Sms berbunyi, aku melihat isi text yang di kirimkan oleh bude Tin. Di khabarkan di dalam smsnya itu bahwa abah masuk Rumah Sakit karena kadar gulanya drop. Sebagai seorang sepuh abah termasuk luar biasa, mungkin dikarena pola hidupnya yang selalu prihatin untuk mengolah rasa sehingga dapat selaras dengan alam, sehingga dalam kondisi sakitpun kita tidak akan mengetahui jika Abah sendiri tidak mengatakannya. Abah mendirikan sanggar untuk kumpul-kumpul bagi yang ingin mengolah diri, Abah mengajarkan cara untuk hidup selaras dengan alam, sesuai dengan kehendak yang maha berkehendak. Abah juga memberikan latihan pernafasan untuk pembersihan dan seni pengobatan melalui energy alam, namun kemudian timbul pertanyaan dariku “Kenapa Abah masih bisa sakit gula”
Melalu pak de Lik aku mengetahui jawabannya, bahwa Abah tidak mempergunakan ilmunya itu untuk dirinya sendiri, Abah menyerahkan kesehatanya kepada kehendak Illahi, memasrahkan pada kebijakanNya. Apapun yang di terima oleh Abah dariNya, Abah mensyukurinya dengan tetap berkarya berbagi kepada siapa saja yang bersedia mendengarkan dirinya. Abah termasuk golongan berani, karena sepanjang perjalananku aku bertemu dengan beberapa orang yang menurutku telah terbuka mata hatinya, namun tidak ada yang seberani Abah dalam menyampaikan pesan-pesannya. Abah berani mengambil resiko untuk tidak popular, untuk di cerca bahkan mungkin juga untuk di benci. Namun Abah tetap berbagi dan mengisi hidupnya dengan kegiatan-kegiatan yang dapat merubah kesadaran manusia akan nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di dalam dirinya sendiri. Dan itu adalah pesan Abah yang pertama, “Menyadari nilai-nilai kemanusiaan di dalam diri sendiri”.
Di rumah sakit ku tatap wajahnya yang masih tetap bersinar meski nampak pucat dan agak kekuningan, kelopak matanya yang bundar itu tetap memancarkan binaran semangat dan kelembutan seorang ibu, Abah tersenyum dengan senyum khasnya yang indah. Sekilas Abah menceritakan kondisi gula darahnya yang drop, kondisi Abah cukup mengkawatirkan menurut beberapa saudara yang tadi aku jumpai sebelum bertemu Abah, namun satu yang membuat aku terkesima oleh sosok tua ini adalah semangatnya yang tetap menyala dalam kondisi apa pun, dalam kondisinya yang lemah seperti itu Abah masih menyuntikan energy untuk yang datang menjenguknya. Tak banyak yang aku bicarakan dengan Abah, namun waktu yang singkat itu cukup untuk mengisi diriku dengan isnpirasi. Abah adalah salah satu sumber inspirasiku, jikalau aku lelah, jikalau aku takut, jikalau aku sakit selalu kupalingkan diriku kepadanya dan seolah aku mendapatkan suntikan energy baru, “Apa yang kau kawatirkan, nak. Yakinlah kepada kebijakanNya, terima, jalani dan lalui” dan kemudian akupun memiliki energy untuk melalui masa-masa sulit itu.
Teringat beberapa waktu lalu ketika Abah collapse karena jantungnya bermasalah, di dalam pingsannya, yang menurutku nampak seperti seorang bayi yang sedang tertidur pulas, nampak tiada beban penderitaan di dalam wajahnya yang terpejam itu, meski aku tahu phisiknya tengah berjuang agar ruhnya dapat terus menyelesaikan tugas-tugasnya di bumi ini. Di dalam pingsannya Abah masih mengajarkan sesuatu, sungguh nyalamu tetap menyala dalam kondisi apapun. Hormatku untuk mu Abah atas apa yang kau ajarkan dengan ragamu itu, meski derita yang kau rasakan untuk mengajarkan agar kami di sini dapat menengok ke dalam diri menyadari nila-nilai kemanusiaan. Semoga mata hati kami dapat tersentuh oleh cinta kasihmu, semoga nilai-nilai kemanusian kami dapat bangun dan menjadi panglima di dalam kehidupan kami.
Terimakasih Abah, hormatku untukmu.
= = = =
Di Publikasikan di :
http://www.oneearthmedia.net/ind
http://www.facebook.com/su.rahman.full
http://www.kompasiana.com/surahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H