Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) terdekat. Dari rumah tempat dimana saya tinggal, Puskesmas jaraknya tidak terlalu jauh. Sekira tiga menitan sudah sampai. Kali ini kami datang untuk melakukan Vaksin tahap dua, setelah sukses memenuhi suntikan pertama beberapa bulan sebelumnya.
Jika vaksin pertama saya ikuti di sebuah sekolah menengah pertama dekat Situs Nangasia bersama sejumlah kawan. Namun kali ini, saya datang langsung ke Puskesmas tempat dimana Tenaga Kesehatan (Nakes) melayani pasien yang memberikan pelayanan kesehatan. Tempat dimana para pelayan 'kemanusiaan' ini memberi perhatian pada mereka yang membutuhkan perawatan kala sakit mendera.
Sejatinya saya adalah pribadi yang 'takut' di suntik. Tapi karena sebuah syarat dalam pekerjaan, jadilah saya merelakan lengan saya ditusuk dengan jarum yang tajam.Â
Bahkan sejauh ini saya mungkin tidak pernah resah mengenai virus yang berasal dari kota Wuhan, China ini. Karena dalam penjelasan Dr. Tirta yang tersebar dalam beranda media sosial jika pun masih tersimpan di beranda Youtube, bahwa virus ini tidak akan hidup dalam temperatur yang panas. Entah itu benar atau tidak, saya sedikit menaruh  kayakinan.
Sebab sengatan matahari di kolong langit pulau Sumbawa ini, jangankan virus bernama Corona, petani yang sabang hari berada di tengah sawah saja serasa tak sanggup merasakan panasnya matahari siang.Â
Tapi sebagai warga negara yang baik, kita diminta untuk patuh dan tunduk pada kebijakan pemerintah yang serupa perwakilan tuhan di Bumi ini. Sebab, jika hal ini dikritisi maka bersiaplah dihujat dan dicaci maki oleh netizen yang maha benar. Bahkan bisa berujung di penjara seperti yang di alami musisi Bali yakni Jerinx SID.
Kita mudah kebakaran jenggot, walau pun tidak memiliki jenggot jika mendapat saran dan kritikan. Apakah tidak bisa dijelaskan secara rasional dan ilmiah jika ada kritikan dan pertanyaan dari masyarakat awam tentang Corona. Ingat, ini bukan zaman Siti Nurbayah, apa lagi zaman rai da lako mee. Semua yang berkepentingan dan yang bertugas di bidang kesehatan harus mampu memberikan catatan perihal yang ditanyakan oleh publik.
Namun di atas semua itu, saya menaruh hormat pada Nakes yang selalu bekerja sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Mereka sabang waktu melayani masyarakat dengan penuh kesabaran di atas kritikan dari banyak pihak. Memang tidak mudah, tapi resiko pekerjaan menuntut untuk lebih menahan amarah dan sumpah serapah.Â
Caci maki serupa hempasan ombak yang selalu memberi kekuatan saat menjalankan tugas. Akan selalu ada hikmah dibalik semua yang menimpa. Tak perlu resah dengan segala macam cobaan yang datang mendera. Tetaplah optimis, karena hari yang indah akan datang kala kecemasan merajai hari.
Seperti hari ini, 14 Maret 2022, saya mampu membunuh kekhawatiran ketika nanti akan di suntik. Namun saat mendaftar di depan loket yang bertuliskan Puskesmas Rasabou di atasnya, tatapan saya terhenti pada barisan tulisan  yang menggantung di tembok.Â
Tulisan paling atasnya terbaca dengan jelas dengan narasi Hak dan Kewajiban Pasien yang diikuti dengan deratan poin penting di bawahnya. Melihat itu saya langsung memotret dengan handphone di tangan.
Saya hanya fokus pada hak pasien tanpa bermaksud mengabaikan kewajibannya. Pasalnya, saya pernah berdebat hebat dengan seorang Nakes tahun lalu karena saya sempat bertanya tentang Standar Operasional Prosedur di Puskesmas satu-satunya di bagian selatan Kabupaten Dompu ini. Dan perdebatan itu tidak membuahkan hasil apa-apa. Malah saya yang bertanya pulang dengan jawaban yang menggantung. Untungnya saya tidak di gantung. Sebagai masyarakat awam kita nampaknya diminta untuk menerima semua kebijakan pemerintah tanpa pernah bisa dikoreksi.
Tapi masyarakat juga harus memahami segala regulasi di lembaga kesehatan yang dibiayai oleh uang rakyat ini. Kita harus terdorong untuk mencari tahu dan memahami seperti apa hak dan kewajiban sebagai pasien. Dan di Puskesmas Rasabou terdapat penjelasan mengenai poin-poin tentang hak pasien yang datang berobat.
Ada pun poin-poin mengenai hak pasien meliputi; Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tatap tertib dan peraturan yang berlaku, pasien berhak memperoleh informasi hak dan kewajiban pasien, pasien berhak memperoleh layanan yang manusiawi  adil jujur dan tanpa diskriminasi, pasien berhak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu efektif dan efisien, pasien berhak mendapatkan privasi dan kerahasiaan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data dan medisnya, pasien berhak mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis, pasien berhak memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya, pasien berhak mengajukan usul saran perbaikan atas perlakuan yang diterima dan pasien berhak memilih tenaga kesehatan / dokter.
Demikian poin-poin yang harus diketahui oleh pasien yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas Rasabou. Poin-poin tersebut juga harus massif disosialisakan kepada masyarakat dan juga kewajiban yang menyertainya. Sebab, mungkin saja sebagian masyarakat tidak mengetahui atau belum benar-benar paham tentang haknya sebagian pasien.Â
Masih mending kalau ada  masyarakat yang tidak mengetahuinya, tapi jika Nakes yang belum paham, tentu akan lain persoalannya. Karena bagaimana mungkin bisa memberikan pelayanan yang prima jika aturan serta regulasi yang menjadi pijakkan dasar belum dipahami secara menyeluruh.
Tentu mewujudkannya bukanlah perkara yang mudah. Diperlukan ketelatenan serta kesadaran untuk melayani sepenuh hati setiap pasien yang datang berobat. Demikian juga dengan setiap pasien yang datang dengan segala kepentingannya, harus memahami haknya sebagian pasien. Sebab, jika hal itu tidak diindahkan, baik Nakes maupun pasien akan memandang redaksi tentang hak dan kewajiban pasien tersebut hanya sebagai pajangan saja.
Setelah membaca dan mendokumentasikan tulisan di dinding, saya pun diarahkan oleh seorang Nakes menuju arah belakang. Menuju samping loket saya bergegas.Â
Sesampai di sana, saya langsung disuruh duduk untuk di Tensi terlebih dahulu. Kemudian menandatangani lembaran persetujuan. Sesaat kemudian, seorang Nakes yang umurnya sekira 40 -an tahun ini memberi tahu bahwa darah saya seratus empat puluh, usai di tensi.
"Apakah sedang tegang" tanyanya
Dengan sopan saya menjawab apa adanya. Tidak. Vaksin kedua ini saya melaluinya dengan santai. Tidak ada ketegangan apa lagi khawatir yang berlebihan. Walau pun saya kembali merasakan sengatan suntikan.Â
Di satu ruangan, saya merelakan jarum suntik itu menusuk lengan saya di bagian kiri. Namun saya salut, baru kali ini saya berjumpa dengan Nakes yang mengucapkan zikir sebelum menyuntik orang. Saya terdiam. Sakitnya memang tidak seberapa, tapi yang membuat khawatir adalah efeknya setelah itu.
Pasalnya, kalau pada Vaksin pertama dua hari  penuh saya merasakan badan meriang dan kesakitan. Serasa orang yang sedang kesakitan. Bisa jadi karena efek obat yang di suntikan kala itu. Dan hal itu tidak hanya dirasakan oleh saya sendiri, tetapi sejumlah kawan juga merasakan hal yang sama. Apakah saya merasakan kembali hal yang sama? Entahlah, nanti saya menunggu reaksi obat yang dimasukan di dalam badan ini.
Sebelum pulang, lembaran yang kami bawa di stempel terlebih dahulu. Mungkin maksudnya agar mendapatkan keabsahan bahwa kami sudah melakukan vaksin tahap ke dua hari ini.Â
Kunjungan kali ini tidak lupa saya mendokumentasikan beberapa momen penting, Â di antaranya masih terdapat, baik pengunjung maupun Nakes tidak menggunakan masker. Dan tampaknya tidak ada sanksi serta teguran serius kepada mereka yang di nilai melanggar protokol kesehatan. Bahkan beberapa Nakes yang duduk di kursi di depan ruangan, juga tidak menjaga jarak.
Siapa yang salah? Tanyalah pada rumput yang bergoyang.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H