Kuning 50% Merah 100% Kuning 100% 20 KKPD/Bintan, Kepri Merah 100% Kuning 50% Merah 100% Kuning 100% 21 KKPD/Natuna, Kepri Merah 100% Kuning 50% Merah 100% Kuning 75% 22 KKPN Kep. Anambas

Merah 100% Kuning 50% 23 KKPD Lombok Timur

Merah 100% Kuning 50% Hijau 15% 24 KKPD Klungkung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun